Beragam alasan kenapa kasus pelecehan seksual tidak dilaporkan, diantaranya pelaku memiliki kuasa dengan pemangku kebijakan, adanya ancaman dan yang paling parah adalah dalih menjaga nama baik kampus.
Justru sikap seperti ini dapat menciderai pendidikan. Kampus tidak memberikan tempat kenyamanan, perlindungan dan keamanan bagi para korban pelecehan seksual.
Seharusnya, hadirnya Satgas di perguruan tinggi yang diamanatkan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) menjadi angin segar dan secercah harapan baru yang dapat memberikan keadilan.
Akan tetapi satgas PPKS masih dianggap hal remeh, maka tidak heran maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Bukan karena tanpa alasan, melainkan satgas ini, belum menjalankan kerja-kerjanya secara maksimal dan optimal.
Seperti yang terjadi di Universitas Gunadarna, pelaku ditelanjangi, dicekoki air kencing, dan diikat di pohon oleh beberapa mahasiswa yang ingin membalas atas tindakannya yang melakukan pelecehan seksual.
Pembalasan ini memang keliru dan salah, mereka membalas pelecehan seksual dengan melakukan pelecehan kembali kepada pelaku.
Perilaku ini dapat menjadi serangan balik bagi mereka, karena pelaku dapat melakukan laporan kepada pihak yang berwajib atas tuduhan pelecehan dan perundungan.
Ini menjadi salah satu alasan kurangnya kesadaran baik mahasiswa, dosen serta pejabat kampus untuk tidak melangkahi satgas PPKS.
Dengan adanya kebijakan kemendikbudristek dan pembentukan satgas diharapkan dapat menimalisir kasus pelecehan seksual di ruang lingkup akademik.
Mari kita ciptakan kampus yang aman, nyaman dan damai.
“kasus pelecehan seksual tidak dapat ditoleransi”