Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sumi dan Suami

15 September 2010   02:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:14 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Sudah berapa lama kau ikut denganku, Sum?"


"Dua tahun, Bu!"


"Kamu kerasan?"


"Iya, Bu!"


"Pastinya kamu sudah mengenal aku dengan baik. Iya kan, Sum?"


"Iya."


"Apakah aku terlalu keras padamu, Sum?"


"Nggak, Bu. Malah saya pikir Ibulah majikan saya yang paling baik selama lima tahun bekerja."


"Begitu, ya! Atau mungkin aku terlalu meremehkan atau merendahkanmu selama ini?"


"Nggak, Bu."


"Tolong jawablah dengan jujur, Sum! Aku tidak akan memarahi kamu."


"Saya jujur, Bu."


"Apakah aku sudah terlihat tua, Sum?"


"Nggak, Bu."


"Lihat wajahku, Sum! Apakah aku sudah tidak cantik lagi?"


"Ibu masih tetep ayu."


"Atau aku sudah kehilangan daya tarik?"


"Ibu masih ayu."


"Jawab, Sum! Apakah aku tidak punya daya tarik lagi?"


"Nggak, bu. Ibu masih...memikat"


"Apakah aku terlihat dingin, Sum?"


"Mmmaksud ibu?"


"Kamu pastilah mengerti, Sum. Kita, sesama wanita, pasti punya hasrat yang meskipun kita sembunyikan akan terlihat juga oleh orang lain. Apakah aku sudah kehilangan itu, Sum?"


"Saya nggak tau, Bu!"


"Ayolah, jawab saja! Apakah aku sudah tidak memiliki hasrat?"


"Sssaya kira anu...ibu pasti pppunya."


"Hmmm, begitu ya. Jadi menurutmu aku ini wanita ayu muda yang baik, punya daya tarik dan pasti memiliki hasrat. Begitu kan, Sum?"


"Iiiya, Bu!"


"Kamu jujur kan, Sum?"


"Iiiya...Bu."


"Coba kamu jelaskan padaku, Sum! Siapa yang sesungguhnya tidak jujur? Kamu atau suamiku? Kalau kamu memang jujur suamiku pasti tidak akan mengendap-endap masuk ke kamarmu. Kalau kamu jujur suamiku tidak mungkin berpaling dan bermain cinta denganmu. Benar kan, Sum? Benar kan?"


Sum terdiam. Tangis berhambur di pagi yang masih muda ini. Dua wanita tengah berbagi air mata untuk luka yang berbeda.


"Aku tidak menyalahkanmu, Sum. Aku juga tidak membencimu. Aku harap kamu tidak menganggap aku telah mengusirmu. Tapi bagaimanapun kamu memang harus pergi. Kamu mengerti kan, Sum?"


Sum mengangguk pelan. Hanya itu yang bisa dia lakukan.


Cirebon, 14 September 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun