Usia Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) tidak terbilang muda lagi, tepatnya akan memasuki 70 tahun pada 9 Februari 2020. Bertepatan dengan hari Pers Nasional yang juga jatuh pada 9 Februari.Â
Dengan motto: Ut Omnes Unum Sin (Agar Mereka Menjadi Satu), yang dikutip dari Kitab Yohanes 21: 7. Motto yang diambil dari doa Yesus Kristus, sang kepala gerakan menjelang eksekusi mati di kayu Salib, Golgota. Di taman Getsmani, inilah Sang kepala gerakan berdoa agar seluruh orang yang percaya kepada-Nya bersatu. Pentingnya persatuan bagi setiap manusia tanpa terkecuali.
Dalam memperingati hari jadinya yang ke 70 tahun itu, GMKI akan merayakan di Jawa Tengah. Dari Salatiga sampai Semarang, Seluruh kader baik anggota biasa, senior dan temannya senior (senior friends) GMKI akan merayakan dengan menggelar kebaktian, dan diskusi menyangkut pergumulan dalam medan pelayanannya di tengah gereja, masyarakat dan perguruan tinggi.
Entah apa yang digumulkan tahun ini dalam Diesnatalisnya. Penulis, yang juga Anggota GMKI Jakarta angkatan 1998 tidak melihat adanya hal yang bisa diopinikan. Padahal, momentum 70 tahun adalah sangat penting.Â
Namun, sangat disayangkan momentum perayaan hari jadinya tidak sebesar nama yang "melahirkannya", Johanes Leimena. Padahal jauh hari sudah diangkat menjadi sebuah isu yang penting bagi gereja dan bangaa.
Disadari, GMKI tidak bisa dipisahkan dengan Om Jo, panggilan Johanes Leimena, menteri Kesehatan Pertama di era Presiden Soekarno. Lelaki kelahiran Ambon 6 Maret 1905 inilah yang membidani lahirnya GMKI, 9 Februari 1950. Namun, cikal bakal lahirnya GMKI tidak bisa dipisahkan dari Christelij yang menjadi Studen en Vereniging op Java (CSV), hingga Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI).
Sejarah lahirnya GMKI juga tidak bisa menafikan keberadaan Nederlandsch Indische artsen School (NIAS) di Surabaya yang ada sejak tahun 1913. Awal dari pelayanan organisasi mahasiswa Nederland ketika itu, hingga peran serta mahasiswa pribumi dalam pelayanannya yang dikenal hingga kini, GMKI.
Pada tanggal 28 Desember 1932 adalah konprensi penggabungan penggabungan tiga organisasi mahasiswa Kristen, CSV, NIAS dan PMKI, di Kaliurang, Yogyakarta.
Nama C.L Van Doorn, seorang insinyur pertanian, yang juga ahli ekonomi asal Belanda keterlibatannya dalam cikal bakal terbentuknya GMKI memiliki sejarah yang panjang. Van Doorn, mendapat tugas dalam melayani mahasiswa Belanda melalui Konsulat Pekabaran Injil di Jakarta (Zendingsconsulat), Persekutuan Mahasiswa Kristen di Negeri Belanda (NSCV) dan Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia (WSCF). Kehadiran Van Doorn memiliki kontribusi penting dalam gerakan Oikumene di Nusantara.
Pada tahun 1923, sejarah penting pertemuan Leimena dan Van Doorn dalam pelayanan mahasiswa Kristen juga "mewarnai" pemberitaan Injil. Leimena mahasiwa Kedokteran Stovia sangat antusias dalam pelayanan penelahan Alkitab yang digelar para mahasiswa di Batavia, julukan Jakarta ketika itu. Dalam penelahan Alkitab, Amir Syarifuddin, akhirnya menjadi Kristen.
Amir Syarifuddin adalah mantan Perdana Menteri era Presiden Soekarno. Akhirnya, Amir memilih berjemaat di HKBP Kernolong, Kramat, Jakarta Pusat. Akibat perbedaan pandangan politik dengan kabinet Mohammad Hatta, Amir akhirnya ditembak mati dalam pemberontakan peristiwa Madiun 1948, bersama dengan Muso pentolan PKI. selongsong peluru menembus dadanya, Amir sempat berdoa sembari menggenggam kitab Injil dan bernyanyi Internasionale, lagu kebangsaan para komunis dunia sebelum dieksekusi mati.