Gara-gara lupa hastag atau mention penyelenggara di sosial media saja, kita bisa hanya jadi penggembira. Atau tidak memberikan kata kunci yang di hyperlink situs sponsor lomba, bisa membuat kita gigit jari padahal tulisan kita bagus. Daku juga acapkali tersandung gara-gara hal itu.
Tapi memang ketika kita ikutan kompetisi menulis di luar penyelenggaraan Kompasiana, kita harus sudah sadar dari awal bahwa kita bagaikan universitas swasta bersaing dengan universitas negeri saat penerimaan lowongan pekerjaan.Â
Ada mitos kalau saat penerimaan pegawai ; dipisahkan terlebih dahulu mana yang universitas negeri mana universitas swasta, baru kemudian dilihat IPK nya. Menggunakan UGC di lomba blog bagaikan kita mahasiswa swasta.
Ketika ada nama daku dalam daftar pemenang, itu bahagia banget tidak bohong, karena merasa bisa bersaing dengan blog pribadi. Bagaikan diri ku dibisikkan oleh seseorang "tulisan kamu bagus tuhh !!! ".Â
Jadi buat ku mengikuti kompetisi menulis ini tidak hanya menang atau kalah. Ketika kita sering mengikuti kompetisi menulis berdampak pada peningkatan kualitas tulisan, mengetahui kualitas tulisan kita sampai dimana ! karena tulisan kita dinilai, membuat kita didorong untuk terus belajar, dan memahami diatas langit masih ada langit.
Gampang kok melihat keinginan brand dari seorang blogger, liat saja gaya penulisan dari para pemenang lomba blog yang diselenggarakan brand tersebut. Jadi kita bisa belajar dari mengikuti sekian banyak kompetisi menulis.
Apa yang daku raih dari capaian 50 prestasi writing comnpetition ada peran yang sangat besar dari Alloh SWT yang mewujudkan doa-doa ku (berprestasi tanpa berdoa itu sombong), dukungan keluarga, rekan-rekan Kompasianers tempat ku belajar, dan tentunya Kompasiana yang memberi ruang untuk ku menulis.
Pesan ku "Tulisan bagus belum tentu jadi pemenang, hormati saja pemenangnya....tidak perlu nyinyir di sosial media (ntar di black list)"