Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Sales - Karyawan Swasta

Pemerhati Politik Sosial Budaya. Pengikut Gerakan Akal Sehat. GOPAY/WA: 081271510000 Ex.relawan BaraJP / KAWAL PEMILU / JASMEV

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo-Sandi Akan Hadir di MK, Emang Berefek?

1 Juni 2019   01:33 Diperbarui: 1 Juni 2019   13:54 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#Prabowo-SandiAkanHadirDiMK #Prabowo-SandiHadirSidangPerdanaMK

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi pada Jumat 24 May 2019 tengah malam menjelang deadline, secara resmi mengajukan gugatan sengketa pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tim kuasa hukum BPN dalam menangani gugatan Pilpres ke MK ditangani oleh beberapa nama yang tidak asing lagi seperti ex.pimpinan KPK, Bambang Widjojanto dan ex.Wamenkumham Denny Indrayana.

Selain mereka ada nama Teuku Nasrullah, TM Luthi Yazid, Iwan Satriawan, Iskandar Sonhadji, Dorel Almir dan Zulfandi yang juga tercatat sebagai anggota tim kuasa hukum.

Pihak BPN meminta MK untuk memutuskan perkara tersebut secara adil dan tidak menjadi bagian dari rezim yang dianggapnya korup dan curang.

BPN mengklaim membawa bukti-bukti adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dengan indikator seperti dugaan pemanfaatan institusi, fasilitas dan uang negara, pengerahan aparat, juga penyelenggara Pemilu yang tidak netral.

Dengan bekal tersebut maka tim hukum BPN yakin dan percaya diri MK akan menerima gugatan yang dilayangkan. Walau disisi lain ada Amien Rais, tokoh senior PAN yang pesimis terhadap gugatan di MK karena menurutnya akan sia-sia saja.

Apa saja poin yang digugat Prabowo-Sandi?. Dilansir dari Antara, tim hukum BPN telah mengajukan gugatan sengketa Pilpres ke MK dan dalam hal ini meminta tujuh permohonan sbb:

1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.

2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.

3. Menyatakan Capres Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.

4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar'uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019.

5. Menetapkan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor urut 2 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

6. Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024, atau,.

7. Memerintahkan Termohon (KPU-red) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.

"Apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," demikian permohonan Prabowo - Sandi.

** ** ** **

Dikabarkan Prabowo-Sandiaga akan hadir pada sidang perdana yang akan berlangsung pada tanggal 14 Juni 2019.

Hal ini tercetus ketika Sandiaga hadir dalam acara buka puasa bersama dengan Oke Oce Indonesia di Mal Pelayanan Publik Provinsi DKI Jakarta hari Kamis lalu (30 May 2019).

Tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi diklaim solid dalam melengkapi bukti-bukti kecurangan yang terjadi di Pilpres 2019, bahkan Sandi berujar dirinya sendiri bersama Prabowo yang akan memberikan bukti-bukti kepada hakim MK.

"Saya dan Pak Prabowo siap untuk menyampaikan (semua bukti kecurangan) pada sidang perdana ( di MK)," tegas Sandi.

** ** ** **

In memory: Sidang MK pada 21 Agustus 2014 perihal gugatan sengketa Pilpres Prabowo-Hatta berhadapan dengan Jokowi-JK memutuskan:

"Mahkamah menilai dalil tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terkait dengan sejumlah permasalahan, seperti di DKI Jakarta, tak terbukti dan tak beralasan secara hukum. 

Soal tuduhan penyalahgunaan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb), pemohon tak punya cukup bukti yang meyakinkan bahwa DPKTb tersebut direkayasa KPU untuk memenangkan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Pemilih dalam DPKTb tak ketahuan milih yang mana, belum tentu hanya menguntungkan pihak terkait,

Tuduhan tak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu di sekitar 5.000 tempat pemungutan suara, tak terdapat lampiran TPS mana saja yang direkomendasikan untuk dilakukan pencermatan. "Berdasarkan dokumen bukti, tak ada keberatan saksi di tingkat kabupaten/kota," ucap hakim konstitusi, Aswanto ketika membacakan keputusan MK.

Berkaca pada sidang MK pada tahun 2014 lalu saat Prabowo-Hatta menggugat penetapan kemenangan KPU atas Jokowi JK, secara kasat mata terlihat MK dalam memutuskan perkara hanya bagian prosedural saja.

Ini tentu saja menjadi catatan bahwa sidang MK di kemudian hari dapat diprediksi hasilnya, Prabowo-Sandi tetap diputuskan kalah oleh pasangan Jokowi-Maruf.

Mengapa demikian? Penulis punya beberapa analisa.

Pertama, dalam sejarah Pilpres langsung oleh rakyat, presiden petahana selalu cuti dari posisi kepala pemerintahan. Namun ketika Jokowi keukeh tidak mau cuti yang akhirnya digugat dan menjadi perkara di MK, keputusan MK ternyata menilai presiden tidak mesti cuti.

Ini jelas MK memutuskan diluar kewajaran dan kepatutan umum. Apalagi secara etika lebih tidak patut lagi.

Prabowo akhirnya tidak sedang berkontestasi dengan Capres, tapi Presiden!. Ini memunculkan kecurigaan pihak Prabowo-Sandi atas dugaan pemanfaatan jabatan, aparat, juga fasilitas negara.

Kedua, bilamana benar dugaan adanya 'orang kuat' yang menggerakkan pemanfaatan hukum untuk lawan politik, pemanfaatan aparat, jaringan pemerintahan desa, juga kekuatan kapital dan politik yang luar biasa besar maka: siapakah hakim MK itu?

Apakah mereka yang 'hanya beberapa orang' punya cukup keberanian lalu seakan tidak takut meluluhlantakkan kekuasaan juragan dan si orang kuat? Apakah berani menganulir kemenangan calon yang di back up si orang kuat tadi?

Penulis tidak yakin MK cukup nekad. Yang akan kita saksikan nanti bisa jadi hanya sidang, baca, lihat bukti, debat, suasana memanas, intrupsi, skorsing dll. Keputusan akhir tidaklah merubah apapun jua.

Memang benarlah bila ada beberapa pengamat berpendapat bahwa MK tidak pernah/jarang memproses sengketa bila selisih suaranya tebal.

Dapat dipahami adalah dengan kondisi selisih suara seperti itu MK tidak pernah/jarang menjadikan penggugat menjadi pemenang dengan menganulir kemenangan tergugat.

Itu untuk kasus Sengketa Pilkada, apalagi kalau kita analisa pada sengketa Pilpres yang pasti sangat beresiko secara politik ketika menganulir kemenangan sang petahana.

** ** ** **

Prediksi yang penulis yakini tentang hasil keputusan MK berikutnya, boleh saja tercetus dan disampaikan karena namanya saja analisa. Penulis tidak mengecilkan peran MK secara lembaga, namun secara hitungan politik, itulah yang paling masuk akal. 

Walaupun memang, ada juga pihak-pihak yang memberi harapan kepada Prabowo-Sandi bahwa masih tidak menutup kemungkinan untuk menang dalam perkara di MK nanti bila mampu meyakinkan hakim dengan bukti-bukti yang kuat dan terang.

Harapan itu sejalan dengan pernyataan Juru Bicara MK, Fajar Laksono yang berpendapat tentang apakah selisih suara yang besar berpengaruh pada penilaian MK dalam memproses gugatan yang dilayangkan.

Fajar berujar pengajuan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada Pemilu 2019 ini berbeda dengan pilkada serentak. Syarat selisih jumlah atau presentase perolehan suara antar masing-masing calon tidak jadi patokan dalam memutuskan gugatan sengketa Pemilu 2019 ke MK.

"Selisih hasil perolehan suara hanya ada dan dikenal dalam pilkada. Jadi tidak ada pembatasan selisih hasil suara dalam pemilu serentak," kata Fajar pada 15 May 2019 lalu saat wawancara digedung MK.

Penulis menganggap Fajar sedang menjalankan 'fungsinya sebagai Jubir MK' dengan baik. Bahwa hanya MK lah muara dari segala persilihan suara yang sah secara konstitusi. Itu benar dan pasti.

Tentang keadilan itu soal lain. Namun dengan hadirnya Prabowo-Sandi ke sidang MK nanti penulis melihat ini adalah semacam pressure secara moral kepada hakim MK untuk berani memberikan keadilan.

Itu belum ditambah ratusan ribu bahkan mungkin jutaan massa pendukung Prabowo-Sandi yang akan turun ke jalan memberi dukungan moral pada Capres-Cawapresnya saat sidang MK nanti.

Hakim MK diharapkan tergerak dalam melihat fakta walaupun tidak serta merta memiliki daya ketika mengetuk palu keadilannya.

Mungkin hakim MK berada di posisi dilematis. Antara benci dan rindu, upps.. antara nurani dan tirani. Cie..

Nanti kita lihat saja tanggal mainnya, Semoga Sang pembolak balik hati manusia menjawab doa i'tikaf hamba-hambaNya pada 10 Ramadhan terakhir ini.

😇😇 😇😇 😇😇

** ** ** **

R.Hady Hady Syahputra. Karyawan swasta, relawan, editor ol.news

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun