Ketiga, ketimpangan global, teknologi hijau dan kebijakan keberlanjutan sering kali lebih mudah diakses oleh negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang menanggung beban lingkungan dan sosial. Sebab produksi kendaraan listrik membutuhkan bahan baku seperti lithium yang sebagian besar diekstraksi dari negara berkembang. Proses ekstraksi ini sering kali merusak lingkungan setempat dan menciptakan konflik sosial tanpa memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal, bahkan makin memperburuk kondisi masyarakat lokal. Misal dalam hal perdagangan karbon yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon secara global. Sistem ini akan merugikan negara berkembang sebagai penyedia kredit karbon yang akan dirugikan dari sisi ekonomi, karena biaya yang murah.
MacKenzie & Pritchard (2021) mengkritik penggunaan hutan sebagai alat "perbaikan karbon" karena dianggap tidak adil, terutama ketika masyarakat pedesaan miskin harus mengorbankan mata pencaharian mereka demi kepentingan negara atau individu kaya yang tetap mengkonsumsi bahan bakar fosil. Contoh ketidakadilan ini meliputi pembatasan akses sumber daya hutan, pemindahan masyarakat, perampasan lahan, dan asimilasi budaya. Secara ekologis, pendekatan ini juga merugikan karena mengabaikan nilai lingkungan lain, seperti keanekaragaman hayati dan integritas ekosistem, serta menunda pengurangan emisi GRK langsung. Kritik ini tidak hanya menyoroti dampak pelaksanaan yang buruk, tetapi juga desain strategi "perbaikan karbon" yang lebih mengutamakan pengimbangan emisi daripada pengurangan langsung (Vian, dkk, 2010).
Metanoia Lingkungan: Perubahan StrukturÂ
Metanoia dapat diartikan sebagai bentuk pertobatan. Maka metanoia lingkungan sebagai upaya untuk kembali hidup selaras dengan alam, tanpa melakukan tindakan-tindakan yang merugikan lingkungan lagi. Pertobatan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Kalangan moralis, berpandangan bahwa perlu untuk melakukan perubahan perilaku manusia dengan alam, maka solusinya adalah dengan mengkampanyekan etika lingkungan ekosentrisme. Berbeda dengan kalangan moralis, kalangan marxis berpandangan bahwa pertobatan harus dilakukan dengan menuntut mereka (kapitalis) untuk bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan, dilakukan dengan menghentikan proses eksploitasi. Kalangan marxis meyakini bahwa pemulihan lingkungan tidak dapat diperbaiki hanya dengan mempercayai kemampuan kapitalisme untuk beradaptasi atau berkembang sesuai dengan tuntutan hijau (Naomi, 2010). Artinya perubahan struktur ekonomi, hukum, politik yang berwatak kapitalis menjadi sebuah keharusan.
Senada dengan pernyataan Chico Mendes---seorang aktivis lingkungan Brazil, baginya  "Environmentalism without class struggle is just gardening." Pernyataan ini memiliki makna bahwa upaya untuk memperbaiki dan menjaga lingkungan akan akan sia-sia jika akar masalahnya (struktur ekonomi yang tidak adil) tidak diatasi. Menyelesaikan akar masalahnya dilakukan dengan mengubah struktur ekonomi, sosial, dan politik yang berwatak kapitalistik
Referensi:
Foster, John, Brett Clark, and Richard York. The Ecological Rift: Capitalism's War on the Earth, 2011.
Halit GZELSOY. "Kohei Saito, Marx in the Anthropocene: Towards the Idea of Degrowth Communism (Cambridge University Press, 2023, 276 Pp.)." Social Review of Technology and Change 2, no. 1 (2024): 104--7.
Magdoff, Fred, and John Bellamy Foster. Lingkungan Hidup Dan Kapitalisme: Sebuah Pengantar. Lingkungan Hidup Dan Kapitalisme: Sebuah Pengantar. Cetakan I. Serpong: CV. Marjin Kiri, 2018.
Naomi Alisa Calnitsky. "The Ecological Rift -- Capitalism's War on the Earth, by John Bellamy Foster, Brett Clark, and Richard York. New York: Monthly Review Press, 2010. $17.95 U.S.; Paper. ISBN: 978-1-58367- 218-1. Pages: 544." Environmental Politics, 2012, 285--87. https://doi.org/10.1080/09644016.2012.671611.
Suseno, Frans Magnis. Pemikiran Karl Marx "Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme." Cetakan ke. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999.