Mohon tunggu...
Ramadhana Bagus
Ramadhana Bagus Mohon Tunggu... Freelancer - Observer

Mencoba merubah hati manusia melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Daging Asap

18 September 2019   11:27 Diperbarui: 6 Januari 2020   14:18 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa kalian pernah mencicipi daging asap?

Kalau jawabannya iya, berarti kalian sama dengaku. Walaupun aku belum pernah merasakannya, tapi marilah kita anggap saja aku sudah mencobanya. Sebelumnya, apa kalian tahu bagaimana cara memasak daging asap? Kalau kalian tidak tahu menahu, biar aku jelaskan pada kalian secara singkat bagaimana memasak daging asap dengan mudah, cepat dan pastinya lezat.

Pertama, tentunya kalian sediakan daging. Daging impor termahal dengan kualitas yahud yang kalian bisa dapatkan di pasar atau daging lokal yang kualitasnya tidak kalah saing. 

Ah, aku sarankan saat membeli daging, pastikan daging tersebut bukan merupakan potongan daging hasil suap seharga 40 miliar. Tentunya kalian tidak ingin pesta daging kita kedatangan tamu tidak diundang, bukan? Btw,  Sepotong daging saja cukup. Hakikatnya ini adalah contoh, maka tidak perlu banyak bahan baku.

Kedua, oleskan bumbu rempah secara merata pada daging anda. Oleskan sampai aroma rempahnya menggugah nafsu makan anda. Bumbu yang aku sarankan di sini adalah bumbu rempah terbaik hasil pertanian lokal. Lebih banyak, lebih bagus, lebih berkualitas dan lebih membantu petani-petani lokal.

Kemudian, apa yang kurang?

Oh ya. Hampir lupa. Seharusnya kita memanaskan tungku apinya terlebih dahulu. Seharusnya ini diletakkan di tahap pertama. Tapi tak mengapa, lagipula memanaskan tungku api ini sangat mudah dan praktis! Juga tidak mengeluarkan biaya banyak.

Siapkan bahan-bahannya. Yakni bensin dan lahan gambut. Sekitar 20.000 hektar sudah lebih cukup. Ya, lebih dari cukup untuk membuat tungku api raksasa yang bisa bertahan selama sebulan penuh. Praktis bukan? Kita bisa berpesta daging asap setiap hari.

Tahap selanjutnya, kita bawa daging yang telah kita olesi bumbu rempah ke tungku api. Jangan lupa pakai masker N95 dan membawa tabung oksigen. Berjaga-jaga kalau hal yang buruk terjadi.

"Kau gila!" bentak temanku.

"Eh? Apanya? Yang mana?" aku reflek menoleh. Menghentikan presentasi resep terbaruku untuk memasak olahan daging.

"Menggunakan kabut asap untuk membuat makanan? Bernapas saja sudah susah!"

"Kau benar kalau masalah bernapas. Masker N95 yang sekarang kita pakai juga tidak akan efektif dalam waktu yang lama. Tapi untuk masalah daging asap, why not?"

"Ki, aku mohon sudahi candaanmu.." Asa menepuk jidatnya. "Lagipula kenapa harus daging asap? Kita sendiri sekarang sudah jadi daging asap! Kalau aku punya keberanian seperti cukong-cukong kaya raya itu, kau dan semua manusia yang ada di pulau ini pasti sudah aku makan!" serunya.

"Aku setuju! Tapi jangan makan aku, aku ikut denganmu!"

"Ya ampun, aku pasti juga akan gila sebentar lagi.."

Aku terkekeh. "Santai Sa, kita akan memasak menggunakan penggorengan biasa. Yang tadi hanya candaan."

Asa bernapas lega. Dia segera menyiapkan penggorengan serta minyak kelapa sawit, kemudian menyalakan sumbu apinya menggunakan kompor gas biasa. Sementara masalah daging, aku yang menanganinya. Walaupun menggunakan kabut asap untuk memasak hanyalah candaan, tapi aku tetap penasaran akan rasanya. Apakah pahit? Atau justru malah lezat, sama seperti daging asap pada umumnya?

***

Maaf, cerita di atas hanyalah sarkasme belaka. Tidak lebih dari suatu perumpamaan. Tapi jikalau harus menjawab pertanyaan di atas, sungguh, aku tidak tahu yang mana jawabannya. Yang aku tahu, aku masih orang Indonesia. Orang Indonesia biasa yang kebebasannya dirampas setiap tahun. Selalu berulang, tidak pernah ada habisnya.

Kali ini siapa yang akan menolong kita? Gundala? Serius?

Apa kita butuh Gundala yang tidak lebih dari karakter fiksi untuk menolong kita? Menggunakan kekuatan petirnya untuk memanggil hujan badai agar lahan yang terbakar bisa padam sekaligus melemparkan bogem mentah pada pelaku pembakaran lahan?

Perlu diingat, #Riaudibakarbukanterbakar sudah cocok. Maksudku, maaf, tidak hanya di Riau, tapi juga di Kalimantan #SaveKalimantan juga Sumatera #SaveSumatera.

Sekali lagi, maaf. Maksudku kali ini, Gundala tidaklah hanya sekedar karakter fiksi. Aku yakin jiwa patriot Gundala dimiliki seluruh masyarakat Indonesia. Mungkin---tidak, maksudku HARUS.

Wakil rakyat jangan sibuk melemahkan KPK, rakyat yang kau wakili sibuk menyelamatkan diri. Para elit jangan hobi ongkang-ongkang kaki sambil menikmati spa, sedangkan rakyat nyaris mati karena ISPA. Para cukong jangan doyan makan saudara sendiri, karena sejatinya kita masih saudara NKRI. Wahai Presiden, janji-janjimu jangan lupa, karena kita semua #Menolaklupa. Wahai rakyat Indonesia jangan gagap, karena kita #Masihmelawanasap.

- Azofiyan

16 September 2019, saat cerpen ini dibuat, kabut asap masih  melanda untuk yang kesekian kalinya. Di tahun 2019, perjuangan melawan asap masih bergelora. #IndonesiaDibakarBukanTerbakar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun