Pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata "maju". Hal ini dibuktikan dari berbagai survey internasional terkait dengan pendidikan. Bukti dari kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah di antaranya terlihat pada hasil PISA (Programme for International Student Assesment) pada tahun 2018. PISA adalah tes yang diberikan kepada peserta didik dari berbagai negara yang ikut serta untuk menilai kemampuan membaca, matematika, dan sains di negara-negara tersebut.Â
Berdasarkan hasil yang diperoleh, Indonesia menempati peringkat 10 terendah dari 78 negara. Selain itu, survei dari PERC (Politic and Economic Risk Consultan) menyebutkan kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Tidak cukup sampai di situ, menurut data yang dipublikasi oleh World Population Review pada tahun 2021, Indonesia masih berada di peringkat ke-54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan di dunia. Hal tersebut sangat disayangkan karena pendidikan merupakan pilar suatu bangsa. Pendidikanlah yang meniscayakan kualitas sumber daya manusia yang baik.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim berupaya memperbaiki pendidikan di Indonesia dengan meluncurkan Kurikulum baru, Kurikulum Sekolah Penggerak. Kurikulum ini bisa dikatakan dapat mengarahkan pendidikan di Indonesia ke arah yang tepat. Namun, sebelum itu, kita perlu tahu terlebih dahulu bagaimana kurikulum dapat mempengaruhi kualitas pendidikan. Kurikulum bisa diibaratkan sebagai peta dalam suatu perjalanan.Â
Peta memberikan petunjuk dan pedoman bagi pengemudinya sehingga kita dapat sampai ke tujuan. Tanpa peta yang baik, kita tidak dapat sampai ke tujuan dengan cepat, bahkan bisa membuat kita tersesat dan tidak akan pernah sampai ke tujuan. Tujuan pendidikan Indonesia seperti yang tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan begitu, kualitas pendidikan sejalan dengan kurikulum yang diterapkan.
Pola Perubahan Kurikulum di Indonesia
Kurikulum di Indonesia berubah dari masa ke masa. Setiap perubahan kurikulum mengupayakan perbaikan pada berbagai problematika yang ada di kurikulum sebelumnya. Perubahan kurikulum dilakukan untuk mencari formula yang tepat untuk pendidikan di Indonesia. Dalam setiap perubahan memiliki pola yang dapat dilihat yaitu adanya simplifikasi, desentralisasi, dan sejalan dengan perkembangan zaman. Simplifikasi terlihat dari materi pembelajaran pada setiap perubahan kurikulum semakin ke sini semakin sedikit, artinya peserta didik semakin diringankan beban pelajarannya dan dapat lebih berfokus pada materi pembelajaran yang lebih penting.
Pola selanjutnya adalah adanya desentralisasi. Desentralisasi tersebut terbagi dua, yaitu desentralisasi kewenangan dan desentralisasi dalam proses pembelajaran. Desentralisasi kewenangan adalah kewenangan untuk melaksanakan pendidikan yang sebelumnya hanya dimiliki oleh pemerintah menjadi dimiliki oleh sekolah, semakin ke sini, kurikulum membuat kewenangan sekolah semakin lebih banyak. Desentralisasi lainnya adalah desentralisasi dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam kurikulum KTSP dan sebelumnya pembelajaran berfokus pada guru. Dahulu, guru merupakan sosok sentral dalam pemberian materi pembelajaran. Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu mengupayakan berkembangnya keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Pola terakhir adalah sejalan dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari masuknya pelajaran baru untuk peserta didik yang sesuai dengan perkembangan teknologi, seperti TIK, dan perkembangan industri, seperti berbagai jurusan baru di sekolah kejuruan. Dengan begitu, sebenarnya perubahan kurikulum sudah bergerak ke arah yang lebih baik. Namun, timbul satu pertanyaan yaitu mengapa kualitas pendidikan Indonesia masih jauh dari kata "baik"?
Kalau kurikulum diibaratkan sebagai peta, seperti yang sudah dijelaskan, maka kurikulum-kurikulum sebelumnya sudah berupaya bergerak ke tujuan tetapi mengambil jalan yang jauh, akibat dari berbagai problematika pendidikan yang belum dapat diselesaikan oleh kurikulum-kurikulum tersebut. Oleh karena itu, kemajuan pendidikan terasa lambat, bahkan terlihat mundur jika dibandingkan perkembangan kualitas pendidikan di negara lain. Nadiem Makarim mencoba mencari jalan yang lebih cepat, sehingga mengarahkan pengemudi dengan tepat ke tujuan, dengan menciptakan Kurikulum Sekolah Penggerak.
Kurikulum Sekolah Penggerak dan Problematika Pendidikan di Indonesia
Kurikulum Sekolah Penggerak mencoba menjadi jawaban dari berbagai problematika pendidikan di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air tercinta ini. Setidaknya terdapat empat problematika pendidikan fundamental yang ingin diselesaikan oleh kurikulum ini. Â Problematika pertama adalah mata pelajaran sekolah yang padat, materi pembelajaran yang terlalu banyak, dan tidak esensial. Kurikulum Sekolah Penggerak menyelesaikan permasalahan ini dengan menyederhanakan materi pembelajaran yang terlalu banyak menjadi materi pembelajaran yang lebih esensial dan lebih fundamental bagi peserta didik untuk mereka pelajari.
Materi pembelajaran yang dipelajari peserta didik merupakan materi pembelajaran yang dapat berguna bagi mereka di kemudian hari. Model pembelajaran dalam kurikulum ini berbasis pada tema dan kontekstual sehingga manfaat yang diperoleh benar-benar nyata. Contoh dari model tersebut adalah dalam pelajaran sosiologi mengenai penyimpangan sosial, peserta didik diberikan berita kasus korupsi untuk dijadikan materi pembelajaran mereka. Hal tersebutlah yang ditekankan pada materi pembelajaran di Kurikulum Sekolah Penggerak.
Problematika kedua adalah kurikulum terdahulu tidak memuaskan minat dan bakat peserta didik. Kurikulum terdahulu memberikan pilihan terbatas kepada peserta didik dalam mengembangkan minat dan bakat mereka. Kurikulum Sekolah Penggerak menyediakan pilihan yang lebih banyak kepada peserta didik dengan memberikan ruang untuk mengasah bakat di luar sekolah karena simplikasi materi pembelajaran sehingga waktu mereka tidak habis untuk pelajaran di sekolah dan membebaskan pilihan mata pelajaran yang ingin diambil oleh peserta didik di sekolah.Â
Contoh dari penerapannya yaitu pada kelas 11 dan kelas 12 SMA, peserta didik tidak terbagi menjadi tiga kelompok yaitu IPA, IPS, dan Bahasa, seperti di kurikulum sebelumnya, tetapi bisa memilih mata pelajaran dari IPA, IPS, Â dan Bahasa secara bebas. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan pendidikan diselenggarakan secara berkeadilan, demokratis, nondiskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, nilai kemajemukan bangsa. Oleh karena itu, Kurikulum Sekolah Penggerak sudah menerapkan Undang-Undang tersebut dengan memastikan bahwa setiap peserta didik mendapatkan haknya sesuai dengan latar pendidikan yang dimilikinya dan sesuai dengan kebutuhannya. Â
Problematika ketiga adalah kurikulum terdahulu terlalu fokus ke administratif. Pada kurikulum terdahulu, para guru terlalu fokus pada hal administratif seperti keharusan untuk membuat RPP yang rumit, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk menyiapkan proses pembelajaran. Selain itu, persoalan administratif yang rumit seringkali tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Kurikulum Sekolah Penggerak menyederhanakan persoalan administratif para guru, sehingga mereka dapat fokus ke hal yang lebih penting yaitu proses pembelajaran.
Problematika keempat adalah masalah penerapan di berbagai sekolah. Seringkali didapati masih banyak sekolah yang tidak menerapkan suatu kurikulum secara benar. Hal tersebut dapat menciptakan berbagai ketimpangan dan ketidakberhasilan suatu kurikulum untuk dilaksanakan. Salah satu contohnya adalah pada penerapan Kurikulum 2013 yang mengupayakan kemandirian peserta didik dalam proses pembelajaran, tetapi banyak sekali sekolah yang masih menerapkan pembelajaran konvensional, seperti guru selalu menjelaskan materi sendirian dan tidak melibatkan peserta didik sama sekali.Â
Permasalahan tersebutlah yang ingin diselesaikan oleh Kurikulum Sekolah Penggerak dengan melibatkan pemerintahan daerah dalam pendampingan ke sekolah-sekolah di suatu wilayah, sehingga mereka tidak akan menyimpang dari kurikulum. Selain itu, dengan adanya pendampingan, pemerintah daerah dapat mengetahui secara langsung apa yang dibutuhkan oleh sekolah dalam menunjang proses pembelajaran, sehingga ketimpangan pendidikan akan berkurang.
Dengan berbagai problematika pendidikan fundamental yang dapat diselesaikan, tidak ada salahnya kita berpandangan bahwa Kurikulum Sekolah Penggerak bukti pendidikan indonesia bergerak ke arah yang tepat. Namun, kita jangan sampai lengah dan tetap mengawasi, serta mengkritisi keberjalanan kurikulum ini agar penerapannya tidak menyimpang dari tujuan pendidikan kita, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap kurikulum yang pernah dibuat itu pada dasarnya baik, semua balik lagi ke bagaimana penerapannya. Kurikulum sebaik apapun tidak berarti jika tidak diterapkan dengan baik. Oleh karena itu, kita doakan Kurikulum Sekolah Penggerak terlaksana dengan baik demi kualitas pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H