"Kompasiana itu milik bersama, termasuk dimiliki oleh Kompasianers. Akselerasi ke depan mau ke arah mana ?.." ucap Dian Gemiano (Gemi), Chief Marketing Officer dari KG Media di acara syukuran 10 tahun Kompasiana (26 oktober 2018).
Selama daku terlibat dalam acara Nangkring, Copywriting dan Coverage daku baru melihat sosok itu pria berambut gondrong tinggi sekitar  160-an cm berkulit sawo matang. Sosok ini muncul di acara syukuran 10 tahun Kompasiana. Dalam kata-kata nya seperti ada rasa keraguan apakah dalam beberapa tahun kedepan Kompasiana masih bertahan bila masih gini-gini saja.
Bahkan dalam sambutannya ia meminta bantuan dari Kompasianers untuk memberikan masukan untuk platform User Generated Content (UGC) ini untuk melangkah kedepan. Dalam otak nya terlihat ia memikirkan ide bagaimana vlogger dapat memasukkan karya nya ke Kompasiana, mungkin mirip seperti youtube.
Ternyata big boss Kompasiana perlu masukan dari kita Kompasianers. Itu pun yang daku rasakan sebagai Kompasianers yang memiliki akun sejak 2010 dan aktif secara offline di kegiatan Kompasiana sejak 2015, sesekali memang perlu memberi masukan. Menurut daku Kompasiana Harus berbenah, bila ingin tetap di cintai.
Pada tahun 2015 daku mulai bergaul dengan para blogger yang menggunakan platform lainnya (wordpress, blogspot, TLD) dan  Kompasianers yang memiliki blog pribadi. Daku menjadi mengerti keinginan para pengguna platform blog. Tidak hanya bergaul dengan blogger, daku sering sekali bergaul dengan para traveler, pengguna layanan kesehatan dan publik yang tertarik dengan konten di blog.
Buat daku Kompasiana harus membuka diri dengan melakukan pembenahan, namun jangan meninggalkan platform ini bisa besar karena faktor apa. Blog Detik  menjadi contoh bagaimana mereka tumbang karena tidak mau berbenah.  Seperti nya mereka nyaman dengan layanan yang diberikan dan beberapa dedengkot nya hijrah.
Adapula Kaskus yang sempat menggaungkan diri sebagai komunitas internet terbesar di Indonesia dengan forum Jual Beli bertransaksi tinggi. Kaskus di masa jaya nya merasa sudah besar jadi tidak perlu melakukan pembenahan, forum jual beli yang sebetulnya marketplace online pertama terbesar di Indonesia di copy paste oleh platform lain. Para pencontek itu cukup menambahkah sistem pembayaran terpusat yang lebih aman, membuat para seller dan buyer berpindah. Saat ini kejayaan itu telah pudar dan Kaskus mulai membangun kembali kejayaan nya.
Apakah Kompasiana sudah merasa besar dan tidak akan digeser !!!! ....mungkin ini pendapat daku sebagai kompasianers, apa yang perlu Kompasiana lakukan.
1. Tuntaskan Kendala Sulit Login
Sudah menjadi pembicaraan umum bahwa Kompasiana dalam beberapa bulan terakhir mengalami permasalahan sulit LOGIN. Hal tersebut bukan hal yang bisa dibilang sepele, Â menurut daku maslah ini fatal. Isu ini begitu kencang berhembus dikalangan Kompasianers bahkan blogger paltform lain.
Ada baiknya segera pihak Kompasiana menyelesaikan masalah ini karena dapat membuat para kompasianers berpindah ke lain hati. Bahkan calon kompasianers baru atau kompasianers lama yang ingin membuat konten lagi di Kompasiana akhirnya gigit jari dan benar-benar tidak mau lagi menggunakan Kompasiana.
2. Memaksimalkan Nama Besar KOMPAS dalam Branding
Banyak Kompasianers diawal menulis di Kompasiana terjebak oleh nama besar KOMPAS Gramedia, begitupun daku saat memulai menulis di Kompasiana tahun 2010. Bisa jadi hadirnya para kompasianers yang saat ini berjumlah 381.000,- awalnya terpancing karena dianggap tulisan mereka akan di publish di KOMPAS.com.
Daku memiliki pengalaman ketika di tahun-tahun awal menggunakan Kompasiana. Pada saat menulis/posting di Kompasiana lalu share ke social media kemudian dibaca oleh teman-teman di RSKO, mereka mengira daku Kontributor KOMPAS.com. Kompasiana dianggap bagian dari rubrik KOMPAS.com.
Sebaiknya petinggi dan manajeman Kompasiana tidak perlu gengsi untuk tetap mendompleng nama besar KOMPAS. Dian Gemiano (Gemi), Chief Marketing Officer dari KG Media mungkin memahami itu juga, itu kenapa ia menggunakan kata 'Akselerasi'.
Mungkinkah  bertahannya Kompasiana selama 10 tahun ini ada keterlibatan secara  tidak langsung dari branding KOMPAS.com !!!!...bisa jadi.
Untuk menguatkan branding KOMPAS menurut daku penulisan "kompasiana" dengan  huruf kecil ada baiknya dirubah dengan kombinasi huruf besar dan kecil  seperti ini "KOMPASiana". Bisa jadi jalan terjal Kompasiana saat ini karena masalah engine dapat ditambal dengan penguatan branding agar masih bisa berjalan sambil menunggu perbaikan.
Untuk logo sendiri yang membentuk huruf "O" menurut daku lebih pas dirubah  dengan symbol huruf "K". Pastinya admin Kompasiana sudah tau bahwa penyebutan kompasiana diluaran sana disingkat dengan sebutan "K". Jaman saat ini sudah tidak mementingkan arti dari bentuk-bentuk dari logo, seperti arti dari padi dan kapas...yaelaah, jaman sudah berubah guy's.
Daku sering mendengar berkali-kali ketika bertemu dengan blogger -blogger dan agency ketika bicara dengan daku "Â ini dia blogger nya K" atau "klo bro Andri mah klo nulis di K". Menurut daku penyebutan "K" buat Kompasiana diluaran sana merupakan trademark.
Nurul Uyuy, Chief Operating Officer Kompasiana menyampaikan saat syukuran 10 tahun Kompasiana bahwa di awal Kompasiana tidak memiliki road map. Awalnya Kompasiana hanya dianggap bagian dari Cooperate Social Responsibility (CSR) dari Group Kompas Gramedia.
Jadi sah-sah saja kan mendompleng brand KOMPAS dan huruf "K" nya..he..he..
3. Menerapkan Sistem Save Otomatis
Banyak kejadian dan cerita para Kompasianers yang membuat tulisan tapi pada  saat ngedraft di Kompasiana menghilang karena lupa belum nge-save. Dari yang mati lampu, tanpa sengaja ke klik tombol back atau tanpa sengaja terklik tanda silang di ujung kanan pada layar.
Ada baiknya Kompasiana meniru MS.WORD dengan sistem save otomatis ketika terjadi kejadian platform tertutup apakah karena mati lampu atau kejadian tidak sengaja. Bisa juga terdapat pengaturan save di settingan yang dapat diatur per 5 menit sekali atau 10 menit sekali.
4. Memahami Keinginan Blogger
Beyond Blogging itulah tagline dari Kompasiana. Bagi kompasianers jaman old pasti mengetahui bahwa tagline sebelumnya sharing and connecting. Para kompasianersnya sebelumnya disebut dengan citizen jurnalis, saat ini karena perubahan tagline "Beyond Blogging" menjadi blogger Kompasiana.
Dengan tagline "Beyond Blogging" maka ada baiknya Kompasiana harus memahami keinginan dari seorang blogger pada umum nya. Ingat sekarang mereka bukan citizen jurnalis tapi BLOGGER Kompasiana.
Jurnalis mereka menulis untuk portal berita, tidak mementingkan siapa dirinya. Kalau Blogger, saya menulis dan tulisan saya ya hasil karya saya. Ada sisi personal dalam diri seorang blogger yang free bukan milik  perusahaan.
Berdasarkan pengalaman Dian Gemiano (Gemi), Chief Marketing Officer dari KG Media di dunia marketing, hadirnya para blogger dan vlogger makin relevan saat ini. Ketika ketersediaan data semakin spesifik,  marketing pun berubah dari one to many menjadi to personal. Channel-channel komunikasi yang sifatnya spesifik seperti blogger dan vloger makin relevan dan diminati brand. Gemi menekankan kata "SAAT INI" dalam setiap ucapannya menyangkut akselerasi.
10 tahun atau 5 tahun lalu mungkin Kompasiana masih bisa bilang ya sistem-nya begini, harus terima. Tapi apa yang terjadi kemudian, berguguran para Kompasianers jaman old  bahkan yang mendapatkan kompasiana award beberapa ikutan menghilang. Bisa jadi mereka lebih fokus ke blog pribadi atau platform lain.
Founder Kompasiana Pepih Nugraha di acara syukuran 10 tahun Kompasiana berpesan kepada pengurus Kompasiana bahwa kekayaan Kompasiana itu kompasianer. Peliharalah, orangkanlah mereka, mereka ini tidak dibayar pun mau menulis di Kompasiana. Setiap tahun di acara Kompasianival ada yang dijadikan the best, jangan sampai lepas.Â
Bila daku perhatikan Kompasianers yang sering kali ketemu di kegiatan Nangkring, Coverage, dan Copywriting yang awalnya fokus di platform Kompasiana, saat ini sudah banyak yang berdiri dengan dua kaki. Daku yakin para admin mengetahui siapa saja, mereka kan berteman dengan para admin di social media. Tapi Kompasiana tidak bisa melarang karena mereka memberi konten gratis dan bukan pegawai.
Sebetulnya ini bisa diakali dengan memindahkan link profil misal dari kompasiana.com/rakyatjelata menjadi rakyatjelata.kompasiana.com, dengan cara ini muncul personal dari seorang blogger. Daku pun acapkali dikompori oleh para senior, teman kompasianers yang telah memiliki blog pribadi untuk menggunakan blog pribadi agar personal branding lebih kuat.
Dalam tampilan profil Kompasiana bagi seorang Blogger pastinya ingin mengetahui berapa sih viewer saya hari ini, minggu ini, bulan ini, tahun ini atau selama saya menulis di platform blog dari seluruh artikel yang sudah tayang. Patut dipikirkan di bagian profil para Kompasianers dapat melihat jumlah viewer per periode.
Pada tampilan profil sebaiknya dapat menampilkan kategori artikel. Pada saat menulis artikel para kompasianers diwajibkan mengisi kolom kategori artikel, namun pada tampilan profil kita tidak melihat tampilan kolom kategori.
Kalau memang bisa menghadirkan pilihan template itu bakal bikin senang blogger. Tidak perlu yang bisa membuat/membeli template diluar lalu dipasangkan ke settingan. Cukup ada pilihan template, tidak perlu ada widget juga tidak apa-apa.
Jangan lupakan tampilan muka Kompasiana, bahwa Blogger kuat dengan niche nya (kategori). Ada baiknya Kompasiana mengembalikan kategori-kategori berada di tampilan muka dengan highlight/pilihan masing-masing kategori. Pada saat ngobrol santai dengan kompasianers, ada yang menyampaikan apakah penurunan jumlah viewers  karena kategori-kategori artikel sudah tidak muncul ditampilan muka.Â
5. Jadilah Social Media Blog
Memang Kompasiana merupakan platform User Generated Content (UGC). Panggilan ini bukanlah sesuatu yang popular namun ada baiknya Kompasiana memperkenalkan/membranding diri dengan sebutan Social Media Blog.
Panggilan Social Media akan lebih menarik bagi generasi X,Y,Z dan Kids Zaman Now yang hidup di era social media. Belum ada platform yang berani membranding diri sebagai social media blog. Sebelum diambil platform lain,.....siiikkaattttt, jadilah yang pertama....
Bila memang bisa menjadi Social Media Blog,  maka pada saat pertama kali klik profil akun Kompasiana milik kita tidak  langsung diarahkan ke kumpulan artikel yang sudah kita publish, tetapi seperti social media diarahkan ke list artikel teman-teman yang sudah  jadi follower / following akun Kompasiana kita. Namanya aja social media, mengutamakan jaringan pertemanan bukan diri sendiri.
Pada kolom komentar artikel ada simbol like atau icon-icon, ini akan lebih menarik bagi para milenials. BIla kita mengingat Kompasianival 2017 dengan tema "Kolaborasi Generasi", pada Kompasianival 2018 kedepan bertema "Beyond  Generation" harus dwonk melihat kebutuhan milenial.
Sangat terlihat sekali Kompasiana mencoba meraih pasar generasi milenial, generasi X, Y, Zdan Kids Zaman Now. Daku sangat yakin dari 381 ribu user tidak semuanya masih aktif, perlu strategi khusus menjangkau para kaum milenium yang gemar bersosial media menjadi Kompasianers baru.
------------------------------------------------------------------------------
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Web [DISINI] , Blog [DISINI] , Twitter [DISINI] , Instagram [DISINI]
Email : mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H