Pada bulan februari 2019, saya melihat tayangan youtube sekumpulan anak berbaris menunggu giliran mendapatkan kaos dari sebuah brand produk rokok. Jumlah anak yang terlihat ratusan bahkan mungkin ribuan. Dari tahun video ini di upload terlihat sudah dibuat pada tahun 2018 dan ternyata banyak sekali video mengenai kegiatan ini.
Anak-anak ini datang dari berbagai daerah untuk mengikuti audisi olahraga populer di Indonesia yaitu Badminton. Brand rokok menempel dibagian depan kaos yang mereka gunakan sebagai syarat audisi badminton.
Berbahayakah menempelkan brand rokok di tubuh mereka dengan dalil Audisi Badminton menggunakan anak dibawah 18 tahun?
"Citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan, yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek." -- Kotler
Pada minggu pertama bulan Maret 2019 saya sempat menonton video yang diunggah oleh fanpage Kantor Berita Radio-KBR (DI SINI). Video ini berjudul 'Setop Anak jadi Media Promosi Rokok' yangdi unggah pada selasa, 19 februari 2019 pukul 09.00 wib.
Dalam siaran radio ini, KBR merilis temuan Yayasan Lentera Anak (YLA) terhadap kegiatan Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis. Kegiatan ini dinyatakan sebagai sebuah audisi yang sudah berlangsung selama 10 tahun dan merekrut 23 ribuan anak yang dikumpulkan, di audisi, lantas yang menang dapat beasiswa badminton dari Djarum. Dari total 23 ribu anak yang ikut, maka yang dapat beasiswa hanya 200-an orang saja.
YLA menerbitkan kajian berjudul “Smash! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum.” menemukan kalau anak-anak yang ikut audisi wajib pakai kaos khusus. Warnanya persis seperti bungkus rokok Djarum, juga dengan tulisan Djarum besar-besar di bagian dada. Di sini, anak-anak tampak seperti iklan berjalan. Karena itulah Yayasan Lentera Anak menyebut: ini adalah eksploitasi anak.
Reza Indragiri berpendapat "Seperti yg sudah diberitakan oleh media mainstream dengan sangat gamblang bahwa audisi ini jelas di sponsori brand rokok ternama. Bila audisi badminton ini dianggap mereka (brand rokok) sebagai bagian Coorperate Social Resposibility maka sah sudah pernyataan organisasi kesehatan dunia WHO beberapa tahun lalu bahwa ini merupakan ironi yang sempurna" kesalnya.
Lanjut Reza kegiatan ini tidak bisa dianggap sebagai program pertanggungjawaban sosial, karena mana bisa sebuah produk yang sudah dinyatakan sebagai salah-satu benda yang paling mematikan di muka bumi disinergikan dengan kegiatan olahrga yang jelas-jelas sehat. Kapanpun ke dua hal tersebut tidak pernah bisa disandingkan.
Ia menambahkan dengan penekanan terhadap sebuah istilah dalam psikologi grooming behaviour. Reza mencontohkan bahwa kelakuan para predator sexual sama dengan audisi ini yaitu mendekati anak dengan senyuman, gembira dan bersahabat sehingga mereka bersemangat lalu kemudian dimangsa.
Narasumber lainnya Nina Mutmainah Armando mengingatkan bahwa ada pesan yang bertentangan dan bersebrangan dalam audisi badminton ini. Bagaimana bisa anak dan rokok disatukan oleh audisi badminton bahkan dengan jumlah ribuan anak yang terlibat. Ini bukan hanya masalah anak pakai kaos dengan brand rokok saja.
Nina menambahkan bila kita lihat di kaos nya, tulisan merek brand rokok lebih besar dibandingkan dengan tulisan audisi bulutangkis itu sendiri. Anak-anak peserta audisi didekatkan, diperkenalkan dan diterjunkan langsung dengan brand rokok pada lokasi audisi yang penuh banner dan spanduk brand rokok. Bahkan anak-anak dijadikan alat peraga. Ini sebuah mekanisme brand image positif dari penyelenggara bagi brand rokok.
Dalam dunia advertising ada istilah brand image yang menyokong citra perusahaan. Brand image berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap sebuah brand. Representasi dari keseluruhan persepsi terhadap brand.
Brand image adalah apa yang konsumen pikirkan dan rasakan ketika mendengar atau melihat sebuah brand. Gambaran konsumen yang positif terhadap suatu brand lebih memungkinkan konsumen untuk melakukan pembelian. Brand yang baik di mata konsumen juga menjadi dasar untuk membangun image perusahaan yang positif.
Liza Djaprie seorang psikolog yang hadir pada, 30 Maret 2019, dalam kegiatan Focus Group Discussion 'Audisi Badminton: Eksploitasi Anak atau Pengembangan Bakat Anak ?' menegaskan audisi Beasiswa Bulutangkis yang di sponsori oleh brand rokok dapat mempengaruhi psikologi anak. Sebab, daya analisis anak-anak masih minimalis sekali, dan daya logika mereka juga belum berfungsi dengan baik.
"Mereka masih seperti spons dimana semua informasi langsung diserap," tegasnya di ruang diskusi Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Psikolog yang tinggi semampai ini menambahkan sebetulnya memory / ingatan tidak ada kata lupa, namun tersimpan dalam dan butuh stimulus untuk memancingnya keluar.
Ia mencotohkan ketika seseorang yang pernah memiliki mantan pacar yang menggunakan minyak wangi yang khas, lalu orang itu pada suatu waktu mencium bau minyak wangi itu di suatu tempat, yang terjadi di alam bawah dasar orang itu berbicara ini bau minyak wangi yang biasa dipakai mantan saya tuh.
Mengapa anak-anak yang disasar produk rokok ? Karena, kata Liza, text, font, warna pada kaos yang digunakan dalam audisi badminton itu akan menyantol di dalam memori anak, merujuk teori psikologi periklanan.
Advertising itu seperti program yang dimasukkan di komputer kita, di memori otak anak ini tinggal nunggu waktu kapan terpencetnya. Jadi ribuan anak-anak ini akan menjadi calon konsumen berikutnya kedepan bagi si produsen rokok tersebut.
Ketika anak-anak nanti tumbuh jadi ABG, dan pada suatu saat melihat kios ada logo perusahaan rokok, maka merek pertama kali yang terbersit dan mereka beli adalah merek yang selama ini membombardir mereka baik lewat, logo, font, warna, merek, dan promosi baiknya. Audisi badminton yang mewajibkan anak peserta audisi menggunakan kaos dengan text, font, merek, dan warna akan menempel pada memory mereka.
"Sesuatu yang mereka lihat pada sebuah kenangan yang menyenangkan/membanggakan, itu akan masuk ke dalam otak, tinggal menunggu waktunya saja kapan itu terpencet dan kemudian teraktivasi, sehingga perilaku membelinya terjadi," ungkap Liza.
Ia pun mempertanyakan kebijakan produsen rokok, apabila audisi badminton ini murni untuk beasiswa, kenapa tidak dibuat tanpa brand produk rokok ? ... Kenapa harus ada text, warna dan logo yang mencerminkan produk rokok.
Apa yang disampaikan Liza menurut daku merupakan pembentukan brand image yang memiliki kaitan yang erat dengan persepsi yang ada terhadap brand tersebut. Proses pembentukan disebut dengan positioning. Saat perbedaan dan keunggulan suatu brand dihadapkan dengan brand lainnya, maka muncul istilah brand positioning.
Agar posisi suatu brand menjadi kuat, tentu harus dikenal terlebih dahulu dengan cara menempatkan brand dalam pikiran konsumen. Keberadaan brand dalam pikiran terbatas pada pengenalan brand. Pada tingkatan paling rendah, di mana hanya sekedar mengetahui keberadaan brand, konsumen belum dapat membentuk persepsi mengenai brand tersebut.
"Proses asosiasi merupakan bentuk pengorganisasian stimulus guna membentuk persepsi." -- Simamora
Persepsi inilah yang pada akhirnya akan membentuk suatu citra tertentu terhadap suatu brand.
Pada awal acara ini turut hadir ketua Yayasan Lentera Anak (YLA), Lisda Sundari. Ia mengungkapkan, sejak tahun 2006, salah satu perusahaan rokok telah melakukan eksploitasi anak berkedok audisi bagi anak-anak untuk mendapatkan pelatihan bulu tangkis oleh perusahaan rokok ini.
Lisda beranggapan dengan mewajibkankan anak-anak yang mengikuti audisi menggunakan kaos dengan nama brand rokok merupakan iklan berjalan. Kaos itu menggunakan tubuh anak untuk mempromosikan nama produk rokok sebagai brand image.
Mulanya audisi ini hanya digelar di Kudus, Jawa Tengah. Namun hingga kini, menurut YLA, audisi ini sudah melebar hingga ke 10 kota. Awalnya, peserta mulai dari 15 tahun, kini mereka juga menyasar anak berusia mulai 6 tahun hingga 15 tahun.
Tindakan yang dilakukan dalam audisi penerima beasiswa atlet badminton itu, dianggap melanggar Pasal 66 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak.
Audisi ini juga diduga melanggar PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
---------------------------------------------
Pada saat penyelenggaran Indonesia Open sejak dalam beberapa tahun terakhir tidak menggunakan merk dagang dari brand rokok. Walaupun e-commerce sebagai sponsor utama Indonesia Open memiliki keterikatan dengan brand produk rokok tapi tidak memberi brand image rokok ke masyarakat.
Nah teman-teman dapat menyimak perbincangan tersebut di radio-radio jaringan KBR di Nusantara. Di Jakarta, simak di Power FM 89.2 atau streaming di KBR.ID atau lewat aplikasi KBR Radio. Anda juga bisa menonton di Facebook Live Video di FB Page Kantor Berita Radio-KBR (DI SINI).
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Web [ DISINI ] , Blog [ DISINI ] , Twitter [ DISINI ] , Instagram [ DISINI ]
Email : mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H