Sebuah pengalaman haru saya dapatkan dua minggu lalu, ketika diminta menjadi juri lomba menulis artikel oleh seorang teman staff Instalasi Farmasi di RSKO Jakarta yang juga bergerak dalam kegiatan sosial (social movement). Teman saya ini bernama Dyah Putri Ambarwati, dirinya biasa dipanggil dengan sebutan Puput.Â
Puput dan voulenter lainnya menjalankan gerakan sosial yang menyediakan Rumah Singgah bagi keluarga yang membutuhkan. Rumah Singgah ini dikhususkan dan ditujukan bagi para Pejuang Hati ( sebutan bagi orang tua dan anaknya yang teridentifikasi mempunyai kelaianan / gangguan hati kronis ). Rumah Singgah itu mereka beri nama Rumah Singgah Pejuang Hati.
Berdasarkan keterangan Puput, adapun yang berhak tinggal disana adalah orang tua dari luar Jabodetabek yang tidak memiliki kemampuan untuk hidup di Jakarta, sedangkan kondisi anak mereka memaksa untuk mereka tetap ada di Jakarta sampai anak mereka menjalani transplantasi hati.
Baca Juga : ASN Inspiratif 2020 ; Dyah Putri Ambarwati Penggagas Rumah Singgah Pejuang Hati
Pejuang Hati dari berbagai daerah pernah menerima manfaat rumah singgah ini, dari Aceh, Papua, Gorontalo, Maksar, Lampung, Sumbawa, Tegal, Malang, Sidoarjo, Bandung di Rumah Singgah Pejuang Hati.
Awalnya saya terkaget kenapa saya dijadikan seorang juri lomba menulis ? padahal diri saya bukan salah-satu voulenter atau pengelola portal / sosial media Rumah SInggah Pejuang Hati. Saya hanyalah seorang blogger biasa yang belum begitu pakar dan seorang yang berprofesi sebagai Penyuluh Kesehatan Masyarakat di RSKO Jakarta.Â
Saya pun bertanya kepada Puput, kenapa saya dipilih ? hal ini saya lakukan agar tidak penasaran dan menduga-menduga. Saya mendapatkan jawaban bahwa dirinya meminta saya karena dianggap sudah berpengalaman sepuluh tahun dalam dunia menulis dan sudah banyak makan asam garam dalam dunia menulis khususnya blog.Â
Apakah memang begitu ? oke saja kalau alasan itu, tapi alasan lainnya hanya Puput yang tau.
Ternyata dirinya menginginkan saya menilai tulisan yang menginspirasi, ringan dan edukatif dari sebuah lomba menulis artikel dengan tema "Makna Kemerdekaan Indonesia Bagi Pejuang Hati".
Pengiriman artikel pada lomba menulis  ini dengan rentang waktu 15 s/d 28 Agustus 2020, waktu penjurian 29 - 30 Agustus 2020, dan pengumuman 31 Agustus 2020.Â
Lomba menulis artikel ini menjadi sebuah tantangan untuk mempraktekkan menulis bagi para orang tua Pejuang Hati, dimana sebelumnya mereka sudah menyimak tayangan via IG live Rumah Singgah Pejuang Hati yang bertajuk "Asyiknya Berbagi Cerita Lewat Tulisan". Saat itu saya sebagai narasumber dan Puput sebagai host.
Ternyata saya pun terkaget-kaget ketika Puput mengirimkan surat elektronik (email) dengan lampiran 21 tulisan yang berasal dari peserta lomba menulis artikel yang berasal dari orang tua Pejuang Hati.Â
Saya merasa senang sebagai teman, ternyata apa yang telah dilakukan Puput membuahkan hasil, mendorong para orang tua Pejuang Hati ini mau menulis.Â
Sebagai seseorang yang sempat terlibat IG Live memotivasi orang tua Pejuang Hati untuk menulis, saya merasa bahagia sekali dan terharu. Bagi saya, ini sukses dalam perjalanan hidup saya.Â
Mungkin saja banyak penulis yang mahkotanya adalah sebuah buku dan penghasilan dari menulis, tapi bagi saya ketika mampu mengajak orang lain untuk menulis dan kemudian dipraktekkan itu sebuah pencapaian puncak.
Dari 21 artikel yang dituliskan oleh orang tua Pejuang Hati sebagian besar terlihat bahwa mereka masih penulis pemula, tapi itu oke-oke saja bagi saya. Tulisan yang dikirimkan oleh Puput melalui email dengan kode -kode, dari A sampai dengan U tanpa nama dan inisial.
Bila saya baca, terdapat beberapa artikel yang ditulis dengan sangat baik mengisahkan hidup mereka yang penuh perjuangan. Penjurian lomba menulis kali ini merupakan pengalaman haru yang tidak akan saya lupakan.
Banyak diantara mereka menulis dengan hati dan terlihat benar-benar menuliskan pengalaman mereka, walaupun terdapat beberapa tulisan yang terlalu umum menggambarkan tentang Atresia Billier (gangguan hati kronis) dan belum menyentuh tema.
Terdapat kisah haru yang saya baca, penulis berkode B menceritakan bahwa 3 tahun yang lalu anak nya yang ke 2 di diagnosa penyakit Atresia Billier dan harus menjalani transplantasi hati, dikerenakan hati anak nya sudah rusak.Â
Dirinya tidak pernah menyangka akan mendapatkan ujian seperti itu. Anaknya saat masih berusia 2 bulan sudah harus keluar masuk rumah sakit demi mendapatkan kesembuhan. Pada saat ini usianya sudah 3 tahun, anaknya menjalani operasi cangkok hati.Â
Operasi cangkok hati ini ternyata pendonornya adalah ibunya sendiri (kode B), dengan membuang hati sang anak yang rusak dan menggantinya dengan separuh dari hati sang Ibu. Sebuah pengorbanan peserta Kode B yang luar biasa bagi anak nya.
Kisah lainnya dengan peserta Kode C, ia menceritakan jalan hidup nya bagaimana merawat almarhumah anaknya saat berjuang melawan penyakit Atresia Billier. Kode C menulis tentang persoalan mendapatkan susu khusus yang mahal, beratnya biaya hidup di Jakarta dan sulit nya hidup di Ibu Kota.
Kode C mengkisahkan kesulitan lainnya, seperti saat kontrol ke RSCM yang harus berjuang mendapatkan kecepatan pelayanan. Tetapi, dari tulisannya ia mewajarkan apa yang terjadi, karena hanya RSCM yang bisa menangani masalah anak-anak dengan gangguan fungsi hati. Kode C melihat bagaimana pasien dari berbagai daerah pelosok Indonesia semua di rujuk ke RSCM agar bisa cepat ditangani.
Penulis dengan kode D menuliskan perjuangan dengan suami untuk mengobati anaknya yang menderita Atresia Billier. Meraka harus bolak-balik dari Blitar ke Surabaya. Dirinya merasa berat menjalani cobaan hidup karena tanpa dukungan keluarga besar.
Kode D dan suaminya merasa seolah melangkah sendiri tanpa bimbingan dan arahan. Seiring waktu berjalan, pikiran mereka mulai pasrah dan ikhlas menghadapi kenyataan ini dan berikhtiar demi kesembuhan anaknya.
Hampir sebagian besar para peserta menuliskan perjalanan hidup mereka ketika merawat anaknya yang menderita Atresia Billier. Ada yang masih berjuang dan ada pula merelakan anaknya menjadi penghuni surga.
Amat sulit bagi saya bersikap netral setelah membaca 21 tulisan lomba menulis yang mengharukan ini, tapi saya harus bersikap profesional. Akhirnya saya pun melakukan penilaian dan penjurian.Â
Apa yang saya hadapi adalah lomba menulis, maka yang dinilai bukan hanya kisahnya saja, tapi kualitas tulisannya, apakah tulisan sesuai dengan tema, mudah dimengerti, enak dibaca dan memenuhi kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Akhirnya saya dan mas Dony seperti nya memiliki kemiripan penilaian bagi juara 1, 2 dan 3. Untuk juara pertama diberikan kepada Fitri Permata Agustin, juara kedua Ria Soraya dan juara ketiga Ida Ayu Madesari.Â
Mungkin bila nanti diri mereka siap, tulisan mereka dapat dipublish di media blog atau platform lainnya agar dapat dibaca oleh orang lain. Pengalaman hidup mereka ini dapat menjadi prasasti dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain.
-----
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Instagram I Twitter I web I Email : mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H