Mohon tunggu...
Rama Yanti
Rama Yanti Mohon Tunggu... Human Resources - Profesional dan penulis

Perduli terhadap kemanusiaan. Selalu ingin berbuat baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kali ini Siapa Lagi yang Terkena Fitnah?

7 September 2018   10:05 Diperbarui: 7 September 2018   10:20 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dua pemilihan presiden (Pilpres) terakhir 2014 dan menyongsong 2019, arus fitnah demikian deras mengalir, seperti diciptakan oleh sebuah pabrik dan didistribusikan melalui grup 'pasar' pesan elektronik  seperti wa, telegram, signal private message dll.

Dari 'distributor' itu kemudian disebarkan ke pasar umum yang bernama media sosial (medsos). Ada juga yang menyebutnya sosial media (sosmed). Apapun namanya, tetap sama dan serupa. Ada tiga medsos yang paling populer: Facebook (FB), Twitter, dan Instagram (IG).

Di FB biasanya dilempar melalui grup dan akun pribadi. Umumnya akun palsu. Ada juga akun pribadi. Sementara di Twitter dan IG selalu melalui akun pribadi, tetapi umumnya palsu alias bodong. Di Twitter biasanya diretweet berulang-ulang, kadang oleh akun palsu kadang juga akun asli oleh para buzzer. Begitu juga di FB dan IG dibagikan berkali-kali. Juga dalam bentuk brosur dan barang cetakan lainnya seperti Obor Rakyat.

Selain dibagikan berkali-kali juga digoreng berkali-kali dengan berbagai macam wadah, oleh orang yang sama, kadang juga oleh orang yang berbeda. Orang yang agak bodoh, lalu fitnah itu dimodifikasi dalam bentuk narasi atau gambar. Kemudian berujung di penjara.

Mesin pembuat fitnah atau pabrik fitnah itu, seperti hantu. Ada tapi tidak terlihat. Yang terasa adalah hasil kerjanya dan korbannya. Sang korban kemudian menyesal setelah ditangkap polisi, karena memenuhi syarat pelanggaran undang-undang.

Saya amati, umumnya yang terkena fitnah adalah Joko Widodo (Jokowi) dan orang-orang yang terkait atau diasumsikan terkait dengan Jokowi. Seperti misalnya fitnah yang menyebutkan Jokowi adalah PKI. Yang kemudian diluruskan oleh Jokowi dengan ucapan, "Masa ada PKI balita."

Belakangan muncul fitnah di medsos bahwa Jokowi tidak memiliki asal usul keturunan yang jelas. Dan dibumbui bahwa Jokowi tidak berani melakukan test DNA. Juga difitnahkan bahwa ibunda Jokowi adalah PKI.

Fitnah lainnya, adalah pemerintahan Jokowi menyediakan 10 juta lapangan kerja untuk tenaga kerja asing yang berasal dari China. Padahal dalam janji kampanyenya tenaga kerja 10 juta itu untuk rakyat Indonesia. Sudah berkali-kali dibantah oleh pemerintah. Tetapi tetap dihembuskan terus dan 'digoreng' berulang-ulang.

Ada ribuan fitnah yang bertebaran di medsos. Dan celakanya, ada yang mempercayainya dengan memberikan komentar, seolah-olah itu benar. Lalu digiring.

Kemudian terkait dengan maraknya tagar #2019GantiPresiden, yang menimbulkan gejolak di dalam masyarakat di sejumlah daerah, antara lain di Surabaya dan Pekanbaru, muncul fitnah baru, bahwa akan terjadi pembunuhan secara acak yang digerakkan oleh seorang jenderal bintang empat. Jenderal yang difitnah itu adalah Jenderal (purn) AM. Hendropriyono.

Fitnah yang dihembuskan di Twitter oleh akun @detektifupin pada 27 Agustus 2018 itu, menyebutkan, "Malam ini akan ada rapat tertutup antara Hendropriyono dan Ka Bin di kalibata | jenderal merah pendukung Jokowi sedang rencanakan pembunuhan secara acak pemakai kaos #2019GantiPresiden untuk memancing amarah massa | waspadai pancingan Chaos tingkat tinggi | *invovalid".

Pada 28 Agustus, twit tersebut sudah dikomentari 224 kali, diretweet 877 kali, dan di-like oleh 1.702 akun. Belakangan, setelah menyebar fitnah tersebut, akun @detektifupin sepertinya sudah tidak aktif. Tapi fitnah itu sudah menyebar ke 57 ribu akun, sesuai dengan jumlah follower akun tersebut.

Bayangkan, bila kemudian ada korban pembunuhan mengenakan kaos #2019GantiPresiden, maka tersangka pertama adalah Jenderal AM. Hendropriyono. Setidaknya orang-orang akan menuding yang bersangkutan karena sudah disebutkan.

Dalam ilmu psikologi, hal tersebut adalah bagian dari manipulasi psikologi. Mempengaruhi pikiran orang bahwa rezim yang berkuasa saat ini adalah penguasa yang tidak benar. Dan dalam perang propaganda, hal itu bernama Psy War (perang psikologi atau perang urat syaraf).

Fitnah tentu sangat berbahaya bila ada yang termakan. Karena fitnah adalah jahat, mari kita bersama-sama menghindari fitnah dan berhenti membuat fitnah. Fitnah adalah bagian dari peradaban terbelakang.

(Oleh Ramayanti Alfian Rusid S.Psi. MM.Kom-pengamat sosial politik dan parapsikologi tinggal di Jakarta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun