Mohon tunggu...
Rama Dhani
Rama Dhani Mohon Tunggu... Dosen - Menulis dengan pikiran, berpikir dengan tulisan

Suka menulis untuk kesenangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wacana Ideologi Pendidikan Pesantren Gontorian

7 Maret 2019   09:55 Diperbarui: 7 Maret 2019   10:16 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tulisan oleh Karti Soeharto dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan (2010) menyampaikan satu pernyataan penting: "para pakar pendidikan lupa akan dua tugas utamanya, yakni selain menumbuhkembangkan hal-hal yang bersifat praksis implementatif, tentu harus (memperhatikan juga) yang bersifat substansial, teoritik, filosofis-ideologis." Jika melihat perkembangan pendidikan saat ini di sebagian lembaga pendidikan, apa yang dinyatakan tersebut nampaknya benar adanya. 

Para pakar dan praktisi terlihat lebih banyak memperhatikan hal-hal yang bersifat teknis dalam pendidikan, ketimbang terlebih dahulu berkutat pada persoalan-persoalan substansial, teoritis, filosofis dan ideologis, sebab dimensi ini dapat menetapkan makna, tujuan dan arah pendidikan. 

Terlalu banyak berkutat pada persoalan teknis membuat pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan berjalan simpang-siur tanpa arah, memunculkan potensi persaingan antar personal dalam pendidikan, proses pendidikan dinilai secara ekonomis, keluar dari al-shirat al-mustaqim-nya.

Ideologi pendidikan memang memberi makna, tujuan dan arah pendidikan yang jelas bagi suatu lembaga pendidikan. Hal itu terlihat dalam penelitian yang penulis lakukan medio 2013 terhadap Sekolah Islam Terpadu (SIT) Ukhuwah Banjarmasin yang proses pendidikannya berlandaskan pada ideologi tarbawi ala al-Ikhwan al-Muslimin, melalui jalur kelompok Islam tarbawi simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang duduk di kursi-kursi yayasan lembaga tersebut, dan berujung pada pemikiran pendidikan Hasan al-Banna. 

Keterhubungan SIT tersebut dengan PKS dan gerakan Islam yang lahir di Mesir itu secara ideologis, selain diakui sendiri oleh para pengurus Yayasan dan sekolah, terlihat dari alur sejarah yang membentang dari masa pertumbuhan al-Ikhwan al-Muslimin di Timur Tengah hingga ke masa islamisasi di Indonesia pada dua dekade akhir Orde Baru dan bergulirnya era reformasi. Implementasinya terwujud dalam pola, sistem dan gaya pendidikan SIT Ukhuwah dan PKS yang menganut sistem pendidikan Usroh yang telah menjadi ciri khas pembinaan kader dakwah al-Ikhwan al-Muslimin.

Ideologi pendidikan yang telah dianut SIT Ukhuwah kemudian mengalami perkembangan dalam implementasinya. Dalam penelitian tersebut penulis menemukan bahwa ideologi pendidikan SIT Ukhuwah berartikulasi secara politis. SIT Ukhuwah menegaskan bahwa lembaga pendidikan yang diasuhnya itu berada dalam naungan Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), sebuah jaringan berskala nasional yang mengampu dan mengawasi sekolah-sekolah Islam terpadu. 

Melalui sebuah wawancara dengan penulis, Direktur Operasional Pendidikan SIT Ukhuwah, sekaligus Koordinator JSIT Wilayah Kalimantan, untuk menolak hubungan PKS dengan SIT Ukhuwah secara struktural tapi mengakui hubungan keduanya secara ideologis, menegaskan bahwa keanggotaan JSIT tidak mesti berasal dari sekolah-sekolah yang dikelola pihak-pihak yang bergelut dalam politik PKS selama sekolah-sekolah tersebut menganut dan melaksanakan prinsip dan konsep dasar SIT yang telah baku. 

Dengan kata lain, sekolah-sekolah Islam terpadu yang tidak mengikuti konsep baku yang disusun oleh JSIT tidak diakui sebagai sekolah Islam terpadu sebenarnya. Di sinilah ideologi mengeras secara politis.

Hal itu, sejauh ini, tidak atau belum terjadi pada pesantren-pesantren gontorian. Memang, sebagai pesantren-pesantren yang didirikan oleh alumni-alumni Pondok Modern Gontor, sudah barang tentu para pendirinya memiliki kedekatan emosional dengan almamaternya, sehingga ideologi pendidikan di pesantren-pesantren gontorian tentu saja berkiblat pada Gontor. 

Sama halnya dengan SIT Ukhuwah yang memiliki hubungan emosional, bukan struktural, dengan PKS dan al-Ikhwan al-Muslimin, sebagaimana diungkapkan salah seorang pengurus Yayasan Ukhuwah yang sekarang menjadi Walikota Banjarmasin. Meski berkiblat ke Gontor, ideologi pendidikan di pesantren-pesantren gontorian mengalami artikulasinya sendiri. 

Hanya saja, berbeda dengan SIT Ukhuwah, ideologi pendidikan pesantren gontorian tidak atau belum mengarah kepada ideologi politis, melainkan baru pada tingkat perdebatan wacana. Berdasarkan penelusuran sementara penulis, terdapat perdebatan wacana ideologi pendidikan di dalam pesantren-pesantren gontorian, meski tidak hadir di ruang publik pesantren tapi perdebatan tersebut terjadi di tingkat elit pengurus-pengurusnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun