Mohon tunggu...
Djoko Nawolo
Djoko Nawolo Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pemerhati sosial

Sekedar menyalurkan hobi berceloteh tentang segala hal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan featured

Mengapa Kita Perlu TNI?

20 Juli 2016   02:34 Diperbarui: 5 Oktober 2018   13:49 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedangkan penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha untuk mencapai tujuan politiknya merupakan media utama yang dilakukan oleh aktor-aktor teror.

Pasca serangan 11 September 2001 terhadap gedung WTC di New York, persepsi publik dunia terhadap terorisme semakin berubah. Terorisme tidak lagi dipandang hanya sekedar kejahatan biasa, melainkan sudah menjadi musuh bersama umat manusia. 

Perang terhadap terorisme yang pada awalnya dideklarasikan oleh negara-negara barat, sekarang sudah dilakukan oleh hampir seluruh negara di dunia, karena terorisme itu sendiri semakin menyebar dan menjadi ancaman global yang dapat terjadi di seluruh belahan dunia. 

Namun demikian, terorisme tidaklah serta merta dapat dihancurkan, bahkan terjadi kecenderungan peningkatan secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam hal ini, muncul dan berkembangnya ISIS di Timur Tengah yang simpatisannya sudah menyebar secara global menjadi indikator yang sulit untuk dipungkiri.

Terkait terorisme ini, Indonesia merupakan negara yang tergolong rentan sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kelompok teror, maupun sebagai sasaran aksi terorisme. 

Ancaman yang dilancarkan oleh kelompok radikal teror selama bertahun-tahun dari wilayah Poso, yang kita harapkan akan segera berakhir pasca tertembaknya Santoso alias Abu Wardah oleh prajurit Raider 515/Kostrad, serta serangan-serangan sporadis kelompok teror di berbagai tempat strategis, menunjukkan bahwa terorisme masih merupakan api dalam sekam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah munculnya aksi teror maupun mengatasi aksi-aksi teror yang telah terjadi, baik secara regulatif maupun implementatif. 

Pada tahun 2003, Pemerintah RI bersama dengan DPR mengesahkan Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai landasan hukum bagi aparat negara untuk memberantas terorisme yang dalam hal ini dikategorikan sebagai sebuah 'tindak pidana'. 

Dalam kurun waktu 13 tahun, berbagai langkah pemberantasan terorisme telah dilakukan, baik sebagai upaya penindakan terhadap aksi-aksi teror yang terjadi maupun pencegahan terhadap potensi munculnya aksi teror oleh kelompok-kelompok radikal. 

Namun demikian, langkah-langkah tersebut dinilai oleh banyak kalangan belum efektif dalam membasmi terorisme hingga ke akar-akarnya. Berbagai kekeliruan yang dilakukan oleh aparat dalam melaksanakan tugasnya justru dianggap berpotensi menumbuhkan radikalisme dan terorisme baru yang lebih besar.

Akhirnya terjadi serangan teror Thamrin pada tanggal 14 Januari 2016. Peristiwa itupun kemudian memicu semakin menguatnya wacana untuk melakukan revisi terhadap UU No 15 Tahun 2003, walaupun pada akhirnya menuai pro dan kontra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun