Apabila warga Jabodetabek ditanya siapa yang sudah pernah makan ayam goreng? Sepertinya hampir semua orang mengatakan sudah pernah. Daku pun yakin anak balita yang sudah mampu berbicara pun akan menjawab sudah pernah.
Tapi, bagaimana bila ditanya apakah pernah makan ayam goreng serundeng? Bisa jadi yang menjawab pernah tidak sebanyak yang pernah makan ayam goreng.Â
Bisa jadi ada juga yang galau menjawab dan bingung seperti apa ayam goreng serundeng, jangan-jangan sudah pernah mencoba tapi tidak tahu itu ayam goreng serundeng.
Itu yang daku dapatkan dalam diri ketika komunitas Kompasianers Penggila Kuliner (KPK) memberikan pengumuman akan mengadakan KPK Ngobras Cicit Cuit Ayam Serundeng yang diadakan pada Sabtu, 15 Februari 2020 bertempat di Pasar Baru jakarta.
Banyak orang datang ke kawasan Pasar Baru Jakarta Pusat untuk beli sepatu, baju sisa ekspor atau alat rumah tangga.Â
Lokasi ini juga begitu melegenda tempat menjajakkan uang kuno dan servis kamera. Tapi jangan salah, kawasan ini juga bisa dijadikan destinasi untuk berburu makanan enak.
Jujur, daku sebelum KPK Ngobras tidak tahu ayam goreng serundeng seperti apa rasanya. Itu kenapa daku mendaftarkan diri ikutan Cicit Cuit Ayam Serundeng bareng 10 orang teman-teman KPK.Â
Mencari target tujuan icip-icip atau "warung" tempat ayam goreng serundeng ini dijajakan terbilang agak sulit menemukannya. Posisinya ngumpet di belakang para pedagang kaki lima di kawasan Pasar Baru.
Kalian jangan bayangkan kedai beratap dengan kursi dan meja makan nyaman atau warung makan sepeti warteg. Meja kecil jadi penopang tampah berisi ayam goreng dan aneka sate.Â
Penjualnya juga hanya duduk lesehan di lantai tangga toko. Tempat makannya jika gerimis pun bubar. Tapi jualannya tetap, tidak jauh-jauh pindahnya cuma geser sedikit ke koridor depan optik.
Sang penjual menyediakan beberapa kursi kecil untuk para pembelinya. Ketika kami datang terlihat beberapa pengunjung tak segan duduk di anak tangga.
Keduanya memiliki peran masing-masing, dimana Bapak Pranata yang belanja dan sebagai kasir sedangkan Ibu Kusnia yang memasak dan melayani.
Ibu Kusnia memasak sendiri ayam goreng serundeng, karena merasa khawatir bila orang lain yang memasak bisa membuat cita rasa berbeda.Â
Ketika ditanya apa rahasia kulinernya? Ia terlihat enggan menjawab hanya mengatakan bahwa ini merupakan ayam goreng pada umumnya yang ditaburi oleh serundeng.
Sajian andalan pasutri ini nasi putih berbungkus daun pisang dan ayam goreng yang bisa dipesan sesuai selera. Simpel memang tapi tampaknya rasa ayam goreng serundeng ini begitu menggoda selera.Â
Tampilan dan jenis makanannya terlihat sederhana tapi entah kenapa ada aura tertentu dari kumpulan daging ayam dan tumpukan sate berbagai macam ini. Apakah mitos yang mengatakan kuliner yang melegenda itu enaknya makan dilokasinya tidak dibawa pulang ke rumah?
Untuk menghapus rasa penasaran pun daku menunggu sambil melongo kapan giliran ditanya oleh ibu. Ketika giliran daku tiba, langsung memesan potongan daging ayam dan 2 tusuk sate kulit.
Dalam pikiran daku ayam goreng serundeng pastinya punya sensasi lebih dari sekadar ayam goreng biasa. Otak ini berimajinasi taburan serundeng yang terbuat dari parutan kelapa akan membuat rasa ayam goreng lebih gurih, krinyis-krinyis, dan makyus tentunya.
Seketika jari jemari ini bergerak menyuir potongan daging dada ayam goreng. Di atas potongan daging ayam goreng tertabur serundeng yang berwarna coklat gelap. Kuliner ini begitu terlihat eksotik dalam pandangan.
Ternyata benar imajinasiku, daging ayamnya empuk dan krinyis-krinyis gurihnya. Ternyata bikin ketagihan, yang membedakan ayam goreng pada umumnya yaitu ayam gorengnya seperti digoreng ala rumahan bukan ala fried chicken.Â
Aroma kemiri dari serundang timbul ketika melewati tenggorokan. Ditambah aroma harum daun pisang, parutan kelapa berbmbu ini membuat jari jemari dijilati.Â
Apalagi Ibu Kusnia juga melengkapi sajian ini dengan sambal goreng yang pedasnya nendang. Jangan lupa juga menyantap dengan sate jeroannya. Tak ada aroma amis dari sate-sate ini, yang ada aroma harum gurih yang bikin pengen nambah...nambah ...nambah....
Ayam goreng gurih bertabur serundeng paling enak sebetulnya dimakan dengan nasi hangat. Ditambah sambal dan sate kulit makin mantap! Kelezatan hidangannya boleh diadu dengan ayam goreng di resto.
Tapi entah kenapa daku tidak memesan nasi. Akhirnya terasa ada yang kurang saat menikmati kuliner ini.Â
Setelah sampai rumah membuat daku menyesal kenapa tidak makan ayam goreng serundeng dilengkapi nasi. Kekuatan dari cita rasa sambel yang menjadi ciri khas kurang mengena karena tidak menggunakan nasi.
Sambil menemani kami makan, Bapak Pranata dan Ibu Kusnia sedikit berkisah. Ia sudah berjualan ayam goreng serundeng ini sejak 2002. Awalnya mereka berdua berjualan berkeliling, lalu 3 tahun kemudian memutuskan menetap di kawasan Pasar Baru ini.
Dua sejoli ini berjualan dari sore jam 16.00 sampai pukul 20.00 WIB. Mereka memang tidak berjualan dari siang alasannya sepi, untuk menjajakan kuliner ramainya sore hari. Dalam sehari pun mereka menyediakan hanya sebanyak 10 ekor ayam, tidak lebih.Â
Ibu Kusnia berucap kami berjualan secukupnya tidak mau banyak-banyak. Ia sambil tersenyum berkata awalnya iseng daripada tidak melakukan apa-apa di rumah. Bapak Pranata dan Ibu Kusnia berdomisili di Pasar Ular, Tanjung Priuk, Jakarta Utara.
Ketika Ibu Kusnia ditanya kenapa lebih memilih Pasar Baru dibandingkan didekat lokasi rumah, ia hanya berucap merasa lokasi pasar baru merupakan lokasi yang cocok kami berjualan ayam goreng serundeng ini.
Pelanggan dari ayam goreng serundeng ini dari berbagai tempat, bahkan Ibu Kusnia mengungkapkan ada pelanggan dari Banjarmasin.Â
Mereka datang langsung mencicipi ayam goreng serundeng ke lokasi berjualan di Pasar Baru, tidak mau dikirim. Bahkan ada elite politik yang menjadi langganan setia.
Kurang lebih selama 40 menit kami makan di sana, pembeli lainnya sudah menunggu. Kalangan anak muda hingga orang tua mampir untuk makan di tempat maupun dibungkus.
Daku yakin karena rasanya yang enak membuat banyak pembelinya ketagihan dan kembali lagi membeli diwaktu yang lain.Â
Salah-satu hal yang membuat kuliner ini ngagenin yakni sikap kedua sejoli dalam berkomunikasi dengan pembeli. Sesekali Ibu Kusnia ngobrol dengan pembelinya seolah sudah akrab dan jadi langganan.Â
Ayam goreng serundengnya Rp 15.000, seporsi nasi hanya Rp 5.000 saja, dan aneka sate harganya mulai Rp 3.000 hingga Rp 8.000. Penasaran dengan cita rasanya?
Kunjungi warung Ibu Pranata yang berjualan setiap hari mulai pukul 16.00-20.00 WIB di kawasan Pasar Baru.
----------------------------------------
Instagram I Twitter I web I Email : mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H