Jika Aku miskin, maka kubenci menjadi kaya. Jika Aku kaya, maka kubenci menjadi miskin. Jika Aku senang akan kehidupan, maka Aku senang akan kematian. Jika Aku benci kematian, maka kubenci pula kehidupan.
Aku adalah awal dari segala sesuatu sekaligus akhir dari segala sesuatu. Agama adalah rantaiku, dan Tuhan adalah hakimku.
Bila Tuhan adalah hakimku dan kehidupan adalah saksiku, siapakah yang menjadi pembelaku?
Siapakah Aku yang ingin membela Tuhan? Jika Dia adalah Hakim bagiku. Pikiran manakah yang membenarkan ciptaan membela Sang Pencipta? Aku lebih hina dari sebutir debu.
Apakah Aku adalah Tuhan selain Sang Pencipta? Aku seperti debu dalam debu. Dapat dan mampukah Aku membela Tuhan? Munafik dan naif Aku.
Kekuatan jentikan jari Sang Pencipta bisa lenyapkan bumi ini dan segala isinya. Dan Aku berusaha membelanya? Bodohnya Aku ini.
Itulah sebabnya Tuhan mengatakan kepadaku: Sesungguhnya, Langit adalah takhtaku dan bumi tumpuan kakiku. Gunung-gunung adalah tiang-tiang, dan lembah adalah permadaninya.
Maka Aku pun tertawa lepas dan merasakan ketidakberdayaannya diriku. Aku pun berjanji mengumpulkan jutaan, bahkan miliaran Manusia sepertiku untuk pergi ke hadapan takhta Tuhan.
Dan Aku pun bertanya kepada Manusia: Sesungguhnya, sudah siapkah kalian menghadapNya? Apakah yang kan Aku bawa dihadapanNya? Keharuman ataukah kebusukan? Kebaikan ataukah kejahatan? Kelembutan ataukah kekejian?
Hanya Aku, Kamu, dan Kalianlah yang mampu, bisa, dan dapat menjawabnya. Sebab suaraku, suaramu, dan suaranya ada dimana-mana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H