Mohon tunggu...
Ramdan Hamdani
Ramdan Hamdani Mohon Tunggu... Guru, Penulis -

Nama Lengkap : Ramdan Hamdani, S.Pd\r\nPekerjaan : Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Masalah Sosial,\r\nBlog : www.lenteraguru.com\r\nNo Kontak : 085220551655

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulitnya Melupakan "Mantan"

27 Agustus 2018   08:06 Diperbarui: 27 Agustus 2018   08:27 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Lebih baik tak pernah mengenalmu daripada aku harus melupakanmu. Hirup mah peurih lurr !". Ungkapan tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak  tulisan bergambar (meme) yang biasa kita temukan di media sosial dan cukup disukai oleh para netizen. 

Tulisan semacam ini juga dapat dengan mudah kita temukan di bagian belakang truk atau bus antar kota, lengkap dengan gambar seorang wanita berpenampilan menarik. 

Bagi sebagian kalangan, tulisan tersebut mungkin hanya bentuk kegenitan atau keisengan sang sopir semata. Namun, bagi orang -- orang tertentu yang memiliki pengalaman hidup yang cukup berkesan dengan orang yang pernah mereka cintai, tulisan semacam ini tentunya bisa membuka luka lama.

Melupakan mantan kekasih memang merupakan satu hal yang cukup sulit untuk dilakukan, terlebih apabila kita memiliki pengalaman manis saat bersamanya. Masa -- masa indah saat berada disisinya tak akan pernah bisa dilupakan sampai kapan pun juga, sekalipun saat ini mungkin telah memiliki pendamping hidup masing -- masing. 

Tak hanya itu, saat kita meresa kecewa atau memiliki persoalan dengan pasangan hidup kita saat ini, mantan adalah salah satu orang yang sering kali terbersit dalam pikiran kita. Namun, kenyataan bahwa sang  mantan tengah hidup bahagia dengan pasangannya saat ini atau mungkin telah meninggalkan dunia ini merupakan hal yang cukup berat untuk dihadapi.

Kerinduan terhadap sosok sang mantan sebagaimana penulis gambarkan di atas memang bukan tanpa alasan. Mantan yang sulit untuk dilupakan tentunya adalah sosok yang selalu hadir di saat kita membutuhkannya. Memberikan perhatian penuh di saat kita tengah menghadapi kesulitan merupakan hal yang biasa ia lakukan saat dahulu menjalin hubungan. 

Tak hanya itu, sikapnya yang senantiasa berlapang dada saat kita memberi masukan dan tidak marah sedikit pun seakan memberikan kesan bahwa ia lah satu -- satunya orang yang pantas menjadi pendamping hidup kita. Akan tetapi kita pun pada akhirnya harus berbesar hati menerima kenyataan bahwa ia tidak ditakdirkan untuk bersama kita (selama -- lamanya). Yang tertinggal hanyalah kenangan manis nan indah saat masih bersamanya.

Tak jauh berbeda dengan tulisan yang tertera pada bagian belakang kendaraan sebagaimana penulis jelaskan pada paragraf pertama, tulisan berbunyi "Piye kabare ? Enak jamanku to?" pun menjadi salah satu tulisan favorit para sopir truk, lengkap dengan gambar mantan Presiden Soeharto yang tengah melambaikan tangannya. 

Namun, tulisan tersebut tentunya bukanlah bentuk keisengan sang pemilik kendaraan, melainkan suara hati  (sebagian) masyarakat yang menganggap kondisi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto jauh lebih baik dibandingkan kondisi saat ini. Tulisan tersebut juga sekaligus merupakan "tamparan" sekaligus tantangan bagi pemerintahan saat ini yang (dianggap) gagal dalam merealisasikan janji -- janji politiknya untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Jika kita mengenang kembali masa-masa kecil kita beberapa puluh tahun silam, tulisan yang diidentikkan dengan pertanyaan almarhum Pak Harto tersebut memang ada benarnya. Penulis yang saat itu masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) merasakan betul bagaimana kondisi kehidupan masyarakat yang tidak terlalu sulit untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sekalipun penghasilan yang mereka dapatkan setiap bulannya tidaklah terlalu besar. 

Penulis sendiri berasal dari keluarga kurang mampu dimana ayah yang saat itu berprofesi sebagai penjual barang bekas di pinggir jalan harus bekerja keras menghidupi kelima anaknya. 

Namun, sesulit -- sulitnya hidup pada zaman itu, kebutuhan pokok sehari - hari tetap dapat dipenuhi oleh sang ayah tanpa harus berurusan dengan pihak bank, terlebih bank keliling yang dikenal dengan bunga yang sangat tinggi.

Adapun harga barang kebutuhan pokok yang relatif terjangkau pada zaman itu merupakan salah satu alasan tersendiri yang mengakibatkan (sebagian) masyarakat saat ini ingin "kembali" ke masa lalu yang oleh sebagian kalangan justru dianggap sebagai masa kelam tersebut. 

Semangat untuk senantiasa menabung untuk masa depan pun senantiasa digelorakan di bangku -- bangku sekolah dengan slogan "Rajin Pangkal Pandai, Hemat Pangkal Kaya". Penulis yang saat itu mendapatkan bekal sekolah tidak terlalu besar pun nyatanya masih bisa menyisihkan uang jajan untuk menabung di sekolah.

Selain harga yang relatif terjangkau, ketersediaan bahan kebutuhan pokok sesuai kebutuhan pun menjadi keberhasilan pemerintahan saat itu dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Antrian panjang ibu -- ibu rumah tangga hanya sekedar untuk mendapatkan barang kebutuhan pokok maupun bahan bakar untuk kompor mereka merupakan pemandangan yang hampir tidak pernah penulis temukan pada zaman itu. 

Begitu pun dengan layanan kesehatan dan pendidikan, hanya berbekal Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari aparat setempat, penulis beserta keluarga dapat tetap mengenyam pendidikan dan mendapatkan layanan kesehatan dari puskesmas dan rumah sakit terdekat sebagaimana mestinya.

Prestasi lain yang patut dibanggakan pada zaman Pak Harto adalah kualitas tayangan media, khususnya media elektronik. Pada zaman itu hampir tidak pernah ditemukan tayangan televisi yang berpotensi merusak moral generasi muda seperti saat ini. Penulis tidak pernah menyaksikan tayangan sinetron dengan para pemain yang dengan sengaja memperlihatkan auratnya.

Tayangan yang disuguhkan pada saat itu justru mendukung tumbuhnya kecintaan masyarakat terhadap budayanya. Penulis masih mengingat betul betapa menghiburnya acara mingguan "Inohong di Bojong Rangkong" serta acara pementasan wayang dengan dalang yang sangat tersohor. Selain itu tayangan -- tayangan yang mendukung terciptanya iklim belajar di kalangan pelajar pun benar -- benar dipertahankan.

Dari beberapa hal yang penulis gambarkan di atas, mungkin ada beberapa pihak yang tidak sependapat. Sebagian pihak mungkin ada yang memandang Orde Baru sebagai masa kelam dimana kebebasan berpendapat hampir tidak pernah ditemukan di bumi nusantara. Namun, bagi penulis pribadi, setiap pemerintahan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing -- masing. 

Dalam konteks inilah kita perlu banyak belajar dari para pemimpin terdahulu agar kesalahan yang sama tidak terulang. Adapun hal -- hal baik yang telah dicontohkan oleh mereka sudah selayaknya dipertahankan. Sikap selalu menyalahkan (para) pemimpin terdahulu tanpa disertai dengan kemampuan untuk memberikan yang lebih baik bagi masyarakat saat ini bukanlah sikap seorang negarawan.

Berkaitan dengan persoalan kepemimpinan di negeri ini, kita juga tidak berhak melarang masyarakat saat ini untuk membanding-bandingkan gaya kepemimpinan kepala negara saat ini dengan kepala -- kepala negara sebelumnya. Setiap orang tentunya memiliki pengalaman yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini dikarenakan demokrasi yang kita jalankan saat ini belum mampu mengangkat harkat dan martabat rakyat sebagaimana mestinya. 

Sebaliknya, demokrasi justru (terkesan) dibajak oleh para pemodal sehingga "anak kandung" demokrasi pun tak jarang diwarnai oleh para koruptor, pelaku tindak asusila, bandar narkoba serta penjahat --penjahat kelas kakap lainnya. Reformasi yang dahulu diharapkan mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik pun nampaknya belum mampu memberikan "buah manis" sebagaimana yang diharapkan. (Dimuat di Koran Pasundan Ekspres Edisi 27 Agustus 2018)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun