Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran pemanfaatan sumber energi per 2015 masih dikuasai oleh energi fosil. Dimana, sumber energi minyak bumi mencapai 43 persen. Diikuti energi batubara sebesar 28 persen kemudian gas bumi 22 persen. Sedangkan penggunaan EBT baru mencapai 6,2 persen.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh kemeterian ESDM tahun 2015, Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar yaitu, mini/micro hydro sebesar 450 MW, Biomass 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det dan energi nuklir 3 GW. Ini merupakan peluang bagi Pertamina yang merupakan perusahaan plat merah yang pastinya akan lebih mendapatkan dukungan dari pemerintah. Potensi tersebut sejatinya memberikan peluang Pertamina menembus dunia tidak hanya bersinar di negeri sendiri.
PT.Pertamina Menyentuh Energi Baru Terbarukan (EBT)
Ternyata PT.Pertamina (Persero), sebagai BUMN energi tidak tinggal diam. Perusahaan plat merah ini telah mencanangkan pengembangan pembangkit listrik bebasis energi baru dan terbarukan sebesar 1,13 Gigawatt dan produksi biofuel sebesar 1,28 juta KL pada tahun 2019. PT Pertamina (Persero) menggenjot pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang ditargetkan dapat mencapai sekitar 23% dari total bauran energi pada 2025.
Listrik merupakan kebutuhan primer saat ini. Tanpa listrik tools untuk menunjang hidup manusia modern tidak akan berjalan. Melihat kebutuhan listrik yang meningkat dan mulai menurunnya sumber energi yang berasal dari fosil PT.Pertamina membangun pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan.
Pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan akan bersumber dari beberapa sumber energi. Adapun peningkatan kapasitas produksi dari masing-masing pembangkit listrik yaitu ; panas bumi, sebesar 907 MW, solar photovoltaic dan energi angin masing-masing 60 MW, biomassa 50 MW dan mini/microhydro dan ocean energy masing-masing 45MW dan 3MW. Adapun, untuk biofuel sendiri akan terdiri dari green diesel dengan kapasitas 0,58 juta KL per tahun, co-processing green diesel 0,14 juta KL per tahun, co-processing green gasoline 0,23 juta KL per tahun, bioavtur 257.000 KL per tahun, bioethanol sebesar 76.000 KL/tahun, dan 10 ton per hari bio LNG plant.
Pertamina juga akan berinvestasi bisnis hulu Energi Baru dan Terbarukan. Capital expenditure yang diperlukan untuk pengembangan bisnis EBT, di luar panas bumi hingga 2019 diperkirakan mencapai sekitar US$1,5 miliar. Biaya yang cukup besar demi masa depan kemandirian energi.
Bahkan demi memberi contoh kepada perusahaan lain pada sejumlah lokasi PT.Pertamina saat ini sudah menggunakan Solar PV. Diantaranya adalah lokasi PT Badak NGL Bontang, PT Pelita Air Service di Pondok Cabe, RU IV Cilacap dan Kantor Pusat Pertamina di Jakarta.
Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Tidak Semudah Menghirup Udara
Pemanfaatan sumber daya energi baru & terbarukan sudah menjadi keharusan untuk dikembangkan oleh negeri ini. Negeri yang dalam sebuah bait lagu Koes Plus memiliki keajaiban disebut tongkat dan batu bisa jadi tanaman. Bahan baku produksi energi baru dan terbarukan di Indonesia bisa terbilang relatif mudah didapat, beberapa bahan dapat diperoleh dengan gratis & melimpah, berarti biaya operasional sangat rendah, tidak mengenal problem limbah, proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur bumi, dan tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar.