Aliran ini berpendapat bahwa sistem gontor bukannya tidak sempurna, tetapi ia bersifat dinamis dan terbuka terhadap berbagai perubahan seiring dengan perkembangan zaman yang mempengaruhi kultur dan budaya yang melingkupi pesantren gontorian.Â
Dengan demikian, pesantren gontorian memiliki kebebasan (liberation) yang luas untuk berkreativitas dalam menyusun sistem pendidikannya sembari tetap menimba inspirasi dari gontor.Â
Prinsip kebebasan berkreativitas tersebut justru terilhami oleh gontor itu sendiri yang menganut prinsip "kebebasan" dan "berpikiran bebas", masing-masing dalam Panca Jiwa Pondok dan Motto Pondok. Karena itulah, aliran ini tidak segan-segan menggunakan teori-teori dan sistem-sistem baru untuk diimplementasikan dalam pendidikan secara dinamis, sehingga bukan tidak mungkin jika pesantren gontorian meninggalkan sistem formal TMI.
Tentu saja kedua kecenderungan di atas saling bertolak-belakang dan kadang berkonfrontasi satu sama lain, namun sebagaimana penulis nyatakan sebelumnya, keduanya tidak atau belum bertindak secara politis. Ideologi-ideologi tersebut tidak atau belum mengeras secara politis.Â
Penulis berasumsi hal itu karena keduanya baru berada pada tataran wacana dan hanya menghiasi perbincangan-perbincangan pinggiran di tingkat elit, meski secara perlahan diterapkan dalam proses pendidikan di masing-masing pesantren.
Meskipun kedua aliran tersebut terlihat dominan, kemunculan gagasan ideologi lain tidak dapat diabaikan, yakni, sebut saja dengan, ideologi moderat gontorian. Yang terakhir ini cenderung lebih moderat dan mencoba mencari jalan tengah dari dua kutub yang saling bertolak-belakang tersebut, bahkan menurut penulis, ideologi moderat gontorian ini memiliki kerangka berfikir yang lebih sistematis dan dapat dipertanggung jawabkan.Â
Menurut ideologi moderat, ideologi gontor memiliki dua dimensi yang harus mampu dibedakan oleh pesantren gontorian, yakni dimensi ushuliyyah dan dimensi furu'iyyah.Â
Dimensi ushuliyyah itu tetap, tak berubah, eksklusif dan statis, bahkan dianggap sebagai bagian dari identitas, sedangkan dimensi furu'iyyah itu tidak tetap, berubah, inklusif dan dinamis.Â
Dimensi ushuliyyah harus dipertahankan dalam pendidikan pesantren gontorian karena sifatnya yang tetap itu, sementara dimensi furu'iyyah dapat diubah dan dirumuskan sendiri oleh pesantren gontorian karena sifatnya yang terbuka terhadap sistem dan tradisi pendidikan yang baru.Â
Sayangnya, aliran ini tidak menyatakan lebih lanjut tentang garis pemisah antara dimensi ushuliyyah dan furu'iyyah, dalam arti mana saja dari ideologi gontor yang bersifat ushuliyyah dan bagian mana yang bersifat furu'iyyah. sehingga diperlukan kajian lebih lanjut tentang gagasan ideologi alternatif nan moderat ini.Â
Namun demikian, aliran ini menyebutkan bahwa TMI merupakan sistem yang tetap dan menjadi identitas pembeda pesantren gontorian dengan pesantren jenis lain, tapi dalam implementasinya TMI dapat mengadopsi nilai-nilai dan sistem pendidikan lain yang dianggap dapat menunjang kemajuan pesantren.