http://m.okezone.com/read/2014/06/02/33/993072/olga-sempat-ketakutan-terjangkit-virus-hiv
http://sosok.kompasiana.com/2014/06/05/olga-syahputra-kena-hiv-656861.html
http://unik6.blogspot.com/2015/03/penyebab-olga-syahputra-meninggal.html
http://forum.detik.com/olga-takut-kena-virus-hiv-t956916.html
http://www.lensaindonesia.com/2015/03/27/netizen-menduga-olga-meninggal-akibat-hivaids.html
Pencantuman link-link di atas, hanya untuk mempertegas, kabar Olga Syahputra meninggal dunia karena HIV/AIDS bukan kabar-kabur. Saya tidak mau merinci, bagaimana sangkaan dan dugaan kuat seputar sebab-musabab kematian Olga. Link-link di atas cukup memberi gambaran tentang itu.
Ini adalah momentum yang baik untuk mengingatkan para pelaku seksual sesama jenis alias kaum homoseksual (juga lesbian), agar lebih waspada. Perilaku seks menyimpang dengan dalih apa pun, sejatinya menyimpan satu ancaman nyata bagi kelangsungan hidup si pelaku.
Lebih penting dari itu semua, sejatinya ini peringatan kepada lembaga negara maupun LSM yang bergiat aktif memerangi perilaku seksual menyimpang, maupun yang memiliki concern memendung wabah HIV/AIDS. Mereka harus menyelidiki (dengan jaringan dan kewenangan yang ada) untuk lebih memastikan ihwal kematian Olga.
Jika benar karena HIV/AIDS, lembaga ini harus mengumumkannya kepada publik. Bukan untuk maksud apa pun, tetapi hanya satu maksud: Peringatan kepada bangsa ini untuk menjauhi semua hal yang bisa mengakibatkan terjangkit virus HIV/AIDS.
Kampanye penyegahan HIV/AIDS selama ini, saya liat seperti membentur tembok. Kampanye gencar (dengan berbagai media dan sarana maupun alat peraga) di sisi lain, sementara media televisi justru menyuburkan (dan mengakomodir) para artis yang memiliki kecenderungan homo.
Tidak jarang, candaan seputar “kesukaan seorang artis kepada sesama jenis” begitu vulgar. Idiom-idiom seperti “cucok”, atau perilaku lain yang khas, sudah menjadi hal biasa. Artis-artis tenar seperti Nazar, beberapa kali di-olok-olok seputar kecenderungannya menyukai sesama jenis, ironisnya, bukan dibantah, melainkan seperti diiyakan oleh Nazar.
Mantan presenter Jeremy Teti, membuat pemirsa makin terbelalak, demi mengetahui “keanehan”-nya dalam hal orientasi seksualnya. Diledek teman artis, atau saat disinggung-singgung soal kesukaannya pada sesama-pria, Jeremy tidak menampik. Ia justru menikmati.
Tayangan-tayangan seperti itu, hampir terumbar setiap hari, berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun.... Ini seperti “kampanye cinta sesama jenis”. Entah apa maksud para presenter dan artis mengumbar hal-hal menyimpang di depan kamera.
Saya pun berpikir, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), atau Kemen Kominfo, bisa digandeng Kemenkes atau lembaga lain di bawah binaan pemerintah maupun swasta yang bergiat di bidang pencegahan HIV/AIDS. Demi menekan angka pertumbuhan AIDS, KPI seyogianya mem-black-list artis dan presenter televisi yang terbukti maupun terindikasi homoseksual.
Dengan demikian, panggung siaran televisi yang ditonton masyarakat berbagai kalangan, tidak dijadikan ajang “kampanye homoseksual”, bagi para artis, presenter yang mendukung maupun yang berperilaku homo. Celakalah kalau anak-anak laki-laki di Indonesia pengidola Jeremy, Nazar, dan artis-artis "lelaki melambai" lain, lantas menirukan gaya bicara dan perilaku mereka. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H