Ah, ya! Kenapa terlewatkan? Dia memang suka meminjam mobil saya untuk keperluan yang tidak jelas.
"Hendraaaaaaa!"
* * *
Hendra, bawahan saya itu tertunduk, padahal saya tidak sedang memarahinya. Cuma pertanyaan biasa tanpa ancaman. Yang ada di tangan saya hanya kutang krem, mana ada orang terancam gara-gara kutang. Eh, cuma saya saja barangkali.
"Sungguh, Pak! Saya cuma pake buat makan siang. Itu juga sudah minta ijin sama Bapak".
Ah, masa sih? Pasti saya sedang sibuk saat itu. Saya memang suka kehilangan fokus pada situasi demikian. Mudah saja saya akan berkata 'ya' tanpa saya sadari. Dan si Hendra itu tahu benar kelemahan saya.
"Bapak yang ngasih kuncinya sendiri. Sekalian titip nasi padang, kata Bapak".
Iya sih, saya memang makan nasi padang kemarin. Rendangnya agak kenyal tapi sambalnya luar biasa. "Terus kamu pergi sama siapa?"
"Iii...ismi, Pak!"
* * *
Perempuan langsing dengan rok merah mini lima centi di atas lutut melenggang memasuki ruang kerja saya. Dia kemudian menaruh pantatnya di kursi lipat di depan saya. Interogasi dimulai. Hari ini banyak pekerjaan yang saya tepikan gara-gara kutang misterius ini. Tanda tangan, deadline, meeting batal terbengkalai. Semoga ini cepat selesai.