Mohon tunggu...
Ramadhan G.G
Ramadhan G.G Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sederhana tapi rumit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelombang A Minor

6 Juli 2014   02:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:19 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini, aku melihat Popi merakit sendiri nadanya di ruang tamu. Padamulanya, ia melahirkan nada-nada yang sumbang. Seperti nada riang dan terkejut, seolah-olah ia tidak pernah lelah meniup balon hingga membesar. Ketika balon itu meledak, ia terkejut dan merasa perlu menarik nafasnya dalam-dalam. Popi tidak melakukannya sekali, ia terus meniupnya dan harus terbang bersama balonnya. Aku menemaninya, ia ketakutan di udara. Pengalaman pertamanya itu, seperti yang terjadi padaku di malam blues di tengah kota. Popi memulai, mengenal dan memainkan partiturnya sendiri. Tetapi ia tidak tahu bagaimana menghentikan sensasinya. Popi masih terlalu muda untuk menghentikan waktunya bersamamu. Lagipula, aku ingin melihatmu bercinta dengannya ketika persenggamaan kita berakhir di panggung yang megah.

Aku ingin melihat sensasimu ketika mendengarkan komposisi Popi. Partitur terakhirnya seolah-olah aku berkata padamu, “Ini bukan kehidupanku. Tetapi yang terjadi adalah kenyataan.” aku menampung air mataku dan kuberikan kepadamu. Aku berlalu sementara kau berpaling kepada anak perempuanku. Kemudian kau coba menjelaskan kepadanya tentang alasan kepergianku. Namun bagaimana caramu menjelaskan alasan kepergianku padanya? lalu kau mengatakan bahwa, kau akan mengajaknya berbaring di taman dan menyaksikan bintang-bintang digempur kembang api tahun baru. Dan kau menciumnya, membuatnya seolah-olah seperti sebuah permen yang manis. Aku tidak menyalahkanmu kalau ingin bercinta dengannya.

Ketika aku pergi dan tidak pernah kembali, kau tetap terlihat muda. Itu adalah hal yang paling sulit untuk mempertahankan hidupku bersamamu, pikirku. Aku tidak pernah bisa menduga-duga cara waktu bekerja; bahwa waktu tidak pernah berlalu, waktu hanya berubah. Dan waktu telah merubah keadaanku. *

Pagi ini, aku kembali ke ruanganmu dan melihat tubuhmu tanpa denting. Aku masih ingat di mana pertama kali aku memainkannya. Dan sebuah akhir yang riuh oleh tepuk tangan, aku berdiri di hadapan kerumunan orang. Sementara kau tetap diam setelah selesai menampilkan melodi keheningan dan kematian. Tetapi di dalam hatimu, kau berharap, “aku ingin dia menggantikanmu berada di sini.” aku sudah menerka hal itu, sebab sebelum kita bertemu, kau sudah menunjukkan partiturmu. Hari itu adalah hari yang penting dalam hidupku. Kau telah menyelamatkanku dari kesombonganku. Saat semuanya berakhir, aku tak mampu melakukan apa-apa. Masa depan, sama halnya dengan masa lalu. Dan kau, tidak pernah ada di antara waktuku. Tetapi Popi berbakat, dan ia berniat menggantikanku untukmu.

---------

Bekasi, 2014 Gambar: Pixabay @moccava_

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun