Selain itu, integritas akademik juga berarti menghormati hasil kerja dan ide-ide orang lain dengan memberikan atribusi yang tepat dan tidak mengklaim karya orang lain sebagai milik sendiri.
Di luar kehidupan akademik, integritas juga menjadi landasan dalam dunia profesional.Â
Dalam konteks pekerjaan, sarjana yang berintegritas akan selalu berupaya memenuhi standar etika yang tinggi, baik dalam interaksi dengan rekan kerja maupun dalam pengambilan keputusan bisnis atau organisasi. Mereka akan bertindak dengan tanggung jawab, konsistensi, dan mengedepankan prinsip keadilan dan kejujuran.
1. Pengertian Integritas dalam Konteks Akademik
Secara umum, integritas dapat didefinisikan sebagai kualitas moral yang mencakup kejujuran, kebenaran, dan konsistensi antara apa yang seseorang katakan dan lakukan.Â
Di dunia akademik, integritas mencakup hal-hal seperti tidak melakukan plagiarisme, tidak memanipulasi data penelitian, dan tidak melanggar aturan yang telah disepakati dalam komunitas ilmiah. Sarjana yang berintegritas adalah mereka yang mampu menjaga kualitas akademik dan profesionalnya dengan tidak mengorbankan kebenaran demi kepentingan pribadi.
Kebutuhan akan integritas dalam dunia akademik berakar pada kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan dan penelitian.Â
Ketika seorang sarjana melanggar prinsip-prinsip integritas, baik melalui plagiarisme, fabrikasi data, atau tindakan curang lainnya, mereka merusak reputasi tidak hanya diri mereka sendiri tetapi juga institusi dan komunitas ilmiah secara keseluruhan. Tanpa integritas, dunia akademik akan kehilangan landasannya sebagai sumber kebenaran dan kemajuan pengetahuan.
2. Pentingnya Integritas Sarjana Menurut Etika Kantian
Filsafat moral Kantian menawarkan dasar yang kuat untuk memahami pentingnya integritas, terutama bagi sarjana. Kant menekankan bahwa moralitas tidak boleh didasarkan pada hasil atau konsekuensi dari tindakan, melainkan pada motivasi atau niat yang mendasari tindakan tersebut.
 Dalam Imperatif Kategoris yang terkenal, Kant menyatakan bahwa seseorang harus bertindak menurut prinsip-prinsip yang dapat diterima sebagai hukum universal. Artinya, tindakan moral harus dilakukan karena kewajiban moral, bukan karena kepentingan atau tujuan tertentu yang diinginkan.