Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 104 x Prestasi Digital Competition (69 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sri Sultan Hamengku Buwono X Ternyata Tidak Ingin Hidup Mulyo, Kenapa?

22 April 2021   11:47 Diperbarui: 22 April 2021   22:13 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi : Sri Sultan HB X lebih memilik Mukti dibandingkan Mulyo I Sumber Foto : kumparan

Hidup Mulyo bukan sesuatu yang jahat hanya saja lebih mengejar cita-cita pribadi. Seperti bagaimana Maha Patih Gajah Mada bercita-cita ingin menaklukkan Nusantara untuk menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Majapahit.

Dari sisi spiritual, hidup Mukti membantu kita untuk memahami apa artinya hidup berarti bagi orang lain. Mukti tidak pernah membuat orang hanya berpikir tentang dirinya sendiri. 

Itulah sebabnya orang yang masuk kategori menjalani hidup Mukti yang mendalam adalah orang yang semakin mudah peduli kepada orang lain. Hidup Mukti membantu kita untuk menyadari bahwa kebahagiaan hidup tidak pernah hanya menjadi milik pribadi. Di dalamnya diberi ruang untuk orang lain.

Akhirnya saya teringat akan pesan Almarhum Bapak yang merupakan keturunan Yogyakarta yang pernah berpesan "Hidup ini bukan hanya untuk mencari selamat/sukses/berhasil. Hidup juga jangan hanya untuk diri sendiri, melainkan berupaya untuk semakin hari semakin berguna bagi yang lain"

Daku baru sadar bagaimana Bapak sebagai orang Yogyakarta tidak ngoyo (memaksakan diri) mengejar harta dan mengerti arti cukup, dan menjalani diri sebagai pengurus RT di Pondok-Pinang walaupun tanpa imbalan saat itu. Pesan yang disampaikan Almarhum Bapak itu mirip seperti Mukti yang disampaikan Sri Sultan HB X.

Di kehidupan dimana daku bergaul, daku melihat individu-individu yang menjalankan Mukti. Ternyata tidak hanya ahli agama yang menjalankan Mukti. 

Dilingkungan Rumah, daku melihat ada tetangga yang mengumpulkan sampah plastik tapi ternyata sampah plastik itu tidak untuk dirinya tetapi diberikan ke seorang nenek pemulung sampah. Ada juga tetangga yang setiap akhir pekan merawat taman RT, marbot Masjid, dan ada warga yang ringan tangan membantu tetangga yang membutuhkan tenaga.

Daku pun melihat individu-individu Mukti di tempat kerja ku di RSKO Jakarta. Ada Individu yang menggagas bank sampah, pembimbing karang taruna, pengurus Mushola, menjalankan aksi membantu anak-anak dengan atresia billier, donatur bila ada aksi sosial, pemberi edukasi kesehatan perwakilan unit kerja, dan masih banyak lagi.

Paling tidak sebagai pribadi, tulisan ini menjadi pengingat diri daku bagaimana hidup kita tak semata-mata untuk mencari "Mulyo/Kaya" tetapi "Mukti/Berarti." Sebab kalau tidak, hidup ini hanya akan mengejar cita-cita dunia atau spiritual sekalipun tapi melupakan diri kita sebagai mahluk sosial.

"Orang Mukti dalam pengertian Jawa bukanlah orang yang mencari / mengejar surga, mereka orang yang terpilih masuk surga"

--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun