"Aku tahu kamu saat ini baru ditimpa ketegangan yang tidak biasa, karena terlihat dari nada bicaramu itu." Kata Ana secara tiba-tiba. Dion menjadi semakin ciut karena Ana sudah mengetahuinya. Mengetahui semuanya.
"Aku akan menerimamu apa adanya. Tenang saja, walaupun kita putus aku masih sahabat kamu oke? Sudah kamu harus tenang sekarang. Ini penentuanmu untuk menjadi seorang manusia yang bebas akan pilihan jalanmu. Bicarakan itu dengan Pamongmu ya." Kata-kata lembut dari Ana ini membuat Dion merasa lega, karena kekhawatiran yang selama ini ada dalam hatinya, ternyata hanyalah imahjinasinya dan dia menutup telepon itu dengan mengucapkan terima kasih kepada Ana untuk semuanya.
Seminggu telah berlalu dan Retret Electiopun sudah ada di depan mata. Saatnya Dion benar-benar mengolah disposisi batinnya saat ini untuk menentukan pilihannya. Dia berada di nomor satu pada daftar wawancara dengan pembimbing rohaninya selama Retret Electio yang ternyata adalah Romo Pamongnya. Dia menceritakan semuanya kepada Romo Pamongnya itu mengenai perkembangan disposisi batinnya. Hingga pada wawancara akhir untuk penentuannya dia akhirnya tahu apa yang dia pilih.
"Romo, saya akhirnya tahu apa yang dimaksud dengan pertanyaan Romo. Saya sendiri saat ini memilih untuk menjadi awam, karena ketika saya melihat kembali semua pengalaman-pengalaman saya, saya benar-benar tidak bisa mengembangkan panggilan ini disini, sehingga saya memutuskan untuk menjadi awam. Ini pilihan merdeka saya." Kata Dion dengan mantap kepada Romo Pamongnya. Romo Pamongnya tersenyum pada Dion karena dia akhirnya bisa memilih dengan merdeka dan Romo Pamongnya akan berusaha meyakinkan orang tuanya bahwa ini adalah pilihan merdekanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H