Dalam Perpres tersebut berbunyi, berdasarkan hasil pemodelan pasokan energi primer EST dalam bauran energi primer tahun 2025 sebesar 23,0% (92,3 MTOE) dan pada tahun 2050 sebesar 31,2% (315,7 MTOE).
Porsi bauran energi primer EBT tersebut sudah sesuai dengan target energi primer EST dalam KEN yaitu pada tahun 2025 paling sedikit 23% dan pada tahun 2050 paling sedikit 31%.
Perencanaan yang telah dibuat, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tidak masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Aturan Pemerintah tersebut tentunya mendukung penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebagai salah-satu Energi Baru Terbarukan (EBT)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap Menurunkan Emisi dan Hemat Biaya
Presidensi G20 Indonesia mengimplementasikan peta jalan keuangan berkelanjutan, G20 akan fokus pada tiga topik utama yang dianggap kritis.
Jika tidak segera ditangani, ada beberapa krisis iklim yang sudah mulai terlihat seperti krisis air bersih, cuaca ekstrem, kebakaran hutan, dan gangguan lingkungan lainnya.
Lebih jauh, krisis iklim akan berpotensi mengganggu sistem keuangan dan stabilitas moneter. Investasi hijau melalui EBT dengan PLTS Atap dapat menjadi solusi.
Minat segmen industri khususnya manufaktur memasang PLTS Atap menunjukkan peningkatan. Menurut estimasi Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), di tahun 2022 ada potensi 100 MW hingga 200 MW di segmen komersil dan industri.
Ada beberapa keuntungan yang bisa diraih oleh segmen komersil dan industri bila memasang PLTS Atap menurut AESI :