21 Januari 2017 tepat pada saat hari Anniversary ke-3 hubungan antara Dionysius Nugroho yang merupakan seorang seminaris Medan Madya dengan Anastasya Aurel seorang murid dari SMA lain, sekaligus sahabat Dion sejak lama sebelum mereka menjalin hubungan. Mereka begitu dekat, begitu romantis bagaikan sebuah bunga mawar dengan kupu-kupu yang hinggap diatasnya. Di hari itu juga Dion memiliki jadwal untuk wawancara sebelum Retret Electio oleh Romo Pamongnya.
"Dion saya ingin bertanya, apakah kamu saat ini sedang berpacaran?" Tanya Romo itu secara tiba-tiba setelah Dion menceritakan semuanya, termasuk sahabatnya atau kekasihnya itu kepada Romo Pamongnya yang disamarkan hubungan mereka berdua.
"Saya tanya sekali lagi Dion, apakah kamu saat ini sedang berpacaran?" Tanya Romo itu sekali lagi, namun dengan nada yang lebih lembut, karena melihat ketegangan di wajah Dion.
"Iya Romo saya saat ini sedang berpacaran dengan sahabat yang ceritakan tadi itu." Jawab Dion dengan nada sedikit takut dan juga ragu-ragu, karena dia tahu kalau dia seharusnya tidak berpacaran.
"Baik. Terima kasih atas kejujuranmu. Cobalah kamu renungkan pertanyaan ini, apakah aku pantas menjadi seorang imam jikalau aku malahan berpacaran? Renungkan itu ya Dion dan berikan jawabanmu ketika wawancara nanti di Retret Electio nanti." Nasihat dari Romo Pamongnya yang membuat dia diam seketika dan dia hanya bisa menganggukan kepalanya. Dion mulai dirubungi oleh perasaan ragu untuk memilih.
Setiap hari Dion merenungkan pertanyaan dari Romo Pamongnya itu. Dia benar-benar takut kalau Ana hanya akan menganggapnya lelaku yang tidak tahu diuntung karena sudah menyakiti perasaannya dan menjauhinya. Dion menutupi semua itu dengan cara bertopeng seolah-olah tidak ada yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan teman-teman angkatannya sendiri tidak ada yang menyadari akan perasaan Dion saat itu juga. Seminggu sebelum Retret Electio Dion menghubungi Ana untuk berbicara dengannya mengenai hubungan mereka dan menenangkan pikirannya. Dia meminta izin kepada Romo Pamongnya untuk menelepon Ana dan diperbolehkan.
"Hai Ana." Sapa Dion di telepon dengan menjaga nada suaranya supaya tidak dicurigai oleh Ana.
"Hai Dion, gimana kabarnya?" Sapa Ana dari balik telepon.
"Aku baik-baik saja. Aku tahu kamu pasti juga baik-baik saja saat ini. Aku bener-bener rindu sama kamu Na. Kamu rindu ngga sama aku?" Basa-basi dari Dion untuk melepaskan kenangan-kenangan yang akan dia lewati nantinya.
"Tentu saja aku rindu sama kamu. Banget malahan. Katanya seminggu lagi kamu Retret Electio sama bulan depan kamu muncakkan?" Tanya Ana secara tiba-tiba sehingga membuat hati Dion makin ragu-ragu untuk memilih, dia ingin menjadi seorang Imam, namun dia tidak ingin menghentikan hubungan mereka berdua.
"Iya minggu depan aku udah mulai Retret sama bulan depan udah mau muncak." Jawab Dion dengan nada yang benar-benar khawatir akan sesuatu.
"Aku tahu kamu saat ini baru ditimpa ketegangan yang tidak biasa, karena terlihat dari nada bicaramu itu." Kata Ana secara tiba-tiba. Dion menjadi semakin ciut karena Ana sudah mengetahuinya. Mengetahui semuanya.
"Aku akan menerimamu apa adanya. Tenang saja, walaupun kita putus aku masih sahabat kamu oke? Sudah kamu harus tenang sekarang. Ini penentuanmu untuk menjadi seorang manusia yang bebas akan pilihan jalanmu. Bicarakan itu dengan Pamongmu ya." Kata-kata lembut dari Ana ini membuat Dion merasa lega, karena kekhawatiran yang selama ini ada dalam hatinya, ternyata hanyalah imahjinasinya dan dia menutup telepon itu dengan mengucapkan terima kasih kepada Ana untuk semuanya.
Seminggu telah berlalu dan Retret Electiopun sudah ada di depan mata. Saatnya Dion benar-benar mengolah disposisi batinnya saat ini untuk menentukan pilihannya. Dia berada di nomor satu pada daftar wawancara dengan pembimbing rohaninya selama Retret Electio yang ternyata adalah Romo Pamongnya. Dia menceritakan semuanya kepada Romo Pamongnya itu mengenai perkembangan disposisi batinnya. Hingga pada wawancara akhir untuk penentuannya dia akhirnya tahu apa yang dia pilih.
"Romo, saya akhirnya tahu apa yang dimaksud dengan pertanyaan Romo. Saya sendiri saat ini memilih untuk menjadi awam, karena ketika saya melihat kembali semua pengalaman-pengalaman saya, saya benar-benar tidak bisa mengembangkan panggilan ini disini, sehingga saya memutuskan untuk menjadi awam. Ini pilihan merdeka saya." Kata Dion dengan mantap kepada Romo Pamongnya. Romo Pamongnya tersenyum pada Dion karena dia akhirnya bisa memilih dengan merdeka dan Romo Pamongnya akan berusaha meyakinkan orang tuanya bahwa ini adalah pilihan merdekanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H