Aku pernah dengar dari seorang Mas-Mas berpakaian rapi membawa tas kerja, duduk di sebuah warung soto sambil berbicara dengan temannya, aku mendengar samar-samar dia bilang,"Enakan dulu pas masih SMA ya, nggak pusing kaya gini".
Sontak aku yang saat itu masih duduk di bangku kelas tiga SMA pun agak terkejut mendengarnya, dalam hati aku hanya berkata,"Apanya yang enak, mikirin mau masuk kampus mana aja udah bikin pusing". Memang saat itu momen di warung soto bertepatan dengan H-2 bulan ujian masuk kampus, hal tahunan yang selalu bisa membuat anak-anak kelas tiga stres.
Tapi memang kalo harus ditarik kebelakang, masa-masa SMA adalah masa yang paling berkesan bagi saya selama dua belas tahun mengikuti pendidikan formal.
Di SMA mungkin kita akan mengalami masa-masa peralihan dan menjadi sedikit naif dan keras kepala, saya sendiri pun mengalaminya ada perasaan seperti sudah menjandi orang dewasa yang bisa menentukan pilihannya sendiri.Â
Disamping itu saya juga mulai merasakan kuatnya rasa persahabatan dan pahit-manisnya percintaan, sebuah hal klasik yang akan selalu diceritakan orang tua kepada anaknya, untuk sekedar mengenang masa remaja mereka.Â
SMA memang masa yang indah untuk dikenang, tidak jarang ada yang bilang mereka mau mengulanginya sekali lagi, untuk melakukan yang hal-hal dulu belum pernah mereka coba. Namun mau dikata apa jarum jam tak pernah berputar ke kiri, waktu yang hilang tak pernah kembali.
Tapi jika ditanya pada siswa yang sudah memasuki tahun terakhir, rasanya masa-masa indah di SMA hanya berlangsung dua tahun saja, masa penghujung di kelas tiga terasa begitu berat karena harus mulai memikirkan apa yang harus dilakukan selepas masa ini berakhir.Â
Banyak siswa pusing dalam menetukan jurusan atau kampus yang ingin dituju, ditambah lagi rangkaian ujian tulis maupun praktik yang begitu padat siap menanti di depan mereka. Keadaan inilah yang membuat banyak siswa stres dan bimbang dalam menetukan skala prioritas, tekanan pun semakin memuncak ketika mendekati waktu ujian masuk perguruan tinggi.Â
Tak jarang mereka mengalami krisis kepercayaan pada kemampuan mereka sendiri. Masalah inilah yang sebenarnya ada dan banyak dihadapi para siswa, namun masih banyak juga yang kurang peduli bahkan tidak mengerti bahwa masalah semacam ini memang ada.
Masa SMA identik dengan seragam putih abu-abu, sehingga masa SMA sering juga disebut masa putih abu-abu, warna abu-abu sendiri menurut saya mengambarkan kebimbangan, karena berada ditengah-tengah antara warna hitam dan putih.Â
Rasanya warna ini sangat pas untuk mengambarkan apa yang sedang dialami siswa kelas tiga, yang penuh akan dilema karena pilihan apapun yang diambil akan sangat menentukan kedepannya, apakah ini alasan seragam SMA berwarna demikian, entahlah tidak ada yang tahu.
 Inilah sisi lain dari masa SMA yang terkenal indah, banyak yang belum menyadari bahwasanya remaja membutuhkan bimbingan lebih terutama pada saat krusial seperti masa ini. Banyak remaja yang hilang arah atau bahkan tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
Warna abu-abu yang seharusnya berganti jadi warna jaket almameter dambaan, seketika berubah menjadi warna suram yang diikuti bayang-bayang kegagalan, di titik inilah remaja baru merasakan akibat dari kebimbangannya karena terlalu banyak variabel yang harus dipilih.
Lantas bagaimana solusi agar dilema para siswa ini bisa teratasi dan tidak menjandi bumerang bagi diri mereka sendiri. Peran sekolah dan orang tua sangat diperlukan dalam hal ini, sekolah berfungsi sebagai wadah pemberi informasi dan bimbingan, sedangkan orang tua berperan sebagai pihak pengawas dan pemberi dukungan atas pilihan anaknya.
Agar nantinya anak (dalam hal ini siswa) mempunyai petunjuk arah dalam menentukan masa depan, sehingga mereka tidak menyesal dikemudian hari.Â
Dengan adanya informasi yang cukup serta dukungan, diharapkan para siswa tidak lagi bimbang akan hal semacam ini, sehingga mereka bisa menikmati masa-masa SMA mereka dengan sepenuh hati. Sebelum nantinya mereka ke jenjang yang lebih tinggi atau terjun langsung ditengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H