Kota yang Lain di Matamu
Terkadang kita sembunyi di sana,
menatap kota dari tempat yang kau rekam
selama berhari-hari, sebuah kota yang
digambar Baim dan Alka dengan ujung
gincu, yang ditaburi bubuk bunga Canola,
yang dilapisi kolase kain jetblack
dan batik gentongan. Hanya karena
kita butuh tempat sembunyi, dan duduk
di atas kubah tertinggi di kota itu, hanya
karena kita ingin selonjoran di udara dan
menyaksikan lautan yang menampung
kesedihan kita membeku dari ketinggian.
Atau bisa jadi hanya karena kita butuh
ruangan untuk mengheningkan arti dari
sebuah ciuman kecil bertubi-tubi.
Tidurmu
Kau percaya bahwa tidurku telah lama hilang entah ke mana. Di dalam kamarku selimut adalah pelukan yang percuma, mimpi-mimpi merembes dan membekas di tembok kamar yang dingin. Aku belum edan, tapi dingin dan cemas menyusup melalui jendela yang selalu terbuka, dan bicara dalam bahasa lagu-lagu minor yang berdebam dari pengeras suara buatan Cina.
Tapi waktu aku menatap tidurmu, saat kacamataku menggelincir ke ujung hidung, kutemukan perpus yang terbaring di bawah nyala aurora, ruang buat sembunyi dari sepi dan malam-malam yang gila.
Lagu yang Menyembunyikan Cemburu
Kau memintaku untuk tinggal dan aku mencuri kamarmu. Lalu kuputar sebuah lagu tentang suara gitar Jimmy yang terdengar cemburu.
Bayangan di Bawah Terang Lampu
Terkadang di kota ini
bayanganku jadi
satu-satunya tempat
sembunyi saat
aku berdiri
di bawah terang lampu di antara
daun-daun basah
yang merimbun di cabang
pohon-pohon tua.