Mohon tunggu...
Aulia Rahmaddin
Aulia Rahmaddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa tingkat akhir. Menurut penuturan Pak Memen (Dosen mata kuliah Tradisi Lisan dan Kajian Puisi Lisan saya), lebih baik saya menjadi donatur tetap kampus.

Selanjutnya

Tutup

Music

Mengenal Panji Sakti Melalui "Kepada Noor" dengan Kajian Semiotik

6 Juni 2023   03:23 Diperbarui: 6 Juni 2023   03:45 4954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Makna denotasi pada bait kedua diartikan sebagai rindu merupakan sebuah perjalanan yang menembus waktu dan berisikan pertemuan demi pertemuan. Pertemuan-pertemuan tersebut bisa saja berada di bawah langit malam, di telaga, dan taman berisikan banyak dedaunan.

Kemudian makna konotasi dari larik tersebut berupa rindu merupakan suatu hal yang tidak pernah usai dimakan waktu. Ibarat perjalanan, di dalam rindu terdapat pertemuan-pertemuan sepasang kekasih, dan mereka tetap selalu rindu. Catatannya tertulis di langit malam, di telaga, dan di ujung daun itu mengisyaratkan bahwa pertemuan-pertemuan tersebut dicatat, dilihat, disaksikan oleh berbagai macam hal seperti langit malam yang melihat pertemuan sepasang kekasih tersebut, telaga yang menyambut pertemuan mereka, dan bahkan hingga ujung daun yang mencatat berapa kali pertemuan sepasang kekasih tersebut.

Langit malam pada larik puisi ini menandakan waktu saat malam hari dan menjadi istilah romantis jika saja malam hari itu cerah, di mana banyak rasi bintang, bulan yang bersinar terang, bahkan bintang jatuh. Telaga merupakan danau di pegunungan, atau sebuah kolam yang biasanya jernih dan aliran yang dibawanya bersih. Maka dari itu, diksi telaga dalam puisi ini menyimbolkan perasaan cinta yang mengalir dan jernih. Ujung daun merupakan tempat bersatunya tulang-tulang daun. Diksi ujung daun mengisyaratkan bersatunya cinta dari hubungan yang terjalin tersebut.

Kemudian pada bait terakhir terdiri dari satu larik, yakni /rindu mengekal menyebut namamu berulang-ulang//.

Makna denotatif yang di dapat dari larik tersebut adalah rindu yang terus-terusan menyebut nama pujaan hatinya. Sedangkan makna konotasi dari larik puisi tersebut adalah rindu yang tidak pernah berhenti menyebut nama kekasihnya, berulang-ulang, terus menerus tiada henti. Diksi rindu berartikan kangen, rasa ingin bertemu sesuatu. Dalam hal ini, rindu yang dimaksud adalah rasa ingin bertemu kepada pasangan. Diksi mengekal diambil dari kata kekal, yang berarti abadi, tidak berubah, dan selamanya. 

Kata tersebut menjadi sebuah tanda bahwa yang dilakukan itu akan selamanya dan tidak pernah berubah sedikitpun. Kemudian bagian menyebut namamu berulang-ulang, diartikan sebagai terus menerus menyebut nama pujaan hatinya. Berulang-ulang dimaksudnya sebagai perlakuan atau perbuatan terus-menerus berulang; berkali-kali. Jadi, makna konotasi dari larik rindu mengekal menyebut namamu berulang-ulang dapat disimpulkan sebagai rindu kepada kekasih dengan menyebutkan namanya terus menerus di antara keabadian dan tidak pernah selesai dan diniatkan untuk usai.

Musikalisasi Puisi “Kepada Noor” yang dibuat oleh Panji Sakti dan dituliskan oleh Moch. Syarip Hidayat diinterpretasikan dengan berbagai makna. Dalam versi romantisme, larik musikalisasi puisi tersebut ditujukan sebagai puisi cinta kepada kekasihnya. Menurut versi religius, makna yang terkandung di dalam musikalisasi puisi tersebut adalah rindu dan peribadatan kepada sang pencipta. Jadi, makna yang diambil bisa berbeda-beda tergantung dari sudut mana melihat, membaca, dan mendengar musikalisasi puisi “Kepada Noor” tersebut.

Penulis menafsirkan musikalisasi puisi ini sendiri sebagai sebuah romantisme yang dituliskan oleh Moch. Syarip Hidayat dan dilagukan oleh Panji Sakti dengan sangat matang sehingga efek romantis yang ditimbulkan bagi pembaca terasa memikat. Dari sudut pandang semiotik sehingga menghasilkan hasil makna romantisme tersebut, mungkin saja lagu ini bisa viral karena kemajuan teknologi masa kini dan pengaruh media sosial yang besar sehingga musikalisasi puisi yang dibuat pada tahun 2003 masih dapat disukai berpengaruh masif di tahun 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun