Mendorong seseorang untuk menjalankan tanggung jawab dan perannya sebagaimana mestinya, sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
- Makna:
Melakukan sesuatu dengan cara yang benar dan sesuai dengan kodrat atau hukum alam. - Penerapan:
Dalam pekerjaan, prinsip ini mendorong seseorang untuk memenuhi kewajibannya dengan benar, tanpa menyimpang dari aturan.
6. Sak-penake (Seenaknya)
Prinsip ini mengajarkan untuk menemukan kenyamanan atau cara yang mudah dalam menjalani hidup, tanpa memberatkan diri atau orang lain.
- Makna:
Hidup dengan santai namun tetap bertanggung jawab, menghindari tekanan yang tidak perlu. - Penerapan:
Dalam menghadapi masalah, seseorang akan mencari solusi yang paling sederhana dan praktis, tanpa membuatnya menjadi lebih rumit.
Prinsip 6 SA versi Ki Ageng Suryomentaram ini merupakan pedoman untuk menjalani hidup yang harmonis dan seimbang, dengan menghindari sikap berlebihan, baik dalam memenuhi kebutuhan fisik maupun batin. Ajaran ini relevan dalam kehidupan modern untuk mengurangi tekanan, keserakahan, dan konflik, baik di lingkungan individu maupun sosial.
Mengapa Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan Enam SA?
Ki Ageng Suryomentaram, seorang tokoh Jawa terkemuka, terkenal dengan refleksi filosofisnya yang mendalam, terutama yang berkaitan dengan jiwa manusia, pengembangan diri, dan tatanan masyarakat. Salah satu ajarannya yang paling berpengaruh terangkum dalam apa yang dikenal sebagai "Enam SA", atau "Enam SA", yang berfungsi sebagai panduan untuk pengembangan diri dan masyarakat. Prinsip-prinsip ini-Sa-butuhne, Sa-perlune, Sa-cukupe, Sa-benere, Sa-mesthine, dan Sak-penake-bukan hanya gagasan abstrak, tetapi juga merupakan alat praktis untuk mentransformasi individu dan masyarakat. Untuk memahami mengapa Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan keenam prinsip tersebut, kita perlu melihat lebih dekat pandangan hidupnya, gagasannya tentang kehidupan yang beretika, dan komitmennya dalam memerangi korupsi, keserakahan, dan ketidakseimbangan dalam masyarakat.
Ajaran Ki Ageng Suryomentaram berakar pada filosofi Jawa, yang sangat terkait dengan gagasan tentang kedamaian batin, harmoni, dan pertumbuhan spiritual. Dalam pandangannya, manusia secara inheren terhubung dengan tatanan kosmik yang lebih besar, dan tindakan, perilaku, serta niat mereka harus selaras dengan tatanan ini untuk mewujudkan masyarakat yang seimbang dan adil. Oleh karena itu, ajarannya tentang "Enam SA" dirancang tidak hanya untuk meningkatkan hubungan individu dengan diri mereka sendiri, tetapi juga untuk membangun rasa tanggung jawab sosial dan kesejahteraan bersama.
Konsep "Enam SA" ini, diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram untuk menjelaskan prinsip hidup yang harus dimiliki seseorang, guna memperoleh kebahagiaan (Prabaningrum, 2018). Menurutnya di dunia ini tidak ada yang pantas untuk dicari dan dihindari secara mati-matian atau berlebihan. Banyak orang beranggapan kebahagian dapat diraih apabila segala keinginan dalam hidupnya dapat tercapai, dan jika tidak maka akan celaka hidupnya. Sebuah keinginan jika tercapai akan menimbulkan rasa senang, namun tidak bertahan lama, padahal keinginan itu sifatnya mulur (terus bertambah). Sebaliknya jika keinginan tidak tercapai akan menimbulkan rasa kecewa, sedih, marah atau mungkret (menyusut). Mungkret ini dalam artian apa yang diinginkan menjadi berkurang baik secara kualitas atau kuantitasnya, sehingga memunculan rasa kecemasan (Ki Ageng Suryomentaram, 2002). Â Seseorang yang mampu menerapkan konsep "Enam SA" dalam kehidupannya secara konsisten akan mengantarkan kepada ketentraman. Karena seseorang yang menerapkannya tidak akan merasa dituntut dan tidak akan merasa mempunyai saingan untuk mendapatkan seseuatu tersebut (Afif & Dkk., 2019). Dengan melakukan olah Kawruh Jiwa sebagai media dalam olah rasa memberikan kontribusi bagi pengembangan kesejahteraan dan kualitas hidup yang berbasiskan pada rasa sebagai landasan instrospeksi diri. Rasa merupakan intisari manusia dan titik tertinggi dalam kehidupan rohani sebab adanya tali hubungan yang kuat antara mahluk dan Tuhannya (Kholik, 2017).Â
Bagaimana Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri
1. Sa-butuhne: Bertindak Sesuai Kebutuhan
Sa-butuhne, atau sesuai kebutuhan, adalah prinsip pertama, yang menekankan betapa pentingnya mengenali kebutuhan daripada kesenangan. Konsep ini membahas kecenderungan manusia untuk berlebihan dan memanjakan diri, mendorong orang untuk mempertimbangkan apa yang benar-benar dibutuhkan untuk kelangsungan hidup, kemajuan, dan kebahagiaan. Dengan menerapkan prinsip ini, seseorang belajar untuk menghilangkan keinginan yang berlebihan dan berkonsentrasi pada apa yang penting. Hal ini membantu menghindari materialisme, yang sering menyebabkan perilaku yang tidak etis seperti keserakahan dan eksploitasi.