Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Anggota Tubuh Kena Blur di Tayangan Film atau Sinetron, Kerjaan LSF kah?

1 Juli 2022   14:54 Diperbarui: 1 Juli 2022   15:21 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto (tengah  menggunakan batik) bersama para Kompasianers I Sumber Foto Emma Malika

Para pecinta film pasti pernah melihat tayangan di televisi yang ngeblurkan anggota tubuh aktor / aktris film. Tidak hanya aktris acapkali olahragawan juga kena di blur anggota tubuhnya. Lalu akan ada aja berprasangka "ini mah kerjaan Lembaga Sensor Film (LSF)". Tapi apakah benar begitu ?

Daku (saya) pun berfikir begitu juga sebelumnya, tapi akhirnya daku mengetahuinya ketika anjangsana ke kantor Lembaga Sensor Film (LSF). Penjelasan ini tersebut disampaikan kepada 20 kompasianer dari Komunitas KOMIK (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub) yang hadir di ruang rapat LSF Kemdibudristek lantai 6 Gedung F, pada Kamis, 30 Juni, 2022.

Anjangsana komunitas KOMIK ternyata mendapatkan sambutan yang baik . LSF menghadirkan Rommy Fibri Hardayanto (Ketua LSF), Tri Widyastuti Setyaningsih, M.Sn (Ketua Subkomisi Penyensoran), Nasrullah (Ketua Komisi I), Roseri Rosdy Putri, M.Hun (Anggota/Sekretaris Komisi II), Andi Muslim, S.Ds., M.Si (Anggota/Ketua Subkomisi Media Baru).

_

Ketua LSF Concern Budaya Sensor Mandiri 

Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto menjelaskan langsung kepada kami para kompasianers bahwa LSF sangat menghormati kekayaan intelektual. 

Saat ini LSF sudah bergerak moving forward amat berbeda dengan saat masih bernama Badan Sensor Film (BSF). Dahulu masih ada nuansa diktator dan penafsir kebenaran tunggal. Tentunya budaya di LSF berubah karena teknologi film juga berubah, dan Indonesia merupakan negara demokratis.

Tambahnya, perkembangan teknologi film sekarang sudah digital, akhirnya LSF tidak memegang film tapi lebih kepada melakukan pencatatan menit adegan film yang dianggap melanggar ketentuan, lalu catatan itu diberikan kepada pemilik film. Catatan ini tentunya berdasarkan aturan yang ada. Catatan itu nantinya pemilik film yang mengolahnya.

"Jadi bila ada tayangan televisi di blur jangan dianggap perbuatan LSF, karena mau motong atau shooting ulang diserahkan ke pemilik film. Ada beberapa tayangan yang di blur bukan dari catatan LSF, tapi inisiatif dari pemilik film ditakutkan menimbulkan kegaduhan" tegas Rommy Fibri di kantor LSF (30/6/2022)

Perkembangan demokrasi sekarang, LSF memahami dan mengormati kekayaan intelektual. Film merupakan milik pembuat film dan LSF mengembalikan ke pemilik film. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun