Mohon tunggu...
Ramadhan G.G
Ramadhan G.G Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sederhana tapi rumit

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelombang A Minor

6 Juli 2014   02:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:19 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum kita bertemu, kau menunjukan partiturmu. Harus kuakui, aku masih bingung dengan urutan kejadiannya. Seperti yang selalu menjadi bayangan di dalam kepalamu, kau didera bingung dengan keputusanku untuk meninggalkan kehidupanmu. Aku tidak bisa menjelaskan alasannya. Seperti yang kau lihat sendiri, aku menampilkan diri melalui semesta yang mengandung semua titik lain; masa lalu dan masa depan. Dan aku tidak sengaja mengalami hal ini. Tetapi barangkali, inilah alasanku yang terkuat bahwa, beberapa simfoni lebih sulit dipahami dari orchestra yang pernah kau mainkan.

Kita bertemu. Kau menunjukkan partiturmu lagi dan kita bercinta di ruang tamuku. Aku masih ingat, kabut belum benar-benar menghilang ketika sinar matahari menerpa tubuhmu dengan kasar. Sinar itu menembus kaca jendela dan memberi kehangatan yang lebih kepada tubuh kita. Kemudian anak kita berada di kakimu, menanyakan padaku ke mana kau akan pergi dan kapan lagi ia belajar piano sambil menyanyikan lagu cincang babi.

“Ibu tidak tahu,” ucapku kepadanya, “Ibu harap ayahmu segera kembali dan mengajarimu lagi.”

Hari itu aku pergi ke ruanganmu, dan melihat beberapa bagian tubuhmu menjadi sebuah galeri. Aku selalu penasaran siapa yang menjepret foto tubuh kita, ketika percintaan kita sedang berlangsung di atas panggung yang megah itu. Sementara orang-orang di beberapa negara menyaksikan kita dengan perasaan yang merangsang di dalam dadanya masing-masing. Sedang di beberapa tempat, aku melihatmu bisa berkencan dengan banyak orang. Perasaanku berantakan, bercampur aduk dengan kenangan indah yang aneh. Dadaku bergetar, menyusun gelombang cinta dan mengonversinya menjadi nada-nada. Aku menjatuhkan lukisanmu ketika aku pergi dari ruangan itu. Maafkan aku telah menginjak lukisan tubuhmu di antara ruang dan waktu. Aku harus pergi. Aku terburu-buru. * Kita bercinta dengan putus asa di dalam kamarku. Aku tidak mengerti apa-apa tentang ruang dan waktu yang kaukatakan melalui gelombang dalam partiturmu. Sekalipun aku sedang mengalaminya sekarang denganmu, tetapi aku tidak ingin mengerti dan membuang-buang nadaku dengan percuma. Kau mengatakan bahwa, masa depan memiliki realitas yang sama dengan masa lalu. Dan aku bisa merasakannya dalam waktu yang bersamaan, seperti orang Turki yang menyaksikan karnival di Brazil dari negaranya sendiri.

“Ya, kita sedang mengalami sesuatu yang sama seperti orang Turki itu. Namun dengan hal dan cara yang berbeda. Kau selalu menyaksikanku bersama anakmu ketika kami sedang mendentingkan piano. Dan kau hanya menemukan satu kursi yang tepat dan nyaman untuk menikmati gelombang yang indah itu. Sehingga kau merasakan sensasi aneh dan tiba-tiba merasa mengetahui segalanya. Kau terus menikmati sensasi itu seperti kita sedang bercinta. Setelah selesai, getaran itu menghilang tiba-tiba.” Jelasmu.

Harus kuakui, aku menyadarinya. Aku menyadarinya seluruh semesta hadir di dekatku. Lalu menarikmu ke dalam dekapanku, dan sungguh, aku ingin memelukmu selamanya. Gelombangmu di dalam dadaku membuatku merasa tergugah. Kau hadir membawa keindahan, dan aku sedang menikmatinya. Namun tiba-tiba kau menghilang. Lalu aku menangis. Tetapi bukan karena sedih atau senang, melainkan perasaan yang haru sedang menepuk-nepuk hatiku. Dan kau mengetahui hal itu; aku mencoba memahami sesuatu yang bahkan, tidak mampu aku jelaskan pada diriku sendiri. Kemudian aku mencapai puncak orgasme dan berkata;

“Apakah ini sesuatu yang nyata!” lalu anakku menghentikan permainannya karena kehilangan satu nada yang menjadi idamannya, dan ia mencarinya ke dalam dadaku sambil menangis. Pelukan yang indah. Ibuku mengenalkanmu saat aku masih berada di dalam rahimnya. Sekarang, kita benar-benar saling mengenal, dan kau berencana mengajakku bercinta di tempat yang berbeda dari biasanya. Kau mengatakan bahwa, kau memiliki tempat yang menawan untuk menempatkan setiap getaran nada di dalam hatiku.

“Nada mampu menciptakan imajinasi di ujung jari-jarimu. Lalu kau akan meneka-nekan bagian paling sensitif di tubuhku.” Katamu.

Kita berada di ruang studio, dan kau sedang menjelaskan kepada para musisi tentang harmonisasimu yang tidak boleh terlewatkan sepersatu nada pun. Mereka tersenyum dan mengangguk. Mereka tidak benar-benar mengerti apa yang kaukatakan. Tetapi mereka sepakat untuk menyatukan seluruh ide. Sementara aku bergetar, aroma kopi di gelasku terasa mengerikan. Dan aku terus gelisah di atas kursiku yang berputar-putar. Kau melagu dengan wajah yang berseri-seri. Tidak ada yang berpikir untuk bertanya apa yang akan terjadi jika mereka melewati sepersatu nada dari partiturmu.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun