Kemudian, Musyawarah  juga harus berlandaskan pada hal-hal fundamental dan mutlak untuk dijadikan sebuah pedoman. Musyawarah tidak akan pernah rampung secara utuh jika dilakukan asal-asalan. Artinya, persoalan yang akan dimusyawarahkan dapat terpecahkan jika memperhatikan alur-alur musyawarah itu sendiri.
Pedoman-pedoman atau landasan inilah yang nantinya akan mengantarkan musyawayarah itu pada hakikatnya yang sebenarnya. Sumber-sumber ini pula yang nantinya akan menjadikan musyawarah itu layaknya musyawarah. Pada bagian inilah, kita dituntut untuk berfikir secara mendalam dan kritis terhadap sumber-sumber yang ada ; tentang penerapannya dan konsisten dalam penerapannya tersebut.
Seterusnya, musyawarah yang kolaboratif serta mutualis akan menghasilkan sebuah keputusan yang dapat dinikmati oleh semua pelakunya. Dalam artian, manfaat dari musyawarah itu tidak hanya didapatkan oleh beberapa orang saja atau kelompok. Maka jika hal ini diterapkan, barulah kata mufakat dalam musyarah tersebut benar-benar kita temukan dan dapat dirasakan.
Purna-kata. Saya pribadi hanya terganngu melihat semua persoalan ini. Dan saya harapkan tulisan ini dapat menggetarkan hati kita tentang hakikat musyawarah itu sendiri. Bukan sebagai pakar dan ahli. Atau bahkan membenarkan ini dan menyalahkan yang itu. Tidak. Semua ini murni dari kegelisahan yang tak mau berhenti melihat dinamika yang terjadi.
Salam hangat, salam literasi
Nuun Wal Qolami Wamaa Yashturuun
Indonesia, 10 April 2021
Ramadhanur Putra
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI