Mohon tunggu...
Ramadianto Machmud
Ramadianto Machmud Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism

Email: ramadianto.machmud@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dana BOS Perlu Sentuhan Moralitas

25 Maret 2021   13:01 Diperbarui: 25 Maret 2021   13:05 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pintek.id

BOS... BOS... BOS... Kurasa kalian pasti pernah mendengarnya. Ingat, kan!? Ya, benar. BOS adalah kepanjangan dari Bantuan Operasional Sekolah.Dimana, program bantuan ini dipusatkan pemerintah guna membantu sekolah-sekolah dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan, juga meringankan beban masyarakat soal pembiayaan. Bantuan pendidikan berbentuk dana tersebut diberikan berdasarkan jumlah siswa yang terdaftar.

Sejak Program Dana BOS diluncurkan sejak bulan Juli 2005, BOS sudah mengalami dua kali penyesuaian. Masing - masing pada tahun 2011 dan di tahun 2020. Penyesuaian sekaligus perubahan ini, paling banyak mengenai soal penyaluran dan pengelolaan dana BOS.

Awalnya Dana BOS dilakukan oleh pemerintah pusat, baik soal penganggaran ataupun pengelolaannya. Meskipun banyak pelanggaran dan penyimpangan di beberapa sekolah, pemerintah melihat hal itu masih dalam batas kewajaran. Dikarenakan proses belajar mengajar di sekolah-sekolah sudah berjalan dengan baik.

Kemudian pemerintah melakukan perubahan dengan melihat berbagai kemungkinan. Mulai dari menjaga keseimbangan postur anggaran, hingga mengerucut pada asas desentralisasi money follow function.

Pengelolaannya pun harus memiliki quality spending dan berada dibawah koordinasi 3 (tiga) kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan.

Namun, proses itu dianggap terlalu sulit. Dampaknya ialah keterlambatan dalam penyaluran dana. Sehingga, sekolah-sekolah sering terlibat hutang kepada pihak ketiga (pemakan rente) atau sering juga disebut rentenir.

Pada tahun 2020, Dana BOS mengalami perubahan untuk ketiga kalinya. Kali ini langkah pemerintah dinilai merupakan loncatan besar dalam birokrasi.

Dengan memotong alur "super rumit" tersebut dengan memberikan keleluasaan sekolah-sekolah, menerima langsung penyaluran Dana BOS dari Kementerian Keuangan. Ini merupakan angin segar bagi para kepala sekolah yang merupakan pengguna anggaran Dana BOS tersebut.

Ini diharapkan menjadi terobosan baru yang nanti terintegrasi dengan tata kelola yang baik, rencana anggaran, transaksi, dan mengupayakan pelaporan keuangan sekolah dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Sayangnya, langkah pemerintah yang luar biasa ini tidak diimbangi dengan komitmen serta dedikasi yang tinggi dari oknum-oknum pejabat yang membawahi pengelolaan Dana BOS. Tidak sedikit yang terlibat, bahkan menjadi pelaku penyalahgunaan Dana BOS.

Bukan itu saja, para oknum kepala sekolah dan oknum-oknum dari instansi pendidikan menggunakan keleluasaan yang diberikan pemerintah, guna memperkaya diri sendiri. Lagi-lagi ada transaksi siluman dalam laporan keuangan guna meloloskan nafsu serakah mereka.

Baru-baru ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bitung memeriksa para kepala sekolah terkait penggunaan Dana BOS. Pemeriksaan yang dilakukan tak berlangsung lama, pada akhirnya pihak Kejari menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini.

Oknum Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bitung menjadi tersangka utama setelah melalui proses pemeriksaan. Dan para oknum kepala sekolah ini statusnya tidak jelas.

Padahal, pemufakatan jahat ini bila dikaji lebih jauh akan berbeda. Apalagi tindakan tersebut dilakukan antar sesama pejabat secara bersama-sama.

Bayangkan saja jumlah dana yang diterima. Dimana setiap siswa menerima kisaran ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Intinya, penyalahgunaan itu tidak mungkin bisa terjadi bila salah satu diantara para oknum kepala sekolah berdiri pada aturan yang berlaku. Apalagi siap melaporkan bila ada tindakan perilaku koruptif yang mengarah pada tindakan korupsi yang merugikan negara.

Ini menjadi catatan bagi pemerintah. Praktek-praktek yang demikian perlu dicarikan solusinya. Sebaik apapun program yang dibuat, namun tidak disertai SDM berkarakter bersih, moral yang baik, tetap saja penyalahgunaan dana BOS pasti akan terjadi.

Selain itu, untuk pengalokasian Dana BOS perlu memperhatikan kebutuhan sekolah, baik secara fisik maupun non-fisik. Artinya, perlu ada target yang diberlakukan bagi sekolah dalam pengelolaan Dana BOS selama periode tertentu.

Setelah target itu dicapai, maka alokasi Dana BOS ditiadakan bagi sekolah itu. Kemudian diberikan kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan adanya perubahan fisik dan non-fisik.

Sebab, masih banyak sekolah-sekolah yang sangat membutuhkan dana. Dan itu, bukan rahasia lagi. Hanya dengan beberapa setuhan, bisa terlihat sekolah mana yang benar-benar membutuhkan dana tersebut.

Bila memang dibutuhkan Jaringan Pendampingan Kebijakan Pemerintah (JPKP) menjadi pengawas eksternal sekolah dalam pengelolaan Dana BOS.

Dan jika perlu Inspektorat di tingkat provinsi, kabupaten/kota juga dihapus. Karena dipandang telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas administrasi internal.

Cara ini perlu dicoba. Paling tidak Dana BOS tidak bergeser jauh dari yang seharusnya dan masih berada pada tujuan awalnya. Memang hal itu perlu melewati proses panjang dan berliku agar bisa mencapai kesempurnaan.

Pada satu sisi, teknologi telah memberikan kita ruang dalam membangun sistem yang aplikatif dan juga responsif. Disisi lainnya, tinggal kemauan kita mengadakannya atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun