Republik Indonesia dilahirkan di tengah pertempuran seluruh bangsa-bangsa adidaya di Asia Timur Raya. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan hingga pada akhirnya menjadi negara yang berdaulat bukan hal yang mudah. Dalam memperjuangkan hal tersebut, hingga pada akhir kemenangan tercapai menjadi kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia.Â
Untuk itu, segenap founding father pada waktu itu meyakini bahwa sebagai bayi yang baru saja lahir, selain harus menyiapkan dasar negara, wilayah, rakyat serta pemerintahan yang berdaulat, diperlukan juga pembentukan Tentara Kebangsaan. Karena pada waktu itu masih dalam suasana perang, pertahanan negara menjadi suatu hal yang penting.
Fase Perumusan di Sidang BPUPKÂ
Patut diketahui, wacana pembentukan Tentara Kebangsaan muncul pertama kali dalam sidang BPUPK (Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai) kedua pada tanggal 10 Juli 1945. Panitia Kecil yang diketuai oleh Soekarno itu, mendapatkan tugas dari Radjiman Widyoningrat (Ketua BPUPK) untuk menggolongkan dan memeriksa catatan tertulis tentang pandangan kemerdekaan atas usulan seluruh anggota rapat. Adapun usulan-usulan yang masuk dirangkum dalam sidang.Â
Terdapat usul dari 40 iin (anggota komite) mengenai 32 soal. Namun kemudian, hal tersebut diperas lagi hingga menjadi 9 golongan saja, antara lain yang menjadi embrio terbentuknya Tentara Nasional Indonesia sekarang adalah poin ke-8 terkait usulan mengenai dibentuknya pembelaan (Tentara Kebangsaan).
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua BPUPK, Radjiman Widyoningrat kemudian membentuk  panitia untuk menyelidiki usul-usul tersebut lebih dalam di dalam sidang: Pertama, membentuk panitia perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Soekarno. Kedua, menyelidiki dan mempelajari perihal keuangan dan ekonomi diketuai oleh Moh. Hatta.Â
Ketiga, terkait pembelaan tanah air yang mana Abikoesna Tjokrosejoso ditunjuk sebagai ketuanya dan anggota-anggota yang masuk dan bertugas antara lain; Abd. Kadir, Asikin Natanegara, Bintoro, Hendromartono, Moezakir, Sanoesi, Moenandar, Samsoedin, Soekardjo Wirjopranoto, Soerjo, Abd. Kafar, Masjkoer, Abd. Halim, Kolopaking, Soedirman, Aris, M. Noor, Pratalykrama, Lim Koen Hian, Boentaran, Roeslan Wongsokoesoemo, dan Ny. Soenarjo. Lalu Tuan yang terhormat Tanaka Kakka dan Matuura diminta menjadi anggota istimewa dalam sidang pembelaan tanah air.
Panitia pembelaan tanah air ini melaksanakan sidang di Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang Dep. Luar Negeri) tepatnya di ruang makan. Dan pemufakatan hasil rapat selambat-lambatnya keesokan harinya agar lekas selesai. Pada akhirnya pembelaan tanah air berhasil dirumuskan dan disetujui. Titik temu itu antara lain;
Pertama, dalam susunan pusat pemerintahan dibentuklah Kementerian Pembelaan (sekarang Kementerian Pertahanan) yang mengurus Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Sebagai langkah pertama dari kementerian ini ialah dengan mempersatukan segenap prajurit bangsa Indonesia sebagai Tentara Indonesia di bawah pimpinan Presiden. Prajurit yang dimaksud antara lain prajurit pada masa perjuangan yaitu; Peta, Heiho, Laskar Rakyat dan milisi perjuangan yang lain.
Kedua, dalam melaksanakan pertahanan dan pembelaan negara yang kuat dan sentosa, maka Negara Indonesia menaruh kepercayaan penuh atas kesanggupan segenap rakyat Indonesia untuk melakukan: Jihad di jalan Allah terutama atas semangat dan tenaga pemuda Indonesia yang dengan keteguhan tekad sanggup mengorbankan jiwa raga.
Ketiga, Persenjataan dan peralatan tantara dilengkapkan dengan jalan; a). mendapatkan dari Jepang dan b). menyelenggarakan produksi dalam negeri
Keempat, agar semangat pembelaan tanah air lebih kuat, disepakati hendaknyalah di kalangan kaum wanita dibangkitkan rasa kewajiban turut bertanggung jawab mempertahankan kemerdekaan.
Pada akhirnya, putusan-putusan hasil perundingan terkait pembelaan tanah air disepakati. Hal ini kemudian dilaporkan ke pimpinan BPUPK pada tanggal 16 Juli 1945 dan diteruskan kepada Paduka Yang Mulia Gunseikan Kakka (Kepala Pemerintahan Militer Jepang) pada tanggal 18 Juli 1945 di Jakarta. Dengan rasa hati yang puas agar putusan-putusan tersebut dapat kiranya melekaskan lahirnya Tentara Kebangsaan Indonesia setelah merdeka.
Fase Perumusan di Sidang PPKIÂ
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia masih belum memiliki kesatuan tentara secara resmi. Oleh karena itu, dalam sidang kedua PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 dilakukan pembahasan perihal Tentara Kebangsaan yang diketuai oleh Oto Iskandardinata dengan mengacu dari hasil BPUPK, yang menghasilkan keputusan bahwa :
- Rencana pembelaan negara dari BPUPK yang mengandung politik peperangan tidak diterima.
- Peta di Jawa, Laskar Rakyat di Sumatera, Peta di Bali dengan segera dibubarkan.
- Heiho supaya segera diberhentikan.
- Untuk pembelaan Negara Indonesia Merdeka, tentara kabangsaan Indonesia harus selekasnya dibentuk oleh Presiden.
Dengan menganut demokrasi berketuhanan, menurut Oto Iskandardinata setelah Indonesia Merdeka pernyataan terkait dengan perang itu tidak sesuai dengan pendirian bangsa. Selanjutnya, disusul dengan pembubaran PETA dan yang lainnya dengan dalih organisasi tersebut dibentuk oleh Balatentara Jepang dan kedudukannya dikalangan internasional yang tidak jelas.Â
Kegentingan tersebut, mengharuskan Indonesia yang segera melakukan pembentukan Tentara Kebangsaan, Negara Indonesia membutuhkan suatu alat pertahanan yang sebaik-baiknya. Oleh karena itu komisi mengusulkan supaya Presiden memanggil pemuka-pemuka yang mempunyai kecakapan militer untuk membentuk Tentara Kebangsaan yang kokoh dan kuat.
Kemudian Soekarno menunjuk Abdul Kadir (ketua) dibantu Kasman Singodimedjo dan Oto Iskandardinata untuk mempersiapkan hal tersebut. Pada tanggal 22 Agustus 1945 dalam sidang PPKI diputuskan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada saat itu, BKR difungsikan sebagai penjaga keamanan secara umum, bukan Tentara Kebangsaan. Keputusan untuk membentuk badan tersebut dilakukan oleh banyak pertimbangan salah satunya agar tidak menarik perhatian dan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan dari pasukan Jepang dan sekutu.
Berkembangnya situasi nasional akibat ancaman kedatangan pasukan Inggris, muncul desakan untuk membentuk tentara. Salah satu yang mempelopori adalah mantan prajurit Peta yaitu Supriyadi. Merespon desakan tersebut, pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah oleh Presiden Soekarno yang berbunyi "Untuk memperkuat perasaan keamanan umum maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat". Sehari kemudian, Supriyadi diangkat sebagai Menteri Keamanan Rakyat.
Tentara Kebangsaan Indonesia atau yang kini bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI) terbentuk tanggal 5 Oktober 1945 yang terdiri atas Angkatan Udara, Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Lahirnya TNI diharapkan dapat melindungi segenap bangsa Indonesa dan tumpah darah Indonesia, menjamin keadaan seluruh anak bangsa yang lebih selamat dan sentosa. Kehadirannya membawa kehidupan yang lebih senang dan makmur dalam negara yang dicita-citakan. TNI yang bersama rakyat, untuk rakyat dan di tengah-tengah rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H