Di situlah para founder Plasticpay mencoret-coret dan membuat suatu ide, bagaimana caranya bisa ada peran serta masyarakat dan warga dapat teredukasi, berpartisipasi, kemudian sampah plastik terkelola dengan baik, terpilah dengan baik kemudian di daur ulang.
Mereka pun terinspirasi dari negara lain yang lebih maju dalam pengelolaan limbah sampah plastik. Arif menceritakan bagaimana negara-negara Scandinavia, dan Australia, dibeberapa titik lokasi di negaranya terdapat Deposit Return System (DRS) untuk  botol plastik.
"kalau disana pemilahan sampah dilakukan sudah baik dan benar. Itu bisa ningkatin rycling rate 13 x lipat" ungkapnya
Menurut keterangan Arif, di negara Australia untuk Deposit Return System (DRS)Â ada peran Pemerintah, ketika warga membeli air mineral, mereka dipaksa mendepositkan uang, misal membeli air mineral Rp.5000, yang dibayar Rp.8000, depositnya Rp.3000.
Setelah air mineralnya dikomsumsi, kemudian botol dikembalikan ke mesin DRS, lalu uang deposit Rp.3000,- dikembalikan ke warga yang menyetor botol plastik. Di negara-negara yang sudah menerapkan DRS, para warga dengan mengumpulkan 5 botol plastik pulang bisa membeli telor sekilo.Â
Plasticpay akhirnya mencoba meniru solusi masalah sampah plastik dari negara-negara tersebut. Awalnya dengan mengedukasi masyarakat merubah perilaku warga bahwa dari sampah plastik bisa menerima manfaatnya.
Terbentuklah gerakan sosial berbasis platform digital Plasticpay di tahun 2019, yang mengajak masyarakat untuk merubah sampah plastik yang merusak lingkungan menjadi bermanfaat dan membawa kebaikan.
Sampah plastik yang nantinya terkumpul akan ditukarkan menjadi Plasticpay Poin, kemudian di daur ulang lalu mengubahnya menjadi butiran, Recycled Polyester Staple Fiber ("Re-PSF"), benang dan kain.Â
Hasil dari daur ulang adalah Eco-friendly fiber dan kain daur ulang yang memenuhi semua standar kualitas tinggi yang dapat digunakan untuk boneka, bantal, tempat tissue, tas, tempat tidur, karpet, furniture, interior otomotif dan produk non-woven / woven.
..