Lalu theolog Pdt. Dr. Eka Darma Putra, mantan Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Andreas A Yewangoe, Menteri Pertanian di era Presiden ke-5 Republik Indonedia, aktivis HAM Asmara Nababan, dan toloh buruh Muchtar Pakpahan. juga, di era akhir 1980-an Tokoh Gereja Ortodox Sirya Dr Bambang Noersena, Yasonna Laoly (Menkumham), Enggar Tiasto Lukita (Menteri Perdagangan), pakar hukum Tata Negara yang kini menjabat Hakim Konstitusi Yusmik Foekh, dan aktivis 1998 Adian Napitupulu.
Dengan 70 tahun ini semestinya Pengurus Pusat GMKI "peka" makna medan pelayanan. Sayangnya, momen diesnatalis atau hari ulang tahunnya GMKI sampai saat ini meninggalkan momen terpenting dari peran kontribusi Johanes Leimena untuk Indonesia. Diesnatalis digelar tanpa terdengar gaungnya. Bahkan minim peminat para kader untuk antusias hadir diacara hajatan tahunan tersebut.
Semestinya diesnatalis GMKI ini dijadikan ajang untuk mewujudkan Indonesia sebagai bangsa besar yang pluralistik, bhineka, luas yang mencakup dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote. Sangat disayangkan PP GMKI mengalami "amnesia" sejarah.Â
Lupa bahwa Leimena dokter Stovia itu adalah salah satu pahlawan dan tokoh besar yang pernah dilahirkan di negeri ini. Juga Leimena pelopor yang mendirikan Puskesmas. Masihkah PP GMKI mampu "membisiki" Presiden Joko Widodo untuk memberikan nama Johanes Leimena sebagai nama jalan di Jakarta, dan BAPAK KESEHATAN INDONESIA.Â
Semoga tidak disorientasi dalam pelayannya. Kita juga tidak ingin melihat para PP GMKI "pikun' dengan bapak pendirinya, JOHANES LEIMENA. Selamat berdiesnatalis GMKI. Ut Omnes Unum Sint. (Ralian Jawalsen)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H