"Kamu pastilah mengerti, Sum. Kita, sesama wanita, pasti punya hasrat yang meskipun kita sembunyikan akan terlihat juga oleh orang lain. Apakah aku sudah kehilangan itu, Sum?"
"Saya nggak tau, Bu!"
"Ayolah, jawab saja! Apakah aku sudah tidak memiliki hasrat?"
"Sssaya kira anu...ibu pasti pppunya."
"Hmmm, begitu ya. Jadi menurutmu aku ini wanita ayu muda yang baik, punya daya tarik dan pasti memiliki hasrat. Begitu kan, Sum?"
"Iiiya, Bu!"
"Kamu jujur kan, Sum?"
"Iiiya...Bu."
"Coba kamu jelaskan padaku, Sum! Siapa yang sesungguhnya tidak jujur? Kamu atau suamiku? Kalau kamu memang jujur suamiku pasti tidak akan mengendap-endap masuk ke kamarmu. Kalau kamu jujur suamiku tidak mungkin berpaling dan bermain cinta denganmu. Benar kan, Sum? Benar kan?"
Sum terdiam. Tangis berhambur di pagi yang masih muda ini. Dua wanita tengah berbagi air mata untuk luka yang berbeda.
"Aku tidak menyalahkanmu, Sum. Aku juga tidak membencimu. Aku harap kamu tidak menganggap aku telah mengusirmu. Tapi bagaimanapun kamu memang harus pergi. Kamu mengerti kan, Sum?"