Itu terjadi tiga kali seminggu. Oleh karena keseringan mencium bau busuk, kami lupa kalau limbah pabrik itu baunya seperti apa. Saat keluarga dari luar kota datang ke rumah kami, sontak dibuat heboh, mereka mengira ada bau bangkai terselip di langit-langit rumah. Disitulah saya teringat kalau limbah pabrik itu baunya sangat busuk.
Baik, kembali lagi ke soal bau mulut. Akibat faktor itu, tubuh kita tidak lagi memiliki objective distance, khususnya soal bau. Dan sulit sekali mencari jalan keluarnya. Ini merupakan masalah yang paling rentan menjadi pemicu masalah sosial, yang dampaknya bisa kemana-mana.
Bau mulut adalah faktor penurunan tingkat kepercayaan diri seseorang. Dikasih tahu ke orangnya sungkan. Bila didiamkan, kita nyaris pingsan dibuatnya.
Sebentar. Hanya segelintir orang yang menyadari kalau mulutnya bau. Dia tak bisa membedakan bau itu dari mulutnya atau keteknya. Bahkan, orang dengan bau ketek tersadis pun tak dapat menyadari malapetaka sedang menghampirinya. Sementara, manusia-manusia lainnya nyaris pingsan menahan bau ketek setiap berada di dekatnya.
Untungnya sekarang ini kita berada di era new-normal. Semua diharuskan memakai masker dan jaga jarak. Coba bayangkan bila semua itu tidak diberlakukan dan kita berbagi tempat duduk dengannya dalam satu metromini? Sedang asyik-asyiknya ngobrol, "maaf kak, mulutmu bau kak!" Risih iya, tersinggung apalagi. Jangan harap dibayarin. Ngimpi; hahahaha
Apalagi kalau dia seorang single good looking yang sedang berjuang mencari cinta? Wah, sangat berbahaya.
Dulu, saya sering hadapi hal serupa dengan masalah bau mulut. Saya sering dianggap bagian dari polusi udara yang sulit ditanggulangi. Tapi, berkat dukungan teman-teman dibarengi dengan usaha ekstra keras, kuman mulut yang membandel berhasil dibasmi.
Namun, masalah bau mulut ini tak se-simple yang dipikirkan. Pasta gigi serta mouthwash tak mampu mengalahkan bau mulut. Terlebih bau mulut ketika bangun pagi? Ehemm, sulit dijelaskan!
Sampai suatu ketika, saya lupa gosok gigi sebelum tidur akibat kelelahan seharian menulis, saya pun tertidur lelap. Dalam tidur yang pulas, saya bermimpi bertemu seorang kakek tua penjaga pohon aren. Ia berusaha keras menuliskan sesuatu diatas selembar daun lontar.
Setelah cukup lama menunggu ia menulis, akhirnya dia putuskan memberikan kepada saya lembar daun lontar tadi lengkap dengan kalimat tertulis diatasnya. "Permen Wangi, Ya Gula Aren." Ternyata, manfaat gula aren berhasil menyelesaikan masalah bau mulut saya.
Kandungan mineral, seperti magnesium, zinc, zat besi, serat inulin, dan juga antioksidan mampu mengatasi bakteri asam jahat yang diciptakan dari sisa makanan yang menumpuk di sela-sela gigi. Namun perlu juga diingat penggunaan dalam jangka waktu yang lama sangat tidak disarankan. Kasihan yang lain!