Kekerasan seksual merupakan salah satu isu serius yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk psikologis, sosial, dan hukum. Dalam konteks pengungkapan kasus kekerasan seksual, para profesional---baik itu jurnalis, pekerja sosial, psikolog, dokter, maupun aparat penegak hukum---berperan penting dalam memastikan bahwa korban mendapat keadilan, perlindungan, dan pemulihan yang layak. Namun, dalam menjalankan tugas tersebut, ada tanggung jawab etis yang harus dipatuhi. Etika profesi menjadi landasan untuk menjaga integritas, martabat korban, dan kredibilitas profesi.
Pengertian Etika Profesi
Etika profesi adalah seperangkat prinsip moral yang menjadi panduan bagi seseorang dalam menjalankan tugas profesionalnya. Prinsip ini mencakup nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak individu. Dalam konteks pengungkapan kekerasan seksual, etika profesi memastikan bahwa tindakan yang diambil oleh para profesional tidak menimbulkan dampak negatif bagi korban maupun masyarakat luas.Â
Prinsip Etika Profesi dalam Pengungkapan Kekerasan Seksual
-Kerahasiaan
Salah satu prinsip utama dalam menangani kasus kekerasan seksual adalah menjaga kerahasiaan identitas korban. Korban kekerasan seksual sering kali menghadapi stigma sosial, sehingga pengungkapan identitas mereka secara sembarangan dapat memperburuk trauma yang mereka alami.
Misalnya, jurnalis yang melaporkan kasus kekerasan seksual harus berhati-hati untuk tidak menyebutkan nama korban, alamat, atau informasi lain yang dapat mengidentifikasi mereka. Demikian pula, pekerja sosial dan psikolog harus mematuhi kode etik profesi yang melarang penyebaran informasi korban tanpa izin.
-Empati dan Sensitivitas
Korban kekerasan seksual sering kali merasa rentan dan malu. Oleh karena itu, para profesional harus mendekati kasus ini dengan empati dan sensitivitas. Dalam wawancara atau pengumpulan data, pertanyaan yang diajukan harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak menimbulkan rasa tertekan atau memperparah trauma.
-Persetujuan (Consent)
Dalam setiap langkah pengungkapan atau penanganan kasus kekerasan seksual, persetujuan korban harus selalu menjadi prioritas. Sebelum memberikan pernyataan kepada media, menjalani pemeriksaan medis, atau memberikan informasi kepada pihak ketiga, korban harus diberikan penjelasan yang jelas dan diberi kebebasan untuk menyetujui atau menolak.
Dalam hal ini, prinsip otonomi individu sangat penting. Profesional harus menghormati hak korban untuk memutuskan bagaimana mereka ingin kasusnya ditangani, termasuk apakah mereka ingin identitasnya dirahasiakan atau dipublikasikan.
-Keadilan dan Non-diskriminasi
Setiap korban kekerasan seksual harus diperlakukan secara adil tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, usia, agama, ras, atau status sosial. Prinsip ini penting untuk memastikan bahwa semua korban mendapatkan akses yang setara terhadap keadilan dan pemulihan.
Profesional, termasuk aparat penegak hukum, harus menghindari prasangka yang dapat memengaruhi proses penyelidikan. Misalnya, menganggap bahwa korban dari latar belakang tertentu lebih rentan untuk berbohong adalah pelanggaran terhadap prinsip keadilan.
-Penghindaran Reviktimisasi
Reviktimisasi adalah situasi di mana korban kembali mengalami trauma akibat proses penanganan kasus, baik melalui pertanyaan yang menyakitkan, perlakuan tidak manusiawi, atau eksposur media yang tidak etis. Profesional harus memastikan bahwa tindakan mereka tidak memperburuk situasi korban.
Sebagai contoh, jurnalis harus menghindari melibatkan korban dalam wawancara yang terlalu intens atau mendramatisasi pengalaman mereka untuk tujuan sensasionalisme. Demikian pula, aparat hukum harus memastikan bahwa korban tidak perlu memberikan kesaksian berulang kali di lingkungan yang tidak mendukung.
Tantangan dalam Menegakkan Etika Profesi
Meskipun prinsip-prinsip di atas penting, penerapannya sering kali menghadapi berbagai tantangan, antara lain:
-Sensasi Media
Dalam beberapa kasus, media lebih fokus pada aspek sensasional daripada memberikan informasi yang mendidik. Hal ini sering kali mengorbankan privasi korban demi meningkatkan rating atau perhatian publik.