"Eh? Apanya? Yang mana?" aku reflek menoleh. Menghentikan presentasi resep terbaruku untuk memasak olahan daging.
"Menggunakan kabut asap untuk membuat makanan? Bernapas saja sudah susah!"
"Kau benar kalau masalah bernapas. Masker N95 yang sekarang kita pakai juga tidak akan efektif dalam waktu yang lama. Tapi untuk masalah daging asap, why not?"
"Ki, aku mohon sudahi candaanmu.." Asa menepuk jidatnya. "Lagipula kenapa harus daging asap? Kita sendiri sekarang sudah jadi daging asap! Kalau aku punya keberanian seperti cukong-cukong kaya raya itu, kau dan semua manusia yang ada di pulau ini pasti sudah aku makan!" serunya.
"Aku setuju! Tapi jangan makan aku, aku ikut denganmu!"
"Ya ampun, aku pasti juga akan gila sebentar lagi.."
Aku terkekeh. "Santai Sa, kita akan memasak menggunakan penggorengan biasa. Yang tadi hanya candaan."
Asa bernapas lega. Dia segera menyiapkan penggorengan serta minyak kelapa sawit, kemudian menyalakan sumbu apinya menggunakan kompor gas biasa. Sementara masalah daging, aku yang menanganinya. Walaupun menggunakan kabut asap untuk memasak hanyalah candaan, tapi aku tetap penasaran akan rasanya. Apakah pahit? Atau justru malah lezat, sama seperti daging asap pada umumnya?
***
Maaf, cerita di atas hanyalah sarkasme belaka. Tidak lebih dari suatu perumpamaan. Tapi jikalau harus menjawab pertanyaan di atas, sungguh, aku tidak tahu yang mana jawabannya. Yang aku tahu, aku masih orang Indonesia. Orang Indonesia biasa yang kebebasannya dirampas setiap tahun. Selalu berulang, tidak pernah ada habisnya.
Kali ini siapa yang akan menolong kita? Gundala? Serius?