Selama ini jika dilihat, edukasi mengenai dampak-dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan memang sudah banyak dilakukan di media sosial. Namun, edukasi yang dilakukan di media sosial dengan edukasi yang dilakukan oleh guru ataupun orang tua di rumah sudah pasti akan membawa dampak yang berbeda pada diri anak.Â
Edukasi yang dilakukan di media sosial memang perlu namun mungkin informasi yang diserap oleh anak tidak akan seoptimal jika edukasi tersebut diberikan langsung oleh guru dan orang tua. Hal ini dikarenakan, aktivis lingkungan di media sosial tentu tidak akan bisa melakukan monitoring seoptimal guru dan orang tua.Â
Di sekolah dan di rumah tentu guru dan orang tua selain bisa memberikan edukasi juga bisa disertai dengan penanaman kebiasaan untuk memperlakukan alam dengan baik di lingkungan rumah ataupun sekolah.Â
Apabila edukasi dan monitoring ini dilakukan sejak manusia masih berusia dini, harapannya pengetahuan, nilai, dan kebiasaan tersebut akan terbawa hingga manusia tumbuh menjadi individu dewasa.Â
Hal yang terjadi kemudian, manusia tidak akan lagi memperlakukan hewan, tumbuhan, dan alam dengan sembrono karena sadar bahwa perbuatan sekecil apapun yang berpotensi mencederai lingkungan akan membawa dampak terhadap organisme yang hidup di lingkungan tersebut termasuk juga manusia.
Dari paparan di atas, dapat ditarik suatu opini dan masukan untuk guru ataupun mahasiswa keguruan yang akan berkarir di bidang pendidikan. Berkaca dari manfaat dan urgensi materi ekosistem utamanya hubungan saling ketergantungan dalam ekosistem, guru hendaknya menyampaikan materi ini dengan menghadirkan contoh-contoh yang terjadi di lapangan.Â
Pemberian pembelajaran dengan model problem based learning, project based learning, konstruktivisme atau perpaduan antara ketiganya dapat menjadi pilihan bagi guru dalam mengajarkan materi ekosistem.Â
Pemberian masalah mengenai isu-isu lingkungan seperti pencemaran air, global warming, penebangan liar, ataupun perburuan satwa-satwa langka untuk ditemukan solusi penanganannya oleh siswa bisa menjadi pilihan ketika guru memutuskan mengajarkan materi ekosistem dengan model problem based learning.Â
Selain itu, pemberian challenge atau project-project yang berkaitan dengan gaya hidup go green dan upaya pelestarian lingkungan juga dapat menjadi pilihan bagi guru terutama guru-guru muda untuk mengajarkan materi ekosistem di sekolah dengan model project based learning.Â
Pengaplikasian model pembelajaran tersebut juga dapat dipadukan dengan model pembelajaran konstruktivisme yang menekankan pada keterkaitan antara konsep yang sudah dimiliki siswa dengan konsep baru yang akan dipelajari siswa agar tercipta pemahaman yang utuh.
Tingkatan masalah dan project yang diberikan tentulah harus disesuaikan dengan usia siswa yang diajar. Hal ini dikarenakan tingkat perkembangan kognitif anak akan berbeda pada setiap tahap usianya.Â