Mohon tunggu...
Rama FatahillahYulianto
Rama FatahillahYulianto Mohon Tunggu... Administrasi - Young

Menjadi penyalur informasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Peradilan Pidana dengan Metode Restorative Justice

15 Juni 2020   15:31 Diperbarui: 15 Juni 2020   15:32 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu di era sekarang ini sangat cocok jika dilakukan Restorative Justice. Konsep pendekatan Restorative Justice ini merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan serta keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korban. 

Mekanisme peradilan pidana yang mulanya berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog sekaigus mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku. 

Hal ini lebih khusus lagi kepada anak, dimana anak memiliki usia 12 tahun hingga sebelum 18 tahun. Mereka inilah yang menjadi pengganti SDM yang saat ini menduduki kursi legislasi, mereka lah yang nantinya menjadi penerus, untuk itu perlu mendapatkan ilmu dengan sebanyak-banyaknya di segala bidang disiplin ilmu.

Sebenarnya, jika dilihat sisi kemanusiaan, memang memberikan kesempatan untuk pelaku pelanggar hukum untuk menyesali perbuatan sebelum mereka harus mendekam di balik jeruji selama beberapa tahun lamanya. 

Serta memberikan kesempatan bagi korban dan masyarakat untuk memaafkan serta mengambil jalan tengah kelanjutan permasalahannya. Terkhusus bagi anak, mungkin bisa diberikan opsi pengembalian kerugian dalam hal ada korban, rehabilitasi medis dan psikososial, penyerahan kembali kepada orang tua/Wali, diikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan, atau pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan sesuai Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).  

Untuk itu Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dapat menjadi ujung tombak di kemasyarakatan, sesuai arahan Menteri Hukum dan HAM Bapak Yasonna Laoly. Artinya, harus adanya pemahaman hal ini karena seiring berjalannya waktu aturan juga flexibel, mengikuti arus perkembangannya, karena jika masih terpaku pada aturan konvensional akan menimbulkan beberapa efek yang kurang baik bagi pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. 

Tujuan Restorative Justice ini adalah memulihkan kembali hubungan para pihak dan kerugian yang diderita oleh korban kejahatan serta memulihkan kembali hubungan sebelum terjadinya tindak pidana dan diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi majelis hakim peradilan pidana dalam meringankan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut, atau bahkan upaya diversi yang merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun