Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Sales - Karyawan Swasta

Pemerhati Politik Sosial Budaya. Pengikut Gerakan Akal Sehat. GOPAY/WA: 081271510000 Ex.relawan BaraJP / KAWAL PEMILU / JASMEV

Selanjutnya

Tutup

Politik

BPN Menggelar Simposium Mengungkap Fakta Kecurangan Pemilu 2019, What Next?

14 Mei 2019   22:53 Diperbarui: 15 Mei 2019   01:16 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Live Digdaya TV melalui kanal Youtube: https://youtu.be/qdjeqsdi5lw menayangkan Simposium "Mengungkap Fakta Kecurangan Pemilu 2019" yang bertempat di Hotel Sahid Jakarta. Sampai sekarang, tayangan itu telah ditonton lebih 250.000 orang hanya dalam 4 jam! Ini menunjukkan acara ini menyita perhatian publik.

Sekira pukul 15.00 sore tadi, pembawa Acara membuka dengan sambutan 'Selamat datang kepada bapak Presiden kita, Prabowo Subianto. Teriakan dan sambutan peserta simposium memenuhi ruangan.

Penulis yang agak 'surprise! adalah Sandiaga Salahudin Uno tegas menyuarakan #kecuranganpilpres secara gamblang. Pertama keprihatinan atas banyaknya korban petugas KPPS didalam penyelenggaraan pemilu. Poin lain yaitu dugaan ketidaknetralan penyelenggara negara membuat penulis yakin bahwa berita yang sempat viral tentang Sandi yakin pemilu berjalan lancar dan jurdil itu sekarang telah terbantahkan.

Selain Sandi, pernyataan dari Rizal Ramli membuat penulis tertarik ingin membahasnya. Menurut Rizal, kecurangan itu terjadi malahan sebelum pilpres dimulai. Bukti yang dijadikan sandaran Rizal adalah"Daftar pemilih palsu yang mencapai 16,5 juta pada DPT yang ditetapkan KPU".

Mengenai DPT yang disebut2 pemilih palsu itu, Rizal menjelaskan bahwa dengan 800.000 lebih TPS, maka bila ada penambahan 10 suara saja dari DPT siluman, maka didapati angka 8.000.000 suara dari kecurangan itu. Itu kenapa KPU tidak mau menghapus DPT siluman yang berjumlah 16 juta itu walaupun sudah diprotes keras BPN dengan membawa bukti2.

Itu belum lagi tentang ketidaknetralan oknum saat proses pencoblosan, juga puluhan ribu salah input pada Situng KPU. Sampailah Rizal pada kesimpulan bahwa pemilu itu curangnya "Sebelum pilpres, pada saat pilpres, dan berlanjut setelah pilpres.

Narasi keras "Pemilu Curang" selama ini nyaris hanya terdengar dari 'bibir' Prabowo yang didukung ulama dari GNPF-Gerakan 212-FPI dan ada pula Amien Rais, Eggi Sudjana, Kivlan Zen juga Rizal Ramli. Kader dari partai pendukung cenderung berhati2 dalam berstatement. Mungkin sedang sibuk mengurus perolehan suara partai. Bisa jadi malas berurusan dengan 'strong man behind Mr.Presiden'.

Dari sekian tokoh tadi, Habib Rizieq Shihab-Bachtiar Nashir-Muhammad Yusuf Martak dari barisan GNPF-Gerakan 212-FPI yang paling keras menyuarakan perlawanan atas dugaan kecurangan itu. Merekalah barisan Ulama atau 'tokoh arab' yang dilarang memprovokasi dan buat kegaduhan versi AM.Hendropriyono.

Eggi-Kivlan yang bisa dikategorikan pendukung Prabowo dari segmen nasionalis telah berurusan hukum dugaan makar yang sedang berlangsung, di lain pihak ada UBN yang ketua PA 212 tersandung pula kasus lama tahun 2019 yang kembali menjadikan ia tersangka pada kasus yang sama, hatta kasus itu sebenarnya telah lama diSP3 kan.

Akankah narasi perlawanan terhadap kecurangan selesai? Penulis sempat menyangka, kasus hukum itu bisa jadi sebagai 'sign', lampu merah kepada pihak2 yang akan mendeligitimasi hasil pemilu atau bahkan kepada pihak2 yang akan berunjuk rasa. Bagi mereka telah siap narasi "makar akan berhadapan dengan TNI Polri!".

People Power itu sekarang diidentikkan dengan makar. Sebenarnya bola itu bergulir bukan dari pendukung Jokowi-Maruf. Akibat Amien Rais-Eggi Sudjana-Kivlan Zen kompak menyuarakan opsi itulah (People Power), maka "makar" jadi pasal yang siap merepotkan mereka. Dua orang dari mereka sudah, tinggal Amien Rais yang belum.

Narasi #PemiluCurang masih bergema walaupun tokoh penting diatas sedang sibuk pada urusan barunya, kasus hukum. Malahan bola semakin bersambut bahkan sekarang menjadi stetmen politik. Penulis menyimpulkan inilah tujuan simposium itu.

Walaupun seakan2 ditinggal sebagian partai pendukung yang cari aman mendekat ke Jokowi, Prabowo yang disebut2 memiliki basis pendukung ex gerakan 212 ternyata masih diperhitungkan. Lihat saja Korps Brimob dari beberapa daerah yang sudah merapat ke Ibukota juga cepatnya proses hukum pada beberapa pendukung Prabowo yang dikenakan ancaman pasal makar.

Apakah Prabowo masih didukung Ulama yang berafiliasi dengan GNPF-Gerakan 212 juga FPI? bila masih wajar saja jajaran Jokowi khwatir dan dinilai represif. Semua bisa saja menduga2, tinggal saja sekarang kita menunggu reaksi Habib Rizieq Shihab. Fatwanya ditunggu oleh sebagian Umat yang diklaim siap bergerak tak ubahnya seperti seperti gelombang 212, menurut postingan yang viral di medsos beberapa hari ini.

Kemana akhir dari narasi ini akan berlabuh. Ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau People Power ala 98?. Atau jutaan massa People Power ala 212 yang akan bergerak mendesak MK memutuskan diskualifikasi Capres-Cawapres melalui palu-nya karena diyakini berbuat curang?

Waktu yang akan menjawab. Penulis tidak sedang setuju atau menolak people power. Namun penulis paham Pemilu kali ini memang 'ada sesuatu'. Tetaplah damai negeriku, NKRI adalah harga mati. Hindari perbuatan makar dan tolak pemimpin curang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun