Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jejak Backpacker di Kota Tua Batavia, Satu Kisah Seribu Cerita

13 Juni 2021   23:08 Diperbarui: 14 Juni 2021   07:21 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi : Masjid langgar Tinggi I Sumber Foto : dokpri

Batavia merupakan nama yang disematkan untuk Jakarta di era kolonial penjajahan Belanda. Saat itu Belanda masih mencengkram nusantara, Batavia merupakan ibukota dari Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).

Beberapa waktu yang lalu tersiar kabar bahwa kawasan Kota Tua Jakarta akan beralih nama menjadi Batavia. Pengembalian nama Batavia diusulkan oleh Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Pengubahan nama tersebut disampaikan Anies saat memberikan pidato dalam acara penandatanganan Pembentukan Joint Venture Kota Tua - Sunda Kelapa terkait revitalisasi kawasan tersebut, Rabu (28/4/2021).

Perubahan nama tersebut menjadi polemik di masyarakat, masih ada yg merasa cocok dengan sebutan Kota Tua. 

Tetapi buat daku (saya) sih oke-oke saja karena kawasan kota tua lebih identik dengan sebutan Batavia di sejarah dunia. Bila mau dicari titik tengahnya daku menyarankan dengan nama Kota Tua Batavia

Gara-gara heboh isu penggantian nama Batavia, daku pun tertarik dari postingan Instagram Klub Sejarah dan Museum (SEMU) Backapacker Jakarta @semu_bpj yang akan melaksanakan trip / perjalanan bertajuk Weekend Bersama Klub SEMU, minggu, 13 Juni 2021.

Tujuan perjalanan backpacker kali ini yaitu menjelajah Pasar Asemka, Masjid Langgar Tinggi Pekojan, Kedai Seni Djakarta dan berakhir di Museum Bank Mandiri.

Deskripsi : Tim leader Trip Weekend Bersama SEMU BPJ I Sumber Foto : dokpri
Deskripsi : Tim leader Trip Weekend Bersama SEMU BPJ I Sumber Foto : dokpri
Trip ini dipimpin oleh salah seorang leader SEMU BPJ yakni Desi Safari (Leader SEMU 2017 s/d sekarang). Dirinya berpatner dengan Widdy Andya Fanny menjadi CP trip Weekend bersama SEMU. 

Desi dan Widdy sekaligus menjadi tour guide kami yang ikut dalam trip kali ini. Jumlah yang ikut serta sebanyak 15 (lima belas) backpacker, baik itu member atau pun Non Member BPJ seperti daku.

Inilah satu kisah kami para backpacker menjelajah Kota Tua Batavia dan seribu ceritanya, monggo di scroll ;

_

1. Asemka Bercerita

Buat kamu-kamu yang hobby belanja barang-barang murah dan grosiran pasti tau deh Pasar Asemka. Pasar ini terletak di Jalan Pintu Kecil, Kelurahan Roa Malaka, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. 

Desi sebagai tim leader saat sebelum menuju pasar Asemka bercerita bahwa pada abad ke 17-awal 18 M, di daerah ini terdapat pintu kecil (kleine port) untuk masuk Kota Batavia khusus bagi etnis Cina. 

Deskripsi : kawasan Kota Tua yang sedang dipercantik I Sumber Foto : dokpri
Deskripsi : kawasan Kota Tua yang sedang dipercantik I Sumber Foto : dokpri
Pintu Kecil (Kleine Poort) merupakan daerah keluar masuk ke Kota Batavia di sisi selatan yang dibangun pada 1638, yang terletak di Kubu Bastion Diest, maka bernama Diestpoort, yang sudah dikenal sebagai pusat perdagangan di Batavia yang dekat dengan kawasan Pecinan (Het Chine Kwartier).

Sebelum Jalan jendral Sudirman dan MH Thamrin menjadi pusat kota Jakarta, dahulu kala masa Hindia Belanda kawasan Asemka dan Glodok sudah dikenal sebagai pusat perdagangan. 

Kebijakan pemerintah kolonial Belanda memberikan hak istimewa kepada kalangan Cina untuk membangun pemukimannya dengan segala bentuk kebudayaannya. 

Asemka pada masa lalu kemungkinan banyak ditumbuhi oleh pohon asam jawa (Tamarindus indica). Pada awal tahun 1920an hingga pasca kemerdekaan, daerah ini masih bernama Passer Pagi Straat atau Jalan Pasar Pagi  (Vletter, Voskuil, & Diessen, 1997).

Kawasan Asemka dikenal sebagai pecinan nya Batavia. Dahulu kala ada alasan kenapa etnis China / Tiongkok diperkerjakan di Batavia, menurut Desi karena mereka ulet, pekerja keras dan memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh VOC. 

_

2. Etnis China Kisahnya di Batavia

Desi menggambarkan bahwa sejak zaman VOC, pekerja asal China menjadi penggerak roda perekonomian. Gubernur Jendeal VOC Jan Pieterszoon Coen yang memulai kenapa Batavia mendatangi etnis China.

Coen pun menunjuk beberapa orang etnis China menjadi pejabat militer tanpa pasukan baik itu bertitel letnan ataupun Kapitan. Semenjak itu, Batavia memberikan kesempatan kepada etnis China berkembang di Batavia.

Namun terjadi perisitiwa kerusuhan Tionghoa pertengahan 1700-an yang dikenal dengan geger pecinan. Akhirnya VOC melakukan pembantaian kepada etnis China, mungkin kalau sekarang akan disebut genoisida.

Banyak etnis Tionghoa kemudian ditempatkan di luar tembok kota. Dahulu kala Batavia merupakan kota bertembok. Dinding tersebut mengelilingi Kota Batavia.

_

3. Playboy Batavia 

Desi menambahkan cerita tentang seorang Playboy dari Etnis China yang kalau jaman sekarang tidak ada bandingannya. Playboy tersebut ialah Oei Tambah Sia. Oei Thoa tinggal di daerah Toko Tiga, Jakarta pada 1830an.

Oei dengan kekayaannya demi memuaskan nafsu bejat nya apakah itu gadis, janda, istri orang pun dia dekati. Bahkan dirinya berani menculik wanita-wanita yang ia sukai. Bisa dibilang Oei merupakan penjahat kelamin di zaman nya.

Akhirnya, Oei Tambah Sia si playboy kepeleset kasus hukum karena perempuan. Pemerintah Hindia Belanda menghukum gantung sang Playboy ini di depan Balai Kota, Taman Fatahillah. Hukuman mati itu dilihat oleh ratusan warga kota Betavia.

_

4. VOC Bangkrut Karena Korupsi

VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie adalah persekutuan dagang Hindia Belanda yang dibentuk tanggal 20 Maret 1602 dan resmi dibubarkan pada 31 Desember 1799.

Tim leader trip ini, Desi, bercerita bahwa dahulu VOC merupakan perusahaan yang besar bahkan lebih besar dari Microsoft + Apple. VOC tumbang karena korupsi dan pengeluaran yang besar (Besar pasak daripada tiang).

Perdagangan pribadi atau perdagangan gelap merupakan salah satu bentuk korupsi pejabat VOC. Korupsi sebagai penyebab keruntuhan membuat VOC dipelesetkan menjadi Vergaan Onder Corruptie (Runtuh Lantaran Korupsi).

_

5.  Masjid Langgar Tinggi

Masjid Langgar Tinggi terletak di daerah Pekojan, Jakarta Barat. Langgar merupakan masjid yang berukuran kecil. Di luar hal tersebut, Langgar Tinggi merupakan salah satu bangunan ibadah yang usianya tua di wilayah Jakarta, dan sampai saat ini masih difungsikan sebagai rumah ibadah. 

Pekojan, kampung tempat langgar ini berada, berasal dari kata “Koja” atau Muslimin asal India, terutama orang Bangli atau Bengali. Koja adalah orang-orang Moor.

Kawasan ini merupakan kampung Arab pertama di Batavia. Terdapat sejumlah syekh dan sayid di kalangan etnis Arab yang ditunjuk sebagai Kapiten, karena orang Indonesia sangat menghargai mereka sebagai pemuka agama di Batavia.

Deskripsi : Masjid langgar Tinggi I Sumber Foto : dokpri
Deskripsi : Masjid langgar Tinggi I Sumber Foto : dokpri
Bangunan Masjid ini masih terjaga bentuknya. Ciri khas bangunan era Batavia masih terlihat dengan jendela-jendela yang besar dan plafon yang tinggi, alas yang terbuat dari kayu.

_

6. Museum Bank Mandiri 

Sudah sekitar 4 atau 5 tahun daku tidak mengunjungi Museum Bank Mandiri., terakhir kali bersama Backpacker Jakarta. Ternyata sudah terjadi perubahan yang signifikan.

Saat terakhir mengunjungi museum ini terasa seperti masuk ke lorong waktu. Selain itu Museum Mandiri 5 tahun yang lalu terasa angker. Buat daku yang keturunan dalang terasa aura mistis dan banyak mahluk astral.

Deskripsi : Museum Bank Mandiri sudah tidak angker I Sumber Foto : dokpri
Deskripsi : Museum Bank Mandiri sudah tidak angker I Sumber Foto : dokpri
Tapi, itu telah berubah. Hawa-hawa menyeramkan tidak begitu kuat bahkan Museum Mandiri saat ini memiliki kemiripan konsep dengan Museum Bank Indonesia. Terdapat informasi sejarah pendudukan VOC dan Belanda, diorama, manekin, mesin-mesin uang, brankas, replika benda perbankan dan video musik.

_

7. Trip SEMU BPJ itu Nambah Ilmu dan Nambah Teman

Perjalanan kali ini sama seperti perjalanan sebelumnya bersama Backpacker Jakarta yaitu ngobrol, ngebanyol dan nambah ilmu. Kenapa saya memilih mengikuti trip SEMU BPJ ya karena hal-hal tersebut.

Kalau trip melihat keindahan alam itu biasa. Tapi kalau trip bisa nambah pengetahuan itu luar biasa. Apalagi kalau tambah teman itu bahagia, ingat manusia itu mahluk sosial. 

Tapi, kebiasaan orang Indonesia itu masih aja ada kalau lagi ngetrip bareng, ada aja yang pakai jam karet. Karena daku tau itu akan terjadi, maka diri ku pun mengaretkan diri dengan jalan-jalan keliling pasar deprok samping Museum Bank Mandiri....xi...xi...

_

8. Halte Transjakarta Stasiun Kota Yang Perlu Pemugaran

Bisa dibilang daku mengikuti trip Kota Tua bagaikan menjalani dua kali trip yaitu trip dari Gunung Puteri ke Stasiun Kota, dan Trip Weekend Bersama SEMU. Trip pertama membuat daku menikmati layanan Transjakarta.

Dari Gunung Puteri pukul 06.15 WIB menuju Terminal Kampung Rambutan menggunakan kendaraan umum. Lalu daku melanjutkan menggunakan layanan Transjakarta dari Shelter Transjakarta Kampung Rambutan - BKN - Kampung Melayu - Stasiun Kota.

Pada saat tiba di shelter akhir Stasiun Kota membuat daku terkaget, begini toooo penampilan Shelter utama Transportasi publik Transjakarta ! bisa daku bilang kurang apik (bahasa halus nya).

Gubenur DKI Jakarta, memiliki wacana merubah nama Kota Tua menjadi Batavia dan melakukan restorasi kawasan tersebut tentunya demi kepentingan pariwisata.

Sampah, ada beberapa titik bangunan yang rusak, usang perlu di cat ulang dan design sudah ketinggalan zaman. Saatnya halte Transjakarta Stasiun Kota dilakukan pemugaran agar tidak malu-malu-in dilihat wisatawan asing. Katanya shelter utama ? kok gitu !!!

_

9. Kawasan Kota Tua Batavia Menjalankan Protokol Kesehatan.

Heran, itu yang bisa daku bilang di trip menjelajah Kota Tua Batavia kali ini. Seeepppiiiii sekali itu yang daku rasakan. Bagaikan merasakan perubahan 180 derajat dibandingkan terakhir kali. Sekitar 3 tahun lalu daku mengunjungi kawasan ini, saat mengajak sepupu berkunjung ke Museum Bank Indonesia.

Pandemi Covid-19 membuat kawasan ini hening saat daku tiba pukul 08.30 WIB. Minim sekali kendaraan yang hilir mudik kecuali bus Transjakarta dan para pesepeda.

Deskripsi : Sepinya kawasan Kota Tua tidak seperti biasanya I Sumber Foto : dokpri
Deskripsi : Sepinya kawasan Kota Tua tidak seperti biasanya I Sumber Foto : dokpri
Daku sangat mengapresiasi kawasan Kota Tua Batavia yang banyak sekali menyediakan sarana untuk cuci tangan. Bahkan pengelola membuat aturan yang ketat dan pembatasan pengunjung. Untungnya kami masih bisa memasuki kawasan Kota Tua.

Pada saat daku dan kawan-kawan selesai menikmati makanan di kedai seni Djakarta sempat diluar kedai berkerumun 4 orang, lalu seseorang petugas langsung menegur dan meminta untuk segera meninggalkan lokasi kedai seni Djakarta .... saluutt.....

_

Trip kali ini memang satu kisah tapi seribu cerita (khiasannya). Bisa dibilang trip yang dirindukan, karena trip kali ini ada insight dalam perjalannya, salah-satunya membantu dua orang bocah yang mengambil layangan yang nyangkut di pohon.

Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto

Instagram I Twitter I Email: mastiyan@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun