Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan Indonesia sedang berupaya meningkatkan pemanfaatan ekonomi digital #Ecodigi sebagai salah satu faktor pendorong ekonomi dalam acara 'Joint Bank Indonesia-Federal Reserve Bank of New York Central Banking Forum', di Conrad Hotel, Bali, Rabu (10/10/2018).
Pada suatu hari, 1 November 2018, sambil memandang taman depan rumah, jari jemari ini menyentuh layar smartphone. Aplikasi ride sharing saya gunakan untuk memesan pengendara roda empat taxi online dari Cikeas Udik menuju Jakarta. Sekitar 30 menit setelah saya memesan via aplikasi ride sharing, kendaraan roda empat yang ditunggu pun tiba. Saya pun kemudian menaiki kendaraan transportasi online tersebut.Â
Saya duduk dibangku depan disamping supir taxi online. Lima menit didalam kendaraan, supir taxi online menayakan apakah saya memiliki e-toll. Dompet berwarna merah kusam saya ambil dari tas untuk mendapatkan elektronic money berwarna biru. Uang yang tertanam didalam kartu ini saya serahkan ke supir taxi online tersebut sambil berucap "ada sekitar tiga puluh ribu saldo nya".
Supir taxi online pun menjawab "Alhamdulillah bila bapak memiliki elektronik money untuk membayar Toll, karena bila tidak ada saya pun punya tetapi harus mampir ke mini market untuk mengisi saldo terlebih dahulu" ungkapnya menjelaskan perlunya elektronic money dalam menempuh perjalanan melalui jalan toll.
Kejadian seperti ini sering kali saya alami berkali-kali ketika menggunakan jasa layanan ride-sharing. Banyak gerbang toll dalam kota yang sudah menerapkan pembayaran non tunai. Bagi pengguna jalan toll dalam kota acapkali akan menimbulkan kepanikan didepan gerbang toll.Â
Pemanfaatan uang elektronik ternyata tidak hanya digerbang toll saja. Minimarket, perbankan, pusat perbelanjaan, dan e-commerce telah menerapkan sistem pembayaran non tunai yang lebih simpel dan praktis. Dengan uang elektronik kita tidak perlu banyak membawa uang tunai didalam dompet.
Baca Juga Elektronik Money Rupiah, Wujud Bela Negara Tanpa SenjataÂ
Penggunaan aplikasi ride sharing dengan saldo yang tertanam nilai uang didalamnya, saat ini dapat melakukan transaksi tidak hanya layanan ride sharing tetapi juga pembelian makanan, membayar pulsa handphone / listrik, membeli obat, belanja harian, memesan jasa pijat, jasa kebersihan rumah, tiket cinema dan lain-lain.Â
Layanan ride sharing dengan aplikasi yang menerapkan uang elektronik salah-satu contoh ekonomi digital. Kita sudah tidak bisa menolak layanan yang menerapkan non tunai. Sudah merupakan keniscayaan bahwa ekonomi digital #Ecodigi menjadi jalan pendorong ekonomi indonesia yang lebih baik di masa depan.
Ekonomi Digital #Ecodigi Melalui Start Up Mendorong Investasi
Menurut portal news kompas.com (DI SINI) pada awal tahun 2018 ini raksasa search engine Google dikabarkan menggelontorkan dana segar ke layanan ride-sharing Go-Jek. Kesepakatan keduanya tak diumbar jumlah pastinya, tetapi investasi itu menaikkan valuasi Go-Jek menjadi 4 miliar dollar AS atau setara Rp 53,3 triliun.Â
Dalam sesi pendanaan Google ternyata tidak sendirian. Perusahaan mesin pencari yang dikalangan milenial dikenal dengan sebutan Mbah Google ini bersama dengan Meituan-Dianping (China) dan Temasek (Singapura) menjadi investor Go-jek.
Apa yang terjadi dengan Go-Jek sebagai perusahaan digital yang berawal dari start up dalam negeri ternyata cukup membanggakan. Bisnisnya mampu dilirik oleh perusahaan-perusahaan raksasa dunia. Investasi Google dan perusahaan lainnya ke Go-Jek dapat meningkatkan dan mendorong perkembangan ekonomi digital bagi negeri yang masih diberi lebel negara berkembang ini.Â
Dalam layanan nya Go-Jek yang tidak hanya ride sharing, Go-Jek mampu merangkul para UKM dan UMKM menjadi mitranya yang tergabung dalam aplikasi Go-Food. Dilansir dari Merdeka.com (DI SINI) penghasilan di bulan maret 2018 mitra pengemudi Go-Jek telah mencapai sebesar Rp 8,2 triliun sedangkan pendapatan mitra UMKM sebesar Rp 1,7 triliun. Go-Jek memiliki dampak yang besar bagi ekonomi Indonesia.Â
Bila dilihat dari pendanaan yang terungkap selama tahun 2017, sebanyak 54,55% berasal dari investor dalam negeri. Untuk investor luar negeri saat ini masih negara adidaya Amerika Serikat menjadi negara asal investor yang paling banyak menanamkan modalnya. Kemudian disusul oleh Singapura, China, dan Jepang.
Ada sebuah perusahaan raksasa dunia yang juga akan bermain di Indonesia yakni Amazon. Perusahaan asal benua Amerika ini akan melakukan investasi sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14 triliun di Indonesia. Amazon kemungkinan bakal membangun e-commerce di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
Ternyata perkembangan ekonomi digital #Ecodigi melebihi ekspektasi. Praktik e-commerce dalam bentuk iklan jual-beli, retail, hingga mal online menanjak cepat. Tahun ini, Nilai transaksi e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai 100 triliun rupiah pada 2018. Sebelumnya tahun lalu (2017), nilai transaksi sebesar 85 triliun rupiah, dan tahun sebelumnya (2016) senilai 75 triliun rupiah.
Berdasarkan catatan OJK terkait penyaluran investasi oleh modal ventura per bulan Mei 2018, angkanya sudah mencapai 8,22 triliun Rupiah, meningkat 14,95% dibandingkan periode yang sama di tahun 2017. Kinerja positif ini didorong hasil perbaikan bisnis para pelaku usaha lokal. Bahkan OJK optimis hingga akhir tahun nanti pertumbuhannya akan mencapai dua digit.Â
Angin Segar Ekonomi Digital #Ecodigi dari Ranah Mobile
Perkembangan fintech dalam menunjang ekonomi digital sangat didukung oleh pemerintah. Dukungan itu disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang hadir dalam Bali Fintech Agenda, salah satu kegiatan besar dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 (11/10/2018), di Bali.Â
Dilansir dari detik.com (12/12/2018) berdasarkan data dari Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology OJK menjelang tutup tahun 2018 transaksi fintech peer to peer lending berhasil menyalurkan Rp 25 triliun. Transaksi tersebut membuka peluang lapangan pekerjaan hingga 250.000 orang.Â
Saat ini saja terdapat sekitar 3 juta penduduk di seluruh Indonesia yang menggunakan fintech peer to peer lending. Bahkan terdapat sekitar 9 juta transaksi. Menurut saya tahun-tahun kedepan jumlah pengguna akan makin meningkat dan transaksi akan makin besar bila melihat dari trend.
Bila saya perhatikan bisa dibilang Indonesia merupakan pasar yang sangat menggiurkan. Negara ini mengalami ledakan demografi dimana populasi muda yang besar yang berdampak pada penetrasi penggunaan smartphone yang terus meningkat. Secara tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi digital #Ecodigi yang semakin kuat.Â
Bila melihat laporan State of eCommerce iPrice untuk tahun 2017 lalu, kita patut suprise dimana Indonesia merupakan negara yang memiliki pangsa trafik mobile tertinggi di Asia Tenggara, yakni sebesar 87% dari total trafik. Bagi saya ini merupakan peluang bagi individu yang memiliki jiwa bisnis untuk menjadi entepreneur.
Para entepreneur bisa merintis dengan menjual dagangan nya di e-commerce. Kehadiran e-commerce mampu membangkitkan para entepreneur di daerah untuk memasarkan produknya ke seluruh Indonesia.
Baca Juga Rumah Insparasi Subang, Aksi Kolaborasi Bagi Kesejahteraan Bersama
Seperti yang kita ketahui bahwa e-commerce telah mengubah cara berbelanja masyarakat Indonesia. Dimana sebelumnya untuk bertransaksi perlu bertemu langsung antara pembeli dan penjual, saat ini mulai berlangsung secara online melalui perantara e-commerce. Perkembangan belanja online sangat dipengaruhi oleh jumlah kunjungan.
Perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia di tahun 2018 masih menjadi juara nya ialah Lazada. Hingga kini Lazada masih mampu bertahan di posisi puncak sebagai marketplace yang memiliki jumlah pengunjung tertinggi, diikuti oleh e-commerce lokal Tokopedia dan Bukalapak.
Facebook berkontribusi besar dalam meraih kunjungan ke Lazada, sebanyak 22,77 juta pengunjung berasal dari media sosial yang identik dengan huruf F nya ini. Media sosial ini juga berkontribusi besar terhadap e-commerce lainnya seperti Tokopedia maupun Shopee yang masing-masing mendapatkan viewers 17,4 juta dan 9,02 juta kunjungan. Â Â
Masih menurut iPrice, adapun kontribusi pengunjung e-commerce dari media sosial lain yakni Instagram. Social media berlogo kamera vintage ini mencatatkan e-commerce Shopee mendapatkan 713 ribu kunjungan, Hijup 688 ribu kunjungan dan Lazada 556 ribu kunjungan.Â
Adapun kicauan dari burung biru Twitter, jumlah kunjungan ke e-commerce dimenangkan oleh Blibli sebanyak 470 ribu, lalu Lazada 345 ribu dan kemudian Tokopedia 161 ribu kunjungan.Â
E-commerce dari luar negeri masih menjadi raja di negara kita, itu yang menjadi  tantangan yang dihadapi para pemain lokal. Saat ini, pemain lokal yang terbilang mampu bersaing dan menggaet pasar mobile adalah Tokopedia, Bukalapak, dan Blibli. Ketiga e-commerce lokal ini berhasil menjadi kompetitor luar seperti Shopee, Lazada, JD.ID, dan Zalora.
----------------------ooo000ooo--------------------------
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Web [DISINI] , Blog [DISINI] , Twitter [DISINI] , Instagram [DISINI]
Email : mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H