namun kali ini aku berniat membantu abah sendiri. Senyum abah merekah seiring dengan mendekatnya perahu ke tepi pantai. Aku yakin, abah mendapat banyak ikan hari ini.
"Bagaimana, Abah?" tanyaku sambil membantu abah mendorong perahu untuk menepi.
"Alhamdulillah...esok hari engkau bisa membayar sekolah, Hikam." ujar beliau sambil mengelus kepalaku. Kulihat ada banyak ikan tertangkap di jaring abah.
Beberapa ikan berukuran sangat besar, beberapa yang lebih kecil ukurannya seperti paha orang dewasa, dan ikan-ikan yang sebesar telapak tangan banyak tersangkut di jaring abah.
Aku membantu abah melepaskan ikan-ikan dari jala dan memasukkannya dalam ember.
Ikan-ikan itu menggelepar-gelepar di tangan, membuatku kesulitan untuk memindahkannya, namun abah dengan cekatan memasukkan ikan tangkapannya ke dalam ember.
Hampir satu jam berkutat dengan ikan, inilah saatnya menjual ikan-ikan tadi ke pasar yang lokasinya tidak jauh dari pantai.
Ketika akan mengangkat ember, bang Togar, nelayan senior di kampung sedang meminta para kuli membantu membawakan hasil tangkapannya. Aku menyenggol lengan abah.
"Abah, lihat Bang Togar." kemudian abah melirik sekilas.
"Biarkan saja,itu rezeki dia, yang ini rezeki kita." ujar abah sambil menunjuk ember yang kubawa.
"Tapi Bang Togar curang, Abah. Dia menangkap ikan yang masih kecil. Dia pakai pukat, pakai racun, pakai bom, pakai..." kalimatku terputus.