Terdapat kisah haru yang saya baca, penulis berkode B menceritakan bahwa 3 tahun yang lalu anak nya yang ke 2 di diagnosa penyakit Atresia Billier dan harus menjalani transplantasi hati, dikerenakan hati anak nya sudah rusak.Â
Dirinya tidak pernah menyangka akan mendapatkan ujian seperti itu. Anaknya saat masih berusia 2 bulan sudah harus keluar masuk rumah sakit demi mendapatkan kesembuhan. Pada saat ini usianya sudah 3 tahun, anaknya menjalani operasi cangkok hati.Â
Operasi cangkok hati ini ternyata pendonornya adalah ibunya sendiri (kode B), dengan membuang hati sang anak yang rusak dan menggantinya dengan separuh dari hati sang Ibu. Sebuah pengorbanan peserta Kode B yang luar biasa bagi anak nya.
Kisah lainnya dengan peserta Kode C, ia menceritakan jalan hidup nya bagaimana merawat almarhumah anaknya saat berjuang melawan penyakit Atresia Billier. Kode C menulis tentang persoalan mendapatkan susu khusus yang mahal, beratnya biaya hidup di Jakarta dan sulit nya hidup di Ibu Kota.
Kode C mengkisahkan kesulitan lainnya, seperti saat kontrol ke RSCM yang harus berjuang mendapatkan kecepatan pelayanan. Tetapi, dari tulisannya ia mewajarkan apa yang terjadi, karena hanya RSCM yang bisa menangani masalah anak-anak dengan gangguan fungsi hati. Kode C melihat bagaimana pasien dari berbagai daerah pelosok Indonesia semua di rujuk ke RSCM agar bisa cepat ditangani.
Penulis dengan kode D menuliskan perjuangan dengan suami untuk mengobati anaknya yang menderita Atresia Billier. Meraka harus bolak-balik dari Blitar ke Surabaya. Dirinya merasa berat menjalani cobaan hidup karena tanpa dukungan keluarga besar.
Kode D dan suaminya merasa seolah melangkah sendiri tanpa bimbingan dan arahan. Seiring waktu berjalan, pikiran mereka mulai pasrah dan ikhlas menghadapi kenyataan ini dan berikhtiar demi kesembuhan anaknya.
Hampir sebagian besar para peserta menuliskan perjalanan hidup mereka ketika merawat anaknya yang menderita Atresia Billier. Ada yang masih berjuang dan ada pula merelakan anaknya menjadi penghuni surga.
Amat sulit bagi saya bersikap netral setelah membaca 21 tulisan lomba menulis yang mengharukan ini, tapi saya harus bersikap profesional. Akhirnya saya pun melakukan penilaian dan penjurian.Â
Apa yang saya hadapi adalah lomba menulis, maka yang dinilai bukan hanya kisahnya saja, tapi kualitas tulisannya, apakah tulisan sesuai dengan tema, mudah dimengerti, enak dibaca dan memenuhi kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Akhirnya saya dan mas Dony seperti nya memiliki kemiripan penilaian bagi juara 1, 2 dan 3. Untuk juara pertama diberikan kepada Fitri Permata Agustin, juara kedua Ria Soraya dan juara ketiga Ida Ayu Madesari.Â