1. Ombudsman menemukan biaya Rp 15 ribu untuk metadon.
"Pada pasien rumatan metadon yang menolak menjadi pasien program wajib lapor dibebani biaya sesuai tarif yang berlaku," kata Erie.
Menurut Erie, biaya tersebut bukanlah biaya pembelian obat metadon, akan tetapi digunakan untuk biaya operasional layanan, seperti penggunaan gelas, botol take home dose (THD), sirop, dan air mineral. Biaya tersebut telah mengacu pada tarif RSKO Jakarta yang telah ditetapkan Menteri Kesehatan.
"Saat ini RSKO Jakarta terdapat 46 pasien rumatan metadon yang terdiri atas 40 pasien program wajib lapor dan enam orang pasien mandiri," ujar Erie.
2. Ombudsman menemukan biaya rawat inap kamar Rp 50-500 ribu.
"Tidak benar. Berdasarkan Permenkes Nomor 50 Tahun 2015, pasien program wajib lapor dibiayai Kementerian Kesehatan ditempatkan pada ruang perawatan kelas III," ujar Erie.
Dalam pelaksanaannya, pasien ada yang meminta kelas perawatannya lebih tinggi, kelas II, kelas I, atau VIP. Sehingga kepesertaan sebagai wajib lapor menjadi gugur dan tidak ditanggung Kementerian Kesehatan.
"Pada kasus yang berbeda, beberapa pasien mandiri yang telah melakukan pembayaran untuk mengikuti perawatan inap rehabilitasi dikarenakan beberapa alasan mengajukan permohonan untuk mengikuti program wajib lapor. Dengan demikian, status perawatannya untuk menjadi pasien program wajib lapor terhitung setelah disetujui. Biaya yang telah dibayarkan atas pelayanan yang telah diterima sebelumnya tidak dapat dikembalikan," ujar Erie.
3. Ombudsman menyatakan yang kelas kroco, satu ruangan harus diisi 20 orang.
"(Pernyataan itu) tidak benar. Akan tetapi RSKO Jakarta untuk peserta Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) ditempatkan di ruang perawatan kelas III dengan kapasitas jumlah tempat tidur sebanyak 6-8 orang."
Fakta atau Informan Yang Salah Tafsir
Berdasarkan isi artikel yang di unggah detiknews "Nyoto mengatakan, dari hasil investigasi, ada dua rumah sakit IPWL yang melakukan pungli. Kedua rumah sakit itu jelas-jelas mendapat uang pengganti dari penyelenggara rehabilitasi narkoba"dan pernyataan "Dua atau tiga bulan lalu kami telah menggelar diskusi dan blusukan di beberapa tempat IPWL. Ketika kami pura-pura sebagai pecandu dan melakukan wajib lapor, kami dimintai uang, yang seharusnya gratis," ujar Adrianus dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (11/7/2017).